9. Puncak

152 39 5
                                    

Dulu saat Kala masih SMA, Kala sangat mengagumi para kakak kuliah yang tengah disibukkan dengan skripsi nya. Mereka rela berjam - jam berkutat di depan laptop nya sambil beberapa kali menyisip kopi yang dipesan. Melihat itu, membuat Kala SMA tidak sabar untuk masuk ke dunia perkuliahan. Setelah menjadi mahasiswa, lagi lagi Kala dibuat kagum dengan para pegawai kantoran yang sudah bisa menghidupi dirinya sendiri. Saat ini, setelah keinginannya tercapai, Kala menyesali semua itu. Kehidupan kerja tidak 'sekeren' itu, rasanya ia ingin kembali kuliah saja dimana dirinya hanya disibukkan oleh skripsi dan tugas saja. 


"It's human's nature," begitu kata Jendra saat Kala bercerita. "Manusia memang pada dasarnya makhluk serakah La. Tidak akan pernah merasa puas dengan yang sudah didapatkan. Nah disinilah peran bersyukur sangat berperan," lanjutnya, Kala hanya menatap kosong ke jalanan dari jendela mobil Saat ini mereka berdua tengah berada dalam perjalanan menuju Puncak pass

"SMA maunya kuliah, kuliah maunya kerja, kerja maunya balik kuliah. Belum aja nih minta dilamar" candanya yang membuat Kala melebarkan kedua matanya penuh, "Ih nggak! Belum siap," Jendra mengemudikan mobilnya dengan santai, kebetulan hari ini adalah weekend dan keduanya tidak bekerja besok. Jadi tidak perlu buru - buru untuk sampai. 

"Kenapa belum siap?" "Ya belum ada pasangannya?" jawabnya polos. Keduanya sama - sama terdiam namun saling menatap canggung, "Jangan suruh aku minta dijodohin, aku belum siap beneran deh Jen!" seperti menangkap ekspresi muka Jendra, ia segera menyanggah pikiran aneh yang ada di dalam pikiran laki - laki tersebut. "Ih kok jadi ngomongin nikah sih?" pekiknya. Memang kalau bahas - bahas pernikahan seperti ini Kala bisa salting sendiri. Padahal pertanyaan Jendra wajar saja ditanyakan. Jendra tertawa seraya mencubit pipi Kala pelan, sungguh ia gemas sekali dengan pipi Kala yang tiba - tiba menjadi merah. Obrolan sensitif tersebut akhirnya berakhir karena Jendra baru saja menghentikan mobilnya dengan sempurna di parkiran.

***

Saat ini mereka tengah berada di salah satu tempat makan yang berada di daerah Puncak pass. Entah apa yang dipikirkan Jendra saat tiba - tiba ia mengajak Kala untuk kesini, ngidam makan indomie yang di Puncak, katanya. Mereka memang tidak berencana untuk mampir ke tempat wisata atau semacamnya, karena memang tujuan mereka kesini adalah untuk makan dan healing. Well, quick healing. Mereka hanya butuh udara segar dan suasana yang sepi untuk mengembalikan energi mereka setelah berbulan - bulan berkutat di Ibu Kota.

Kala menatap pemandangan indah yang ada di depannya. Hamparan kebun teh yang tertutup sedikit kabut, udara dingin dan segar yang membuat Kala rela untuk berkali - kali menarik nafasnya. Sesekali Jendra melirik kearah gadis disamping nya, terlihat beberapa kali Kala mengeluarkan senyum nya. Manis sekali, mana bisa Jendra mengalihkan pandangannya? Pemandangan di depannya pun tidak dilirik sama sekali. Kala yang sedang tersenyum lebih indah, menurutnya. 

Jendra sendiri tidak yakin dengan dirinya. Apakah ia jatuh cinta pada Kala atau hanya sekedar mengagumi nya? Sosok Kala yang ia temui secara tidak sengaja di KRL beberapa bulan lalu, kini menjadi seseorang yang hampir tiap hari hadir di depannya. Kala yang baru masuk KRL beberapa bulan yang lalu mampu menyita seluruh perhatian mata seorang Jendra Sandyakala. Tahu apa yang membuat Jendra memperhatikan Kala? Senyum gadis tersebut yang seolah mampu menyihir seluruh tubuh Jendra untuk memfokuskan dirinya kepada kehadiran Kala. Saat gadis itu mengeluarkan senyumnya, kedua matanya ikut tersenyum, sangat manis, pikir Jendra sesaat setelah melihat Kala waktu itu. Senyumannya seakan bisa mengangkat seluruh keluhan yang ada dipikirannya. Ia pikir, ia harus berjumpa dengan gadis itu lagi, bagaimanapun caranya. Ia sampai rela berhari - hari berangkat dengan KRL demi bertemu dengan gadis itu, padahal kemungkinannya 1 dari 10.000 peluang.

Filosofi HiuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang