14. That Someone

153 36 7
                                    

"Apasih rahasia hidup santai kayak lo Jen?"

Pertanyaan yang hampir setiap hari didengar oleh Jendra. Apalagi dari mulut seorang Tania, rekan kerjanya. Tania sedari dulu benar-benar penasaran dengan apa saja yang Jendra lakukan kalau sedang dalam critical situation. Disaat orang-orang mulai panik dan repot, Jendra bisa santai dan tetap terlihat tidak terganggu sama sekali. He did stay unbothered.

Contohnya, pernah suatu hari client memberi informasi kalau waktu kunjungan mereka dimajukan. 3 hari lebih awal dari yang dijadwalkan. Sontak seluruh kantor panik, repot mempercepat kerjaan mereka. Tania sampai harus lembur sampai jam 11 malam di kantor. Diaz bahkan sampai tidak sempat makan siang. Disisi lain, Jendra dengan santainya mengerjakan tugasnya seperti biasa. Tidak terburu-buru, tidak sampai lembur, tidak sampai lupa makan siang. Kerennya, tugasnya selesai di hari yang sama.

"Duluan ya guys" sautnya saat jam masih menunjukan pukul 7 malam. Tania dan rekannya yang lain menatapnya takjub.

"Hah? lo udah kelar Jen?" Tania memekik terkejut sampai bangun dari duduknya. Jendra hanya mengangguk kearahnya. "Emangnya kenapa?"

Emangnya kenapa, katanya.

Diaz memberi Jendra sebuah tepukan kencang dari ruangannya. "Gila. Emang gak salah pilih gue" ujarnya. Jendra hanya tertawa pelan dan ia pun berjalan keluar ruangan.

Tidak ada tips khusus untuk hal tersebut. Prinsip hidup Jendra itu hidup dibawa santai. Kalau ada masalah, ya hadapin. Jalanin, kalau kita panik malah memperlambat masalah. Lebih baik hadapi dengan tenang, jalani, dan selesaikan. Begitu prinsipnya.

Sebenarnya, Jendra awalnya juga kesulitan menerapkan prinsip hidup seperti itu. Namun ia belajar banyak dari seseorang dan kakaknya, Dimas.

***

Kalau Tania bilang Jendra orang yang santai, ia salah. Karena sebenarnya ada yang lebih santai lagi disbanding dirinya, yaitu kakaknya sendiri.

Prinsip hidup Dimas? tidak ada. Baginya jalani saja hidup. Live your life while you can. Kerja keras secukupnya, istirahat secukupnya, senang-senang secukupnya. Dimas lebih sering main keluar rumah disbanding Jendra. Kalau weekend Jendra lebih memilih untuk diam dirumah, membantu Bunda beres-beres rumah atau sekedar service mobil atau motornya. Pokoknya produktif. Kalau Dimas lebih sering menghabiskan weekend nya dengan main bowling bersama rekan kantor atau teman kuliahnya. Dimas juga sering melakukan short trip. Ke Bandung sekedar untuk makan siang saja, atau ke Yogyakarta 2 hari sekedar karena rindu angkringan di Malioboro.

Walaupun teman Dimas banyak, namun Dimas belum pernah menjalin hubungan spesial dengan seorang wanita. Dimas punya teman dekat wanita, sangat dekat, sampai dikira pacar Dimas oleh si Bunda saat ia berkunjung ke rumah.

Namanya Sansa.

Sansa cantik, tinggi, pekerja keras. Mereka bertemu ketika masa kuliah dulu. Kebetulan satu jurusan dan satu universitas. Walaupun terbilang pekerja keras, Sansa sama santai nya seperti Dimas.

Jendra susah dekat dengan teman Dimas. Namun watak Sansa yang ceria dan sering SKSD kalau lagi kerumah, membuat Jendra malah jadi  klop banget temanan sama Sansa. Ketiganya sering pergi hang out bareng. Sudah gak heran kalau mereka sering staycation bertigaan, atau sekedar makan bakso pinggir jalan bertiga. Pokoknya kalau Sansa ngidam sesuatu, yang harus ikut Dimas dan Jendra.

Sansa juga sudah menganggap Jendra seperti adiknya sendiri. Kadang keduanya suka kerjasama ngerjain Dimas kalau lagi bareng.

***

Lima tahun yang lalu, mereka bertiga pernah liburan singkat ke Bali. Jadwal pesawat mereka take off jam 9 pagi, namun sudah pukul 8.45 Sansa belum juga terlihat di bandara. Jendra sudah setengah panik, kakinya bergerak kesana-kesini karena khawatir Sansa terlambat. Sedangkan Dimas hanya duduk santai sambil menyisip iced Americano nya. Matanya sibuk memperhatikan series yang ia putar di ponselnya. Melihat hal itu, Jendra menghentak kesal.

"Dim telepon Sansa lagi coba. 15 menit lagi take off nih" kesalnya,

"Santai sih Jen. Paling bentar lagi juga sampe kok. Jangan kaku amat dong. Kalau ketinggalan, tinggal re-schedule aja."

Jendra semakin kesal mendengar jawaban Dimas. Bisa-bisanya Dimas menjawab dengan tenang disaat seperti ini. Bahkan posisinya tidak berubah sama sekali. Ah, Jendra kesal sekali dengan abangnya dan temannya itu.

"JENDRA! DIMAS!" terdengar suara teriakan wanita yang Jendra tahu persis siapa pemilik teriakan itu.

Dilihatnya Sansa yang sedang melambai-lambai dari tempat pengecekan koper. Masih bisa ya dia tertawa-tawa seperti itu? Jendra semakin gondok.

"Sorry ya agak mepet, macet cuy Jakarta" ujarnya. Gadis itu melihat raut muka Jendra yang terlihat kusut sekali. Ia pun tertawa sambil mencubit pipi Jendra dengan kedua tangannya.

"Yaelah Jen, take off masih 10 menitan lagi kok. Kita naik jam 8.59 juga masih diterima kali. Udah ah, masa mau liburan mukanya jelek banget gitu. Nanti gakada cewek Bali yang nyangkut loh" candanya. Dimas ikut tertawa mendengar ucapan Sansa. Jendra kaku banget, ia pun berpikiran yang sama.

Untungnya pemandangan indah Bali dapat mengobati rasa kesal Jendra. Begitu sampai, ia sudah lupa dengan kekesalannya saat di Jakarta beberapa jam lalu. Ketiganya sibuk mengunjungi tempat-tempat wisata di Bali. Mencoba kuliner khas Bali, mengabadikan setiap momen berharga yang mereka lewati saat itu. Lalu hari tersebut mereka akhiri dengan melihat sunset dari pantai.

Suara desiran ombak, pasir lembut yang dapat mereka rasakan di kulit mereka, serta suara percakapan para turis berbahasa inggris, dan juga es kelapa muda yang mereka pesan membuat sore mereka semakin menarik.

"Jen" panggil Sansa. Matanya masih menatap kearah sunset yang sedang berlangsung.

"Iya?"

"Prinsip hidup lo apa? lo udah tau apa yang mau lakuin buat masa depan lo?"

Jendra mengarahkan kepalanya ke gadis yang duduk disampingnya. Matanya masih menatap lurus kedepan tanpa memperhatikan Jendra yang kini tengah menatapnya bingung.

"Pasti orang kayak lo mah punya kan rencana kedepan mau gimana kan?" tambahnya.

"Gak juga" jawab Jendra singkat.

Kini gadis itu tersenyum sambil menatap Jendra.

"Masa sih?" ia pun tertawa.

"Tau gak sih, alasan gue bisa temenan lama sama Dimas apa?"

Jendra menggeleng pelan.

"Gue sama Dimas tuh sama. Kita sama-sama belum punya tujuan hidup kedepan mau jadi apa, mau ngapain. Yah kalau kata orang tua jaman sekarang mungkin kita dibilang gak punya masa depan. Tapi menurut gue, tujuan hidup itu bakal hadir dan kebentuk seiring berjalannya waktu. Semakin banyak hal yang kita lakukan, semakin banyak pengalaman yang kita punya, semakin banyak teman yang kita temuin, tujuan hidup orang bisa berubah-ubah."

Jendra mengangguk setuju. Well, she got the point.

"Terus Dimas ngomong ke gue gini, daripada lo pusing-pusing mikirin hari yang belum tentu lo bakal lewatin, mending lo fokus dulu sama yang sekarang ada di hidup lo. Kerja, main sama teman yang masih keep in touch sama lo, spend time sama keluarga yang masih ada, dan lainnya. Ada benarnya juga kan? belum tentu gue besok masih hidup. Masih bisa lewatin hari. Manusia bisa pergi kapan aja kan?"

Jendra kembali menganggukan kepalanya. Obrolan mereka semakin dalam lama-lama. Namun, ia senang karena ucapan Sansa dan Dimas menyadarkan ia akan sesuatu. Selama ini Jendra terlalu kaku. Selalu ingin segala sesuatu berjalan sesuai rencana. Terkadang hidup tidak butuh rencana untuk dijalani.

Filosofi HiuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang