Oshe berusaha melepas udara sesak yang tertahan di kerongkongannya, mendapati kembali pusara Sea. Berbekal bunga Edelweis, bunga favorit Sea. Bunga yang melambangkan cinta yang putih dan abadi. Dan benar, cinta Sea memang abadi. Sampai akhir kehidupan yang gadis itu miliki, cinta itu masih tetap bertahan untuknya.
Oshe berjongkok di samping pusara Sea. "Sea..." sapanya. Ia meletakkan bunga Edelweis itu di depan pusara Sea. "Maafkan aku karena selama satu minggu ini tidak berkunjung. Aku... berusaha menguatkan diri untuk bertemu denganmu di sini,"
Telapak tangannya mengusap batu pusara perlahan. Bunga-bunga merah yang sebelumnya banyak ditaburkan, kini telah berubah kecokelatan. Oshe menengadahkan wajahnya, meletup-letupkan napas kasar yang kembali menyesaki rongga dadanya. Ia sungguh membenci kenyataan bahwa baru selama satu minggu kepergian Sea, ia sudah merasa hampir gila karena rasa rindu. Lantas bagaimana keadaannya berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun berikutnya?
"Setiap harinya aku selalu memikirkanmu... berharap bisa bertemu lagi denganmu... dan ternyata Tuhan mengabulkan permohonanku. Kita selalu berjumpa di dalam mimpi, mimpi yang bahkan membuatku ingin menyusulmu di alam sana, namun itu tidak mungkin. Sepertinya Tuhan memang sedang menghukumku... atas segala kesalahanku padamu," Oshe tetap berusaha berbicara meski tenggorokannya tercekat hebat.
"Sampai saat ini aku masih berharap Tuhan mengasihaniku, memberi keajaiban untuk mengembalikan seorang Sea ke dalam hidupku, ke dalam pelukanku," Oshe tergelak, menertawakan dirinya sendiri. "Aku harap kau tidak menertawakanku atas permintaan keajaiban itu,"
"Setiap orang memiliki keajaiban masing-masing, tergantung seberapa besar usaha untuk mewujudkannya," Suara itu tak asing di telanga Oshe. Ia menengadahkan wajahnya, mendapati seseorang dengan pakaian serba putih dengan kerutan di wajah dan kini sedang menampakkan senyumannya. "Paman!" pekik Oshe. Pekikan yang tidak menunjukkan nada girang sama sekali. Paman itu terkekeh. "Wah, kau masih ingat padaku ternyata,"
"Apa kau percaya jika masih ada keajaiban untukmu?"
"Aku sangat ingin percaya, namun jika kau yang bertanya maka aku akan menjawab, tidak!"
Paman itu tergelak. Kalimat yang baru saja dilontarkan oleh Oshe terdengar lucu bagi paman itu. Bahkan ia nyaris meloloskan air mata di sudut-sudut matanya karena tawanya sendiri.
Melihat wajah Oshe yang menunjukkan ekspresi kesal, paman itu membungkam mulutnya, agar tawanya sedikit teredam. "Entah kenapa aku selalu ingin tertawa melihat kesedihanmu," bisiknya, nyaris tak terdengar, namun suara senyap yang tercipta di sekitar pusara malam ini membuat bisikan itu terdengar nyaring.
"Oh, Tuhan!" Bibir Oshe menipis kesal, tatapan mata tajamnya terlempar pada paman yang kini berekspresi sangat datar, tanpa rasa bersalah. "Sekali lagi aku bertanya padamu, kau percaya bahwa masih ada keajaiban untukmu?"
"Entahlah, tapi aku sangat menginginkan keajaiban itu," Oshe menjawab dengan terpaksa. Berharap setelah menjawabnya, paman itu segera pergi. "Hey, kau hanya perlu menjawab, percaya atau tidak!" Paman itu mendengus kesal.
Oshe terlihat memutar bola matanya dengan wajah muak, lalu menghampiri paman yang masih berdiri menatapnya. "Apa yang sebenarnya kau inginkan dariku?"
Paman itu menggeleng. "Tidak ada. Aku justru ingin menawarkan apa yang kau inginkan,"
"Tidak ada hal yang aku inginkan. Aku tidak mengerti apa sebenarnya niatmu. Aku tidak tahu kau siapa dan... makhluk sejenis apa," Oshe mengacak-acak rambutnya dengan kasar. "Ya Tuhan! Bagaimana aku bisa bertemu dengan makhluk tidak jelas sepertimu? Siapa kau, mengapa kau bisa datang dan pergi sesukamu? Kau membuatku semakin pusing!"
Paman itu menepuk-nepuk pundak Oshe. Mencoba menenangkan Oshe yang terlihat sangat kacau. "Siapa aku? Aku adalah orang yang selalu memperhatikanmu. Mengapa bisa datang dan pergi sesukaku? Karena aku memang memiliki kemampuan melakukan itu. Niatku menemuimu? Untuk menawarkan hal yang kau inginkan,"
"Menawarkan apa?" Sepertinya Oshe tak peduli dengan ucapan sebelumnya, yang ia pedulikan hanya pernyataan menawarkan hal yang kau inginkan. Hal seperti apa maksudnya?
"Bertemu dengan kekasihmu, Sea."
Jawaban itu membuat tubuh Oshe bergetar. "Bertemu dengan Sea? Apa maksudmu?"
Apa paman ini bermaksud menyarankanku untuk ikut mati agar bisa bertemu dengan Sea? Satu-satunya cara agar bisa bertemu Sea hanya dengan melakukan hal itu, kan? Maksudnya sekarang aku harus mati?
Paman itu menggeleng kesal. "Ahh, kenapa aku harus bertemu dengan seorang pria yang bodoh seperti ini. Aku benar-benar benci bertemu anak muda bodoh dan pemarah seperti dirimu," ujar paman itu dengan santainya. Tak peduli dengan Oshe yang kini menatapnya seolah hendak membunuh. "Sebentar, akan aku tunjukkan padamu,"
Tanpa memberi kesempatan Oshe untuk menjawab, paman itu segera memejamkan matanya. Oshe bergeming dengan hanya menatap paman di hadapannya yang kini seperti tengah mengumpulkan kekuatan — atau apalah itu — yang jelas Oshe tidak peduli. Kini paman itu menjentikkan jari dan... burung yang tengah mengepakkan sayap berhenti bergerak. Daun-daun yang hendak jatuh kini terhenti di tempat. Awan-awan hitam yang sebelumnya melaju tertiup angin kini terhenti.
Oshe terperangah. Matanya tak berkedip selama beberapa detik. Ia menatap paman itu dengan penuh pertanyaan di kepalanya. Kini kepalanya terasa berat oleh pertanyaan.
"Kau kebingungan, Oshe? Kau tahu sekarang siapa aku? Mr. Chance, panggil aku Mr. Chance."
Oshe masih bergeming di tempat. Tatapannya kini berpendar ke segala arah, memperhatikan gerakan setiap benda di sekitarnya yang tiba-tiba terhenti. Bahkan embusan angin ikut menghilang. Apa ini halusinasi?
"Aku bisa memutar waktu. Menghentikan, memajukan, memundurkan, sesuai yang aku inginkan," Paman itu bergerak selangkah lebih dekat lagi dengan Oshe yang masih terpaku di tempatnya. "Sekarang kau sudah mengerti tujuanku mendatangimu?" tanyanya.
Oshe yang masih dalam kondisi kebingungan tiba-tiba mengangguk, seolah tersugesti bahwa mengangguk adalah hal yang paling benar dilakukan saat ini. "Jadi kau...Mr. Chance? Dan... ini keajaiban yang bisa aku dapatkan?" desisnya dengan suara seolah bertanya.
"Tentu. Jika kau memang ingin waktumu dengan Sea kembali. Tapi ada syaratnya,"
Oshe mengangguk. Wajahnya yang selalu angkuh ketika bertemu dengan Mr. Chance, kini berubah penuh harap. Ia yakin bisa melakukan semua syaratnya, sekalipun itu mustahil dilakukan. Demi bertemu kembali dengan Sea dan menebus kesalahannya.
Oshe berlari sekencang mungkin menuju kos Sea yang masih utuh dengan segala barang-barang di dalamnya. Jika ia bisa, mungkin ia ingin mengalahkan kecepatan cahaya agar cepat sampai. Sesuai perintah dari Mr. Chance, bawalah benda yang sangat Sea cintai, lalu kembalilah ke pusaranya. Ucapkan keinginan terbesarmu dan genggam benda yang kau bawa erat-erat. Pusatkan konsentrasimu hanya pada satu titik. Ini semua akan berhasil, tergantung seberapa kuat usaha dan harapanmu.
Oshe berhasil memasuki kos Sea. Tanpa membuang waktu ia melangkah menuju kamar bernuansa putih milik Sea. Cincin, cincin pemberian darinya untuk Sea yang ia cari. Ia yakin benda itu adalah benda yang paling dicintai oleh Sea. Ia menarik laci kedua seolah sudah hafal dimana benda itu tersimpan. Dapat!
Cincin ini akan membawamu kembali padaku, percayalah... kali ini kita akan bersama dalam waktu yang lama....
🕓 🕓 🕓
KAMU SEDANG MEMBACA
Turn Back Couple
Teen FictionBagaimana bila lelaki yang hidupnya selama beberapa tahun belakangan selalu mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari kekasihnya, namun kini harus ditinggal selama-lamanya oleh kekasihnya itu? Ia adalah Oshe Ardelio. Hidupnya tak pernah kekurangan...