2. Tentang Jendra Sandyakala

244 50 6
                                    

Lahir dan besar dalam keluarga yang berada, tidak membuat Jendra Sandyakala dan kakaknya, Aldimas, menjadi anak yang manja. Sedari kecil, kedua orang tua mereka sudah mengajarkan kedua anak laki - laki nya untuk hidup secukupnya, kerja keras, dan bersyukur. Semua pencapaian yang dimiliki oleh keluarganya pun tak luput dari usaha sang Ayah dan Bunda yang merintis usaha bersama dari nol.

Dimas dan Jendra kecil sangat mengagumi ayah nya yang sangat bekerja keras untuk keluarga nya. Sehingga, kini mereka berdua pun tumbuh menjadi dua laki - laki dewasa yang mandiri dan sederhana.

Bisa bekerja di salah satu perusahaan start up idaman banyak orang, cukup membuat Jendra puas dengan perjuangan yang sudah dia lalui selama ini. Dimulai dari belajar mati - matian tanpa tambahan les atau private. Seluruh kerja keras nya pun kini terbayar. No pain no gain, no sacrifice no victory. Begitulah motto hidup Jendra.

***

Hari ini hari Jumat. Bekerja di perusahaan start up membuat Jendra memiliki jam kerja yang tidak menentu. Terkadang dia masuk jam 8 pagi, kadang jam 11 siang, tergantung dengan panggilan tugas dari team leader nya. Hari ini Jendra harus ke kantor pagi, karena semalam team leader Jendra, Diaz, meminta seluruh anggota team nya untuk hadir dalam team meeting bulanan. Jendra berangkat jam 6 dari rumah, karena hari ini mobil pribadi nya sedang ngambek alias rusak. Ia memutuskan untuk menggunakan kereta karena jarak kantor dan stasiun terdekat cukup dekat, bisa berjalan kaki.

Ketika Jendra sampai di stasiun dekat rumahnya, kereta masih sangat kosong sehingga dia bisa memilih tempat duduk dimanapun dia mau. Dia memilih duduk di kursi panjang paling ujung. Setelah menunggu beberapa menit, kereta pun akhirnya berangkat. 

Jendra melirik kedepannya dan terlihat gerbong kereta kini sudah penuh dengan puluhan manusia yang hendak bekerja atau sekolah. Ketika kereta tiba di stasiun transit, seorang wanita dengan blazer coklat panjang yang menutupi dress formal yang mungkin ada dibalik nya. Gadis itu menyita perhatian Jendra. Bagaimana tidak, gadis itu berjalan luntai sambil menundukkan kepala nya. Mata Jendra pun mengikuti arah gerak sang gadis. Gadis tersebut mengangkat kepala nya dan tatapannya mengarah keluar jendela kereta, seperti sedang memikirkan sesuatu. Rambut gadis itu panjang terjuntai keluar dari blazer yang ia kenakan. "Cantik", gumam Jendra. Entah tersambat apa, Jendra pun berdiri dari duduk nya dan mencolek gadis yang kebetulan berdiri di sisi samping bangku nya, "Mba mau duduk?" tanya nya sopan. Sang gadis mengalihkan perhatiannya ke Jendra yang sudah berdiri di samping nya, sedikit terkejut karena colekan Jendra. "Eh? Gapapa Mas, saya masih kuat berdiri kok" tolaknya. Jendra pun tersenyum halus, "Kalo duduk bisa tidur dulu setidaknya 5 menit Mbak, silahkan duduk aja. Saya turun di stasiun berikutnya kok." Mendengar itu mata sang gadis berbinar dan dia menjadi sumringah, "Makasih banyak ya Mas!" dan ia bergegas duduk.

Jendra pun memilih duduk di depan gadis itu sambil berpegangan pada tiang didekatnya. "Turun di Stasiun mana Mba?" tanya Jendra, si gadis mendongak melihat wajah Jendra yang sedang melihatnya juga, "Pasar Minggu Mas." balasnya disertai dengan sebuah uapan ngantuk. Belum sempat Jendra bertanya lebih lanjut, gadis di depannya sudah menundukkan kepala nya, ia sudah tertidur. Melihatnya, Jendra pun tersenyum simpul. Jendra mengambil handphone nya di dalam kantong jaketnya dan mengetik sesuatu.

"Yaz, gue izin telat sampe kantor ya, kereta mandet nih."


Kini kereta sudah berada di Stasiun Pasar Minggu, melihat gadis di depannya masih tertidur pulas, Jendra pun membangunkannya. "Mba.." panggil Jendra pelan seraya mencolek bahunya. Gadis tersebut membuka matanya dengan terperanjat, "Eh?" tanya nya linglung, "Mbak udah di Stasiun Pasar Minggu, mau turun kan?" tanya Jendra. Si gadis hanya mengangguk, "Makasih banyak ya Mas," gadis itu pun melihat jam tangan yang ada di pergelangan tangan nya, "Duh ya ampun telat deh ah!" ringis nya dan segera berlari keluar kereta. Jendra ikut turun di belakang nya, namun gadis tersebut sudah berada jauh di depannya karena si gadis berlari. Ada rasa kecewa dalam diri Jendra karena ia tidak sempat mengucapkan 'sama - sama' setidaknya. Jendra pun melanjutkan perjalanan ke kantor nya dan berharap bisa bertemu lagi dengan gadis itu suatu saat. Yah walaupun kemungkinannya sangat kecil sekali.

**

"Loh Jen, tumben? biasanya lo dateng paling duluan dibanding yang lain?" tanya Diaz saat Jendra datang, Jendra menghempaskan dirinya di bangku yang berada di seberang Diaz. "Ada kendala tadi di kereta Yaz. Nunggu ojek nya juga agak lama." balasnya. Diaz pun mengangkat sebelah alisnya, terheran dengan jawaban Jendra, "Lo naik ojek dari stasiun Jen? sejak kapan lo manja dari Stasiun Tebet kesini naik ojek?". Jendra pun tertawa singkat, "Gue turun di Stasiun Pasar Minggu tadi, kelewat, ketiduran hehe." Diaz pun hanya memberikan ekspresi puas karena semua ke-kepo-an nya sudah dijawab. "Belum mau mulai kan Yaz? Gue cari kopi dulu deh bentar ya, supaya semangat." ucapnya seraya berdiri hendak keluar ruangan rapat tersebut, "Nitip Jen, iced latte ya! Duit nya gak gue ganti." ucapan Diaz diberi tatapan tajam dari Jendra dan yang mengucapnya hanya tertawa karena sudah berhasil menjahili temannya. 

Diaz dan Jendra memang memiliki hubungan Team Leader - Staff di kantor, namun diluar pekerjaan, mereka adalah teman dari SMA. Diaz dan Jendra pergi ke sekolah SMA dan Universitas yang sama. Namun, bukan berarti Jendra bisa seenaknya bersikap ke Diaz karena Jendra pun sangat menghormati ia sebagai Team Leader-nya.

**


Pukul 4 sore, team meeting pun akhirnya berakhir. Setelah seharian duduk dan berdiskusi, Jendra mengeluarkan nafas lega karena akhirnya ia bisa mengistirahatkan otaknya. Jendra pun segera mengambil jaket dan tas nya, hendak pulang. "Langsung pulang Jen?" tanya Tania, teman wanita satu team Jendra satu - satunya. Jendra menggeleng, "Nggak, gue ada janji sama temen gue." Tania pun mengikuti langkah Jendra dari belakang, "Yah baru gue mau nebeng sampe Kampung Melayu." ucapnya sambil tertawa. Memang hanya Jendra satu - satu nya yang suka membawa mobil ke kantor, alhasil teman - teman nya sering menjadikan kesempatan untuk nebeng sampai tempat tertentu dengan Jendra. "Gue lagi gak bawa mobil, ngambek dia. Gue naik kereta." balas Jendra, ia pun melambaikan tangannya ke teman - teman nya, "Duluan ya semua." Teman - teman nya hanya membalas dengan anggukan dan sorakan "Yoo hati - hati". 

"Jendra keren banget ya, masih jomblo tuh yakin?" tanya Tania setelah Jendra menghilang. Diaz tertawa mendengar ucapan Tania, sebagai seseorang yang paling lama mengenal Jendra, ucapan wanita itu terdengar lucu olehnya. "Yang deketin banyak, tapi pada gugur. Jendra tuh, kaya phobia cewek, heran gue. Pas semester akhir dulu bahkan cewek paling cantik satu fakultas bela - belain confess duluan ke dia, eh ditolak. Alasannya lucu banget, gak mood pacaran, katanya." Tania yang mendengar itu hanya bisa geleng - geleng kepala. 

Jendra, Jendra, lucky banget yang jadi cewek lo nanti, batinnya.


***


Jendra Sandyakala (Jendra)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Jendra Sandyakala (Jendra)

IT Developer, 27 tahun.

"Gue males dengerin orang ngomel, tapi kalo itu Kala, bisa dibicarakan baik - baik."


***

Salam kenal semuanya! This is my very first published story on my draft. Actually, I have lots of story I had write but I always got zero confidence to publish it. Anyways, one of the reason why I decided to publish this one is because...pengen berbagi keluh kesah dan (semoga) bisa saling menyemangati di tengah hiruk pikuk kehidupan lewat cerita ini.

I use Red Velvet's Joy and SEVENTEEN's Wonwoo as the muse here (but feel free buat mikir characters lain kok!). All the things I write here has no correlation at all to the real artist ya, jadi jangan sampai melewati batas. 

Hopefully, ada yang suka sama cerita ini dan makasi kalau misalkan ada yang mau repot - repot baca my (lame) story. Happy reading! xx. 

Filosofi HiuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang