16

21 1 0
                                    

Selama sekolah menengah pertama, gue pikir gue menjadi orang yang lebih aktif di bidang ekstrakurikuler. Khususnya Pmr. Walau awal gue masuk bisa dibilang kejebur juga sih. Berkat paksaan salah satu temen gue, Gita, untuk nemenin dia rapat dengan dalih "sebentar aja kok" gue malah disangka Kakak kelas beneran ikut Pmr dan berakhir nama gue dicatat dalam daftar anggota baru.

"Yaudah sih. Lo jalanin dulu aja, siapa tau beneran tertarik?" Ujar Gita saat itu

Gue mendengus kesal. "Ya ya ya. Kalo lo bukan temen gue. Udah dari tadi gue cabut tanpa harus kejebak kayak gini."

Gita cuma bisa cengengesan waktu ngeliat gue nggak bisa berkutik. Berawal dari keterpaksaan, saat itu gue yang masih siswi baru belum memilih ekstrakurikuler wajib yang akan gue ambil. Sampai akhirnya gue beneran resmi menjadi anggota Pmr.

Kegiatan sekolah gue bisa di bilang baik-baik aja. Semua berawal dari kegiatan pmr yang mana beberapa kali dalam seminggu gue harus pulang telat dari biasanya. Kita latihan di lapangan barengan sama jadwal anak Paskibra. Hari itu entah gue yang mulai bosan dengan arahan pembina, jadi cuma masuk kuping kanan keluar kuping kiri. Mata gue emang menatap ke depan, tapi fokus gue terpecah ke salah satu paskibraka yang lagi memimpin pasukan.

Badan tinggi juga tegap, mata yang menatap lurus dan tajam, serta suara yang lantang mampu menghipnotis gue sepersekian detik. Atau bahkan menit. Untungnya gue berada di barisan paling belakang, sampai nggak tau berapa lama pandangan gue manatap kearah cowok itu. Sepercik penasaran tumbuh dalam benak gue. Kira-kira siapa ya nama cowok itu.

Waktu berlalu hingga tak terasa setahun sudah gue menjadi anak Pmr merangkap menjadi pengagum rahasia juga. Selama setahun itu, banyak hal yang gue perhatikan tentang cowok itu. Tentu dalam jarak jauh, mana berani gue menunjukkan terang-terangan eksistensi gue bahkan dalam alasan receh sekalipun. Seperti pura-pura lewat depan dia, atau sekedar menanyakan nama yang mungkin salah satu temen gue tahu.

Di kelas 8 gue sama Gita dipertemukan kembali dalam satu kelas yang sama. Berbeda dengan teman-teman gue yang lain. Mereka semua terpencar. Meski sesekali saat pas- pasan masih bertegur sapa. Tapi gue rasa intensitas kedekatan kita saat kelas 7 jadi nggak sedekat dulu. Dari ke empat temen gue, cuma Gita yang bikin gue nyaman sejadi-jadinya. Walaupun Gita belum tahu gue menjadi pengagum rahasia anak eskul sebelah.

Entah kenapa gue jadi semangat tiap kali ikut Pmr. Walaupun beberapa kali mata gue nggak menemukan sosok yang gue cari. Besok atau besok-besoknya lagi gue akan tetap melakukan hal yang sama. Bisa dibilang semenjak saat itu fokus gue selalu terpecah dengan memandangi orang yang menarik perhatian gue. Gita, yang gue pikir nggak tahu kalo diem-diem gue merhatiin cowok itu, suatu hari di bawah pohon bougenville selepas jam olahraga usai, dia berbicara secara gamblang.

"Ryu, jangan lo kira gue nggak tau ya lo diem-diem suka merhatiin, Kak Alfa."

Gue kaget? Sangat jelas. Tapi, sebisa mungkin gue bersikap biasa aja. Juga sebenarnya gue nggak tau siapa Alfa yang Gita maksud. Apa mungkin cowok yang selama ini gue perhatiin?

"Alfa???"

"Anak paskib yang suka lo liatin waktu kita Pmr. Namanya Alfa."

Gue masih mencerna apa yang Gita bilang.

"Akting lo jelek asli. Gue tau kali,Yu, lo suka merhatiin Kak Alfa waktu lagi mimpin barisan, waktu dia ngasih arahan sama adek kelas, waktu dia kepanasan karena kelamaan dijemur di lapangan dan lain-lain."

Kali ini gue menatap Gita serius. "Git?"

"Naon?"

"Lo nggak suka sama gue kan ya?"

Bugh

Gita menabok bahu gue kencang. "GILA AJA KALI GUE SUKA SAMA LO!"

"Sttt Gita! Congor lo kecilin dikit kek. Lagi siapa suruh lo meratiin gue segitunya banget."

Gita mengibaskan sebelah tangannya.
"Mau nitip salam nggak? Kebetulan gue lagi ngegebet temen sekelasnya dia, si Haidar. Bisa lah kalo sekedar nitip-nitip salam doang sebelum mereka lulus loh."

Mata gue otomatis membelalak. "NGGAK!"

Gue mendekat ke arah Gita supaya nggak ada orang lain yang dengar.
"Git, Kak Alfa pasti banyak yang suka, dan gue lebih nyaman kayak gini aja. Jadi mending lo diem, oke?"

Gita cuma cengengesan sambil mengangguk. Gue percaya dia nggak akan melakukan itu untuk mempermalukan temennya sendiri.

Gita banyak membocorkan informasi mengenai Alfa karena memang cewek itu lagi dekat dengan salah satu temannya Alfa, Haidar. Mengetahui banyak hal tentang Alfa cukup membuat gue merasa senang tanpa berharap lebih untuk sekedar di notice. Gue cukup tahu diri untuk nggak melangkah maju.

Hingga tiba dimana Gita resmi berpacaran sama Haidar. Sebagai teman, gue turut bahagia melihat temen gue bahagia. Pendekatan  cinta monyet mereka setidaknya tidak berbuah ketidakpastian atau berakhir ditinggalkan.

Kedekatan antara gue dan Gita, yang gue pikir akan selalu baik-baik aja nyatanya semua nggak sesuai ekspektasi gue. Suatu hari sepulang sekolah yang memang saat itu kegiatan eskul terpaksa di liburkan karena sekolah akan mengadakan penilaian. Gue dan Gita memilih untuk langsung pulang. Mungkin saat itu takdir memberi gue kesempatan untuk bertemu Alfa dalam jarak lebih dekat setelah satu tahun lebih lamanya. Di depan gerbang sekolah, gue yang lagi menunggu jajanan tiba-tiba dibuat terkejut.

"HAIDAR!" Teriak Gita membuat gue sempat menoleh sedikit

Tepat saat itu. Alfa berserta gerombolannya termasuk Haidar mendekati Gita juga gue? Gue tiba-tiba jadi salah tingkah. Mau nafas rasanya sesak. Mau noleh rasanya badan gue kaku. Mau manggil Gita rasanya suara gue mendadak hilang. Nggak lama Gita sama Haidar sempet bisik-bisik yang jelas gue nggak tahu apa. Haidar menatap Alfa kemudian membisikkan sesuatu yang cukup bisa didengar orang sekitar.

"Tuh yang gue bilang suka sama lo."

Jantung gue tiba-tiba berpacu dalam melodi. Ini maksud Haidar apa ya. Bikin gue jadi mikir yang dimaksud Haidar itu gue. Soalnya cuma ada gue dan Gita yang lagi jajan teh sisri di warung Bu atun.

Gue masih dalam keterkejutan dan memilih nggak berani balik badan.

Alfa sempat tergelak. "...... Siapa namanya, Dar? Ayu? Ryu?"

[AADC] - Ada Apa dengan CoronaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang