Joka menarik tangannya dari cengkraman Ratna berulang kali. Mulai dari ia yang mejongkokkan badannya agar tidak dapat bergerak, yang mana tetap saja gagal karena Ratna masih dapat menariknya. Sialan sepatu kets yang digunakannya ini, niatan agar dapat kabur, malah mempermudah pekerjaan Ratna. Hingga ia yang memeluk dinding agar tidak dapat digeret memasuki lift. Ia tidak peduli beberapa mata memandang ke arah mereka saat melewatinya. Rasa malunya sudah dibuang ke laut, "Mbak, sumpah gue tungguin di sini aja nggak masalah."
Bak tiba-tiba memiliki masalah pendengaran, Ratna sama sekali tidak menggubrisnya. Perempuan itu justru asyik memperbaiki make up yang berantakan akibat usahanya menggeret Joka di cermin toilet perempuan. Ia mendengkus, lebay sekali jika harus berpenampilan heboh hanya demi artis yang bahkan tidak akan tahu keberadaannya.
"Lo nggak mau beresin?"
"Beresin apaan?"
"Itu, muka lo yang berantakan macam puzzle." Ucapan Ratna itu otomatis membuatnya mendelik. Ia melihat ke cermin kamar mandi yang selalu membuat perempuan mana pun tampak cantik dengan pencahayaan yang tepat dan warna yang menunjang agar yang bercermin mencolok. Wajahnya yang terpantul di sana memang tidak ada sapuan make up sama sekali. Joka hanya menggunakan skincare setelah mandi tadi, benar deh, ia sibuk memikirkan bagaimana kabur makanya ia tidak sempat memikirkan untuk tampil paripurna dengan segala perlengkapan perangnya. "Siapa tahu ada cowok ganteng dari divisi lain, Jo. Lumayan buat lo gebet. Ini kan acara satu kantor."
Merasa Ratna ada benarnya juga, Jo menyambar alat makeup Ratna yang berada di dalam pouch hitam. Berbeda dengan perlengkapan perangnya yang ada primer, concealer, bronzer, highlighter dan lain-lainnya, Ratna hanya membawa lipstick dan compact powder. Ia berdecak, salahnya sendiri yang hanya membawa tas kecil agar niat kaburnya terealisasi tanpa hambatan. Ia mengaplikasikan kedua benda itu di wajahnya, sedikit menambahkan lipstick berwarna pink itu di pipi dan kelopak mata lalu men-tap-nya agar sedikit berwarna. Desperate times call for desperate measures.
Cukup puas dengan wajahnya yang tidak lagi terlalu pucat, ia menggosokkan parfum mini yang selalu tersedia di setiap tas ke pergelangan dan juga belakang telinganya. "Okay, gue siap keluar. Tapi jangan maju ke depan panggung, ok? Gue nggak siap digiles sama fans bar-barnya."
"Siap!"
Mereka keluar dari toilet dan langsung menuju hall yang digunakan untuk acara kantornya. Dari jauh pun ia samar-samar dapat mendengar suara musik berdentam dan begitu masuk mulutnya sedikit terbuka. Hall ini lebih mirip seperti kelab malam yang dipindahkan ke tempat ini ketimbang hall yang biasa mereka gunakan jika ada pertemuan akbar. Lampu disko yang menggantung tinggi di langit-langit serta pencahayaan yang berwarna-warni yang ditembakkan dari segala arah sangat mendukung musik yang diputarkan oleh DJ. Orang-orang asyik meliukkan tubuh di tengah ruangan. Ini bahkan belum benar-benar malam tapi ia dapat melihat beberapa orang sedang minum-minum di bar yang secara ajaib muncul di dalam ruangan ini. Well, tidak ada yang dapat melewatkan kesempatan minum gratis, begitu pula dirinya yang langsung menuju bar itu dan memesan satu gelas untuk menghilangkan rasa gugupnya.
"Gila, itu panggungnya lumayan juga ya." Ratna menunjuk dengan dagunya ke arah panggung yang lebih tinggi dari lantai. Sekitar satu meter lebih tinggi dengan ukuran cukup besar yang dapat menampung beberapa alat musik, yang ia tahu hanya gitar dan drum. Jangan tanyakan padanya perbedaan antara dua gitar yang berada di atas panggung yang dijaga oleh petugas keamaan itu, baginya kedua hal itu adalah gitar. Titik. Panggungnya sendiri bukan jenis yang akan ditemuinya di tempat konser, tetapi pencahayaan serta sound yang dipasang di sana lumayan besar dan ia yakin tidak akan mau berdiri di dekat sana nanti. Mungkin di seberangnya atau di luar hall ini lebih aman bagi telinganya.
"Apa sih Mbak yang lo suka dari band ini?" oh, tampaknya ia salah memilih topik karena mata Ratna berkilat-kilat dan selama satu jam ia harus mendengarkan ocehannya hingga MC mengumandangkan hal yang membuat seluruh perempuan histeris.
"Ini dia penampilan yang kita tunggu-tunggu! Eros!" dan seperti dikomando, seluruh perempuan mengelilingi panggung. Teriakan histeris tidak berhenti digaungkan oleh mereka saat MC memanggil nama dari personel band itu satu persatu. "Dan yang terakhir adalah Ezra!"
"Gila! Seksi banget! Seksi banget!" Ratna menarik-narik lengannya dan melompat-lompat dengan girang. Seakan lupa daratan, janji yang diucapkannya tadi pun sudah terhempas jauh dan perempuan itu menggeretnya ke dekat panggung. Ia sendiri masih tidak percaya dengan matanya. Ia tidak mengindahkan ketiga pria lain yang berdiri di panggung yang sama dengan Ezra, matanya tertuju ke pria itu saja. Joka yakin di kegelapan tempat ini, pria itu tidak akan mampu melihatnya. Seluruh rasa malu dan gengsinya tergerus habis dengan pemandangan yang tersaji di panggung.
Ezra dengan kaos tanpa lengan dengan potongan rendah, rambut ikalnya diikat tinggi-tinggi sehingga mempertontonkan tato yang menghiasi leher hingga ke lengannya. Jangan tanyakan bagaimana caranya ia bisa tahu, karena itu tidak relevan dengan keadaan hatinya sekarang yang sudah carut-marut. Atau seberapa penasarannya Joka akan tato di tempat lain, apakah sudah bertambah atau belum? Tubuhnya terhimpit dari berbagai arah, membuat Joka tersadar dari lamunannya dan mengambil langkah mundur dari sana, membiarkan Ratna dengan kehisterisannya dikelilingi oleh perempuan lain yang tidak kalah histerisnya. Ia harus cepat-cepat keluar dari tempat ini sebelum mendengar suara pria itu lagi.
Namun langkahnya berhenti saat telinganya menangkap suara yang kasar dan rendah. "Selamat malam semua, sudah siap mendengarkan lagu kita?" tidak harus menoleh pun ia dapat melihat senyum menggoda yang kini pasti tengah terpasang di bibir Ezra. Memori secara deras membanjiri otaknya, menggelitik setiap sel dan menghasilkan desiran di dalam perutnya.
Ingatan sialan!
3/9/21
KAMU SEDANG MEMBACA
Flutters [FIN]
RomanceJoka Manurung menyukai kestabilan. Deretan mantannya adalah pria-pria yang memiliki title yang sama. Pekerja kantoran dengan karier yang gemilang dan secemerlang masa depan yang dibayangkannya jika sudah menikah nanti. Oh, jangan salah sangka. Joka...