s e v e n

765 67 4
                                    

Jam dinding saat ini menunjukkan pukul 10 pagi. Seperti biasa hal yang dilakukan zayn hanya duduk di samping jendela kamarnya. Ia melihat keadaan bawah yang dipenuhi banyak directioner. Seperti hari kemarin, banyak directioner yang berada di depan rumahnya sambil meneriaki nama zayn. Sesekali mereka menyanyikan lagu 'summer love' lalu setelahnya mereka akan berteriak dengan kompak 'we love you zayn!'

Zayn memandangi para directioner itu dengan tatapan kosong. Ia kembali melamun. Cukup lama.

'ZAYN! KAMI AKAN SELALU MENDUKUNGMU!" teriak salah satu directioner yang akan diusir oleh petugas keamanan.

"YA, ZAYN ITU BENAR!"

"WE LOVE YOU!"

"ZAYN KAU PASTI MENDENGAR INI, KAMI HANYA INGIN MENGATAKAN BAHWA KAMI SANGAT MENDUKUNGMU SAMPAI KAPANPUN. KELUARLAH DAN LAKUKAN SESUATU!" teriakan itu membuat zayn tersadar dari lamunannya. Ia melirik seorang directioner yang berteriak barusan. Beberapa petugas keamanan sibuk mengusir mereka agar berhenti berteriak yang membuat tetangga lain terganggu. Bagian dari dirinya ingin mengikuti kata directioner yang berteriak tersebut, tapi rasa semangatnya sudah pupus. Ia hanya bisa menonton proses pembubaran directioner tersebut hingga benar-benar usai.

Sebelum directioner tersebut benar-benar pergi, Ia sempat melihat kata-kata yang berbau menyemangati pada lembar karton yang dibawa directioner. Adapun juga beberapa directioner yang memakai topeng the boys dan membawa papan yang bertulis

'i love you zayn' hal itu tak menggerakkan hatinya. Ia kembali menjadi lemah. Kendati teringat akan the boys yang pasti sudah sangat kecewa dengan keputusannya. Ditambah lagi dengan para fans yang juga terlalu banyak kecewa dan sedih. Sungguh ia tak ingin membuat fansnya kecewa apalagi bersedih. Ia merasa semakin bersalah. Menyalahkan diri sendiri, dan tetap berada didalam kamar selama berhari-hari. Kehilangan semangat hidup dan tak memiliki gairah.

Zayn hanya bisa menghela nafas putus asa sambil menutup kembali gorden jendela. Beberapa detik kemudian ia menghempaskan diri kekasur. Menikmati kembali keadaan sebelumnya yang baik-baik saja didalam dunia mimpi.

****

Liam menempelkan handphonenya ditelinga. Ia terlihat risau saat ini. Setelah beberapa kali mendengar nada sambung tersebut habis, ia akan kembali menelpon orang yang dituju tanpa henti. Setelah berkali-kali menelpon namun tak kunjung ada jawaban, liam pun menyudahinya. Dia mematikan panggilan itu dengan putus asa.

"Dia masih tak mau menjawab telpon dariku." ujarnya sedih sembari duduk di sofa tempat the boys saat ini sedang bersantai.

"Waliyha mengatakan dia mengetahui panggilan itu, tapi dia sengaja tak mengangkatnya." sahut niall sembari menyodorkan minuman kaleng pada liam. Liam mengambilnya dengan malas. Lalu membuka minuman tersebut yang mengeluarkan bunyi sangat khas sesudah itu ia meneguknya sedikit.

"Tapi apa alasannya untuk tidak mengangkat telpon dariku? Padahal dia pasti tahu bahwa kita semua merindukannya dan ingin mengetahui bagaimana kabarnya." protes liam tak terima. Ia sedikit kesal saat ini namun disisi lain dirinya, ia merasa ingin menangis lantaran sangat kecewa.

"Aku tidak tahu, waliyha sendiri merasa takut untuk berkomunikasi dengannya. Dia masih dalam keadaan yang emosional." lanjut niall.

Clek..

Pintu ruangan itu terbuka menampakkan seorang wanita setengah baya dengan setelan kerjanya. Pandangan the boys segera mengarah kepada wanita itu.

"10 menit lagi acaranya akan dimulai, ayo bersiap-siap." perintah wanita itu. The boys bangkit dari sofa tempat mereka duduk dengan malas. Mereka berjalan keluar ruangan membuntuti wanita itu.

"Untuk sekarang jangan dipikirkan dulu li." ucap niall sembari menepuk pelan pundak liam. Liam hanya diam sambil ikut berjalan keluar ruangan.



Hello Zayn, How Are You?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang