5. Sabtu bersama Jendra

133 40 5
                                    


Pagi pagi sekali jam 7 pagi, Kala sudah berada di salah satu gerbong kereta arah Bogor. Iya, hari ini hari Sabtu, weekend, dan Kala yang seharusnya bisa bangun siang karena libur, harus bergegas ke kantor nya karena ada hal urgent. "Gini amat sih hidup gue! Untung kereta sepi jadi bisa duduk." keluhnya sendiri. Sekitar jam 8, Kala pun sudah berada di meja kantor nya. Belum ada 10 menit ia duduk, nama seseorang pun muncul di layar handphone nya,"Bu Dewi".

"Halo selamat pagi Bu" sapanya riang pada bos nya itu.
"Pagi Kala cantik. Sorry ya diganggu weekend nya," tanpa basa basi, Bu Dewi pun langsung menjelaskan apa yang harus Kala lakukan hari ini. Singkatnya, Kala diminta untuk mengunjungi salah satu supermarket yang menjual produk perusahaannya. Nantinya, Kala akan bertemu seseorang yang sudah di infokan oleh Bu Dewi untuk mengambil data tentang survey kepuasan pelanggan. Hal yang wajar, karena memang Kala bekerja di bagian Research and Development. "Tapi gak minta tolong di weekend juga kali Bu.." keluhnya sesaat setelah ia mematikan teleponnya. Kala mendengus kesal, semua plan istirahat nya di hari Sabtu yang cerah ini mendadak batal karena "love call" dari sang atasan. Ia pun menarik nafas panjang dan segera bergegas berangkat menggunakan ojek online. Lebih cepat dikerjakan, lebih cepat selesai, pikirnya.

***

Sekitar pukul 11 siang, Kala sudah menyelesaikan urusannya. Kini tangan kanan nya menenteng setumpuk kertas survey kepuasan pelanggan. Ia pun memutuskan untuk mampir dulu sebentar ke sebuah kedai kopi yang ada di dekat mall tersebut, "Sudah rapih, sudah cantik, dan rencana istirahat pun sudah hancur. Pulang tanggung, sekalian aja ngopi sendiri." ujarnya pada diri sendiri. Setelah memesan iced vanilla latte, ia mengambil tempat duduk dekat jendela dan mulai membuka laptop nya. Bos nya itu sebenarnya bukan seorang bos yang killer, otoriter, atau semacam nya. Bu Dewi adalah bos yang sangat baik, tidak pernah mau mengganggu waktu istirahat karyawannya, well, jika tidak ada hal urgent seperti hari ini.

Kala pun mulai mensortir data yang ada di formulir ke laptop nya. Dia cek secara teliti satu persatu data nya sehingga tidak ada kesalahan. Saat sedang asik terfokus dengan laptop nya, seseorang menghampiri nya, "Kala?" tegurnya, bayangan orang tersebut cukup tinggi dan mendapatkan perhatian Kala karena bayangan itu tepat berada di depannya. Ia mendongakkan kepalanya untuk melihat siapa pemilik bayangan tinggi tersebut, "Loh..Bentar, Jendra kan ya?" ia mengusap matanya dua kali khawatir ada masalah dengan mata nya. Jendra tertawa, "Iya seratus buat lo." mata Jendra pun menangkap laptop dan kertas - kertas yang ada di meja Kala, "Boleh duduk? lagi kerja ya?" tanya nya kemudian. Kala segera menggelengkan kepala cepat, "Gapapa, duduk aja temenin aku." balasnya dengan senyuman manis nya. Hal yang disukai Jendra dari Kala adalah, saat Kala tersenyum mata nya juga ikut tersenyum. Sangat manis, pikir Jendra.

"Gue kira lo weekend bakalan libur La." ujar Jendra memulai percakapan. Kala menghentikan kegiatan mengetiknya dan kini fokus nya ada pada Jendra, "Libur kok. Ada kerjaan dadakan aja ini, karena rencana istirahat dirumah udah hancur, yaudah lanjutin aja deh." balasan Kala mengundang tawa renyah dari Jendra. Bagaimana tidak, dari suara Kala, ada sedikit nada keluhan yang keluar. "Oiya, Jendra sendiri? Kok kita bisa ketemu lagi ya" lanjutnya. "Gue ada urusan di sekitar sini, kebetulan udah kelar terus pengen ngopi, gatau kenapa random aja kaki gue masuk nya kesini." jelasnya seraya menyisip kopi di tangannya.

"Lucu ya La, dari banyak ketidak mungkinan, kita bisa ketemu lagi." kedua nya tersenyum malu, "Itu apaan La?" tanya Jendra penasaran dengan kertas yang sedari tadi dipegang oleh gadis di depannya itu. "Oh, ini formulir kepuasan pelanggan. Aku tadi abis ketemu sama PIC yang pegang produk perusahaan aku di supermarket.." ia menghentikan penjelasannya sesaat untuk mengambil nafas sebentar, "...soalnya udah mau akhir bulan Jen. Jadi harus evaluasi buat kedepannya." Jendra pun mengangguk paham, "Kerja di perusahaan makanan kesehatan?" tebak nya, "Bisa dibilang gitu sih...soalnya susu...produk kesehatan gak itu?", "Oh I see" Jendra pun langsung paham maksud dari formulir yang Kala pegangi.

"Masih butuh responden? gue bantu isi satu" ujar Jendra, entah keinginan untuk bantu Kala tiba - tiba muncul saja dalam benaknya. "Hmm boleh aja sih," balas Kala. Ia pun memberikan Jendra selembar formulir kosong dan sebuah pulpen dari tasnya, "Diisi semua aja Jen. Aku yakin kamu pasti pernah minum produk susu merk itu kan?" Jendra mengangguk, tentu saja. Produk susu perusahaan Kala tempat bekerja cukup terkenal. Produk susu yang bisa dikonsumsi oleh setiap kalangan dari segala umur (kecuali bayi). Bahkan mama nya selalu memberikan Jendra susu ini jika Jendra sedang tidak enak badan.

Jendra membaca satu persatu pertanyaan dan data - data yang ada dalam formulir itu, setelah dirasa cukup, Jendra pun mengisinya. 

"Udah nih La" Jendra menyerahkan kembali formulir nya kepada Kala, "Ih makasih banyak loh Jen udah ban..." kalimat Kala terputus sesaat ia melihat formulir yang diberikan Jendra. Kosong, ya, Jendra tidak mengisi apapun terkait pertanyaan survey. "Jen? kok yang diisi cuman data diri nya aja?" tanya Kala bingung, ia mengerutkan dahi nya. Jendra tertawa, "Anggap aja itu biodata supaya lo bisa lebih kenal gue," ia pun tertawa renyah. Walaupun ia tertawa, namun maksud dan jawaban Jendra adalah serius. 

Gadis itu masih mengamati formulir Jendra, "Loh Jendra ternyata Mas ku toh?" pertanyaan Kala cukup membuat Jendra tersipu malu karena Kala mengucapkan 'Mas ku'. Oke, Jendra yang dibilang phobia wanita ternyata semudah ini menjadi malu di depan Kala. "Maksudnya?" tanya lelaki itu tidak menangkap. "Oh maksud ku, Mas Jendra ternyata lahir dua tahun di atasku. Jadi kamu Mas buat aku?" lagi lagi, Jendra tersipu malu mendengarnya. Selama ini jarang sekali ada orang yang memanggil Jendra dengan panggilan untuk seorang yang lebih tua, seperti Mas / Abang / bahkan kakak. Jendra tidak begitu suka, ia menyuruh semua orang mau lebih tua atau lebih muda untuk memanggil nya dengan Jendra saja. 

"Kala seumur Dhanis?" Kala segera mengangguk, "Oh pantes. By the way, panggil Jendra aja. Gue gak masalah kok dipanggil nama. Dhanis aja manggil gue Jan Jen Jan Jen doang, santai." Kala masih memandangi formulir tersebut, "Oh oke. Maaf ya, soalnya aku dulu tinggal di kampungku di Jawa. Terbiasa memanggil dengan panggilan kaya itu" tawa Kala pun pecah akhirnya, membuat jantung Jendra rasanya mau melorot saja. "Pake aku kamu juga?" pertanyaan tambahan Jendra membuat Kala berhenti tertawa dan menoleh ke arah nya, "Maksudnya?" Jendra berdeham, "Maksud gue, lo terbiasa pake aku - kamu juga ya ke orang lain?" mulut Kala membentuk huruf O menandakan ia paham maksud pertanyaannya, "Iya hehe. Gak nyaman ya?" Jendra menggeleng mantap, "Gak Papa. Gue pake itu juga ke lo boleh?" "Mas, eh Jen, kalo mau apa - apa lakuin aja. Ga perlu izin kali, kan itu mulut kamu" balas Kala dengan sedikit terkekeh.

"Itu ada nomer gue loh La" ucap Jendra lagi, dan lagi lagi secara tiba - tiba. Kala mengangkat satu alisnya, "Te...rus?" dalam hati Jendra sudah mengutuk diri nya karena terlalu to the point. Rasanya ingin mengubur diri saja, bisa bisa nya seorang Jendra Sandyakala yang terlihat galak dan 'katanya' seperti model ini bisa segini terus terang nya kepada seorang wanita. "Gak mau disimpan? siapa tau lo butuh reparasi laptop lagi suatu saat, gratis sama gue." balasnya sedikit bercanda, agar tidak awkward. "Ya ampun Mas, eh Jen, lucu banget deh kamu. Bilang aja kamu mau aku chat, gitu." balasan Kala membuat Jendra malu sekali, ternyata, selain diri nya, Kala juga orang yang sangat to the point.

Hmm mungkin jodoh? batinnya, hehe.


***


Let me know your thought? I'll post another chapter and let me see for a week ahead about should I continue or nah. xx

Filosofi HiuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang