06- God's Miracle

36 13 12
                                    

Oshe merasa tarikan dan embusan napasnya kembali teratur setelah beberapa detik yang lalu berlari mengambil cincin dan menuju ke pemakaman. Dengan tidak yakin ia memejamkan matanya. Perlahan... pikirannya terpusat pada satu — keinginan terbesarnya. Ia menggenggam erat cincin Sea di dadanya. Ia sendiri tak yakin apakah aksi bodohnya ini akan berhasil.

Semoga saja paman itu — maksudku Mr. Chance — tidak berbohong ataupun sengaja mengerjaiku...

Oshe menggumam. "Sea, Sea, Sea Valerie, Sea —" Suaranya terputus ketika merasakan kepalanya seolah berputar-putar. Tubuhnya tiba-tiba mengejang tak terkendali. Ia merasakan seperti ada beban yang sangat berat di dalam dadanya. Sakit, sangat sakit. Ia mengerang kesakitan, hingga hanya mampu menggumamkan nama Sea di dalam hati.

Apakah memang akan terasa sakit seperti ini? Sialan! Mr. Chance tidak menjelaskan rasa sakit luar biasa yang terjadi ketika aku melakukan hal ini. Titik-titik keringat kini berubah menjadi hujan di sekitar kening dan seluruh badannya. Oshe mempererat genggaman cincin di dalam tangannya, matanya terpejam kuat-kuat, dan menggigit bibir bawahnya dengan kuat.

Rasa sakit itu semakin lama semakin menyerangnya. Rasanya hampir mati. Sungguh sakit luar biasa yang kini dirasakan oleh Oshe. Tubuhnya berangsur kehabisan tenaga. Rasa sakit itu melepaskan kekuatan Oshe untuk bertahan. Ia kini merasa tubuhnya melayang-layang di udara. Ya, berat tubuhnya seolah menghilang dan kini terombang-ambing tak karuan. Rasa sakit itu berhasil merampas seluruh kekuatan dalam dirinya.

Apakah aku bisa bertahan dan berhasil melakukannya?

🕓 🕓 🕓

Terdengar suara sesuatu yang terjatuh ketika Oshe baru saja membuka matanya. Ia mengumpulkan kesadaran yang terasa masih bececeran entah kemana. Sejenak ia tertegun, ternyata ponselnya jatuh ke lantai. Oh, Tuhan! Ternyata suara kencang tadi adalah suara ponsel Oshe yang terjatuh hingga pecah bagian layarnya, menyadarkan ia dari kegiatan rutinnya, tertidur di meja kerja kantornya.

"Semoga saja Sea tidak mengomelimu karena memecahkan ponsel hadiah ulang tahun darinya. Kau ini... khusyuk sekali tidurnya," Rheo berucap tanpa menolehkan pandangannya ke arah Oshe sedikit pun, ia masih sibuk menatap layar komputernya tanpa memberikan kesan prihatin dengan keadaan ponsel Oshe yang mengenaskan akibat terjatuh dari tangan Oshe sendiri ketika sedang tidur.

"Tubuhku rasanya lelah sekali karena tak bisa tidur ketika malam hari, jadi aku tertidur... seperti biasanya," Seperti biasanya, setelah Oshe kehilangan Sea beberapa hari yang lalu, ia banyak tertidur di kantor daripada di apartemennya sendiri.

"Seperti biasanya? Apa maksudmu? Seumur hidupku, aku belum pernah melihatmu tertidur saat sedang bekerja seperti ini," Rheo kini menatap Oshe dengan heran. "Kau pasti tertidur karena mengantuk setelah satu jam Sea berbicara panjang lebar saat meneleponmu, pasti seperti dibacakan dongeng ya... haha," Oshe bangkit dari kursinya dengan cepat. "Sea?!"

Oshe merasakan tubuhnya mengejang, kakinya melemas hingga harus kembali duduk di kursi kerjanya. Matanya bergerak mencari keberadaan kalender di meja kerjanya. Hari ini tanggal... 10 November! Tahun... 2020!

Oshe bertahan dengan wajah kebingungan dan terheran-heran. Ia ingat dengan jelas tulisan yang terukir pada pusara Sea, Sea Valerie, 29 Januari 1996 - 10 Februari 2021. Itu artinya Sea meninggal pada tanggal 10 Februari 2021 dan saat ini adalah tanggal 10 November 2020. Apakah... apakah Oshe berhasil memundurkan waktu setelah melakukan perintah dan mengikuti arahan dari Mr. Chance?

"Coba tampar aku!" perintahnya pada Rheo. Melihat Rheo melihatnya dengan kening yang semakin berkerut, Oshe sedikit membentak, "Cepat tampar aku, Rhe!" ulangnya.

"Aku akan menamparmu setelah kau menjawab telepon dari Sea. Lihatlah, ponselmu berdering sejak beberapa menit yang lalu. Aku tahu kau bosan dengannya, tapi jangan—"

Kalimat Rheo terhenti ketika secara tiba-tiba Oshe menarik lengannya dan memukulkan pada pelipis kanannya sendiri. Sempat terdengar Oshe terpekik kesakitan, lalu setelahnya terkekeh tak jelas seperti orang gila. "Ini sakit, benar-benar sakit," gumam Oshe. Sakit? Tentu saja, ia memukulkan lengan Rheo pada pelipisnya sendiri hingga terdengar suara yang kencang.

Rheo menatap Oshe dengan kaget dan tentu saja terlihat khawatir. Bagaimana tidak? Lelaki itu memukul dirinya sendiri dan setelah merasa sakit ia langsung terkekeh. Hal ini membuat Rheo merinding karena menyangka kawannya itu kini... tidak waras.

Tangan kanan Oshe bergegas mengambil ponselnya yang telah bergetar sejak tadi. Dengan tak sabar telunjuknya menggeser tombol penjawab panggilan telepon.

"Oshe~"

Oshe tertegun. Suara yang muncul di balik ponselnya seperti sebuah kekuatan yang menghantam dan merasuk ke dalam tubuhnya. Suara itu seperti penyembuh yang merambat dan menghapus setiap luka yang tercipta di sela-sela tubuhnya yang kesakitan. Suara itu... suara gadis itu... suara gadisnya...

"Kenapa diam saja? Sepertinya kuotaku belum habis,"

"Sea..." Oshe berusaha meloloskan suara yang nyaris tertelan kembali oleh perasaan haru yang mencekat tenggorokannya.

"Tadi kenapa sambungannya terputus ketika aku sedang berbicara di telepon? Kau sedang banyak kerjaan ya?"

"Sea..." ulang Oshe. Kali ini suaranya sangat lirih. Matanya terpejam, merasakan kembali suara Sea yang kini bisa ia dengar. Saat ini... ia bisa mendengar suara Sea lagi setelah beberapa hari ini ia hampir gila karena kehilangannya. "Sea, aku mencintaimu. Demi Tuhan, hatiku selamanya akan menjadi milikmu," Oshe memberanikan diri untuk menyatakan kebenaran ini pada gadisnya itu. Mencintai Sea, sebuah kebenaran yang beberapa waktu lalu — sebelum kehilangannya — sempat ia sangsikan.

"Kau pulang pukul lima kan? Aku akan menjemputmu, aku tidak akan membuatmu menunggu lama,"

"Kau... mau menjemputku? Sudah lama aku tidak pernah kau antar pulang, aku sangat senang, Oshe," Suara Sea terdengar bergetar di samping telinga Oshe.

"Sea, Jangan menangis! Aku mohon padamu, JANGAN MENANGIS! Demi Tuhan, apapun yang terjadi padamu, jangan menangis...."

"Iiya, Oshe. Berhati-hatilah di perjalanan,"

Sambungan telepon terputus, tangan Oshe yang bergetar tak karuan meletakkan ponselnya di atas meja kerja. Tanpa bisa tertahan, ia terisak dengan sendirinya. Perasaan ini... perasaan bahagia yang tak terbendung. Ia berjanji tak akan membuat gadisnya menangis karena perbuatannya... seperti yang pernah ia lakukan dahulu, sebelum peristiwa kepergian Sea yang membuatnya merasa menyesal setengah mati.

Tidak ingin membuang waktu terlalu lama, Oshe bergegas menuju tempat mobilnya terparkir untuk segera menancapkan gas menuju kantor Sea. Ia gugup, seperti ada penabuh drum amatir yang memukuli jantungnya. Hari ini, ia akan bertemu dengan Sea. Sea Valerie, gadis yang sangat ia cintai. Gadis yang sempat membuatnya merasakan kehilangan terbesar dalam hidupnya. Saat ini ia akan bertemu dengannya. 

🕓 🕓 🕓

Turn Back CoupleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang