[#kasircantikseries1]
Ketika kamu tak pernah menjadi prioritas, maka dirimu lah yang harus memprioritaskan diri sendiri. Bila kamu tak cukup berarti untuk mereka, maka hargailah dirimu sendiri. Kalau kamu sudah lelah, maka jangan istirahat. Tinggalk...
“Orang bandung, ya, Neng?” ada ibu-ibu yang mungkin seumuran dengan mamanya duduk berhadapan dengan Dilya di kereta. Ia memberikan ibu itu senyuman.
“Iya, Bu. Mau jenguk orang rumah mumpung libur.”
“Kerja di Jakarta, ya?”
“Iya, Bu. Ibu orang bandung juga?”
“Saya asli padang, suami saya yang orang bandung. Tapi cewek Bandung cantik-cantik, ya, kayak enengnya.”
Dilya di buat tersipu dengan pujian ibu itu. “Ibu bisa saja. Oh iya, nama saya Dilya.”
“Cantik namanya kayak orangnya, naman ibu Raehana. Panggil ibu ana aja.”
“Iya, Bu. Mau ke bandung juga, ya, Bu? Eh, saya ada roti ini, ibu mau?” tawar Dilya. Roti dan Dilya sudah seperti upil dan ingus satu Paket ada dalam hidung. Terlalu malas memasak membuat dara itu memilih roti yang lebih simpel bisa dimakan dalam keadaan apapun, sambil lari atau sambil panjat tebing bisa.
“Terima kasih, Neng, tapi ibu Kenyang. Tadi sempat makan sebelum naik kereta.”
“Saya makan dulu, ya, Bu.”
Selama perjalanan Dilya berbincang asik dengan Raehana. Di stasiun mereka berpisah setelah tadi sempat bertukar nomor ponsel.
“Dek?”
Ibra—kakaknya rupanya menjemput hingga ke dalan stasiun. “A’?” sapa Dilya dan langsung menyalimi saudara tertuanya itu. “A’a lama nunggu?” tanyanya sambil berjalan beriringan.
“Enggak, a’a baru nyampai tadi terus langsung masuk nyari kamu. Siniin tas kamu biar a’a yang bawa.”
“Enggak usah, A’. aku aja, ringan kok ini.” Dilya hanya membawa peralatan mandi dan skincare dan dua potong baju.
