Kala, anak pertama dari dua bersaudara dengan keluarga dan kehidupan yang sangat sederhana. Dari kecil, Kala dan Asa, adiknya, terbiasa hidup seadanya. Apapun yang Kala inginkan, dia tidak pernah menuntut orang tua nya untuk memenuhinya. Kala sadar bahwa untuk membeli kebutuhan sehari - hari saja, mama dan papa nya harus mandi keringat terlebih dahulu seharian.
Kala tumbuh menjadi wanita yang dewasa, pengertian, dan pekerja keras. Kala bertekad dia harus mengurangi beban orang tua nya dan membantu keluarga untuk memenuhi kebutuhan. Sejak lulus kuliah, Kala getol sekali mencari kerja sana - sini, bahkan ia rela apply di tempat yang jauh sekali dari bidang kuliah nya. Akhirnya, ia diterima di sebuah perusahaan food and beverage swasta di kawasan Jakarta Selatan. Kala bersyukur karena ia tidak perlu mengeluarkan uang lebih untuk ngekos. Jarak dari rumah ke kantor nya masih bisa ditempuh dengan kendaraan umum. Untuk mengurangi biaya pengeluaran, ia memilih untuk menggunakan kereta setiap hari.***
Hari ini hari Jumat. Kala berangkat kerja seperti biasa, tidak ada yang spesial dari hari ini. Namun, ia berangkat dengan nyawa yang masih setengah mengantuk. Semalam ia ada meeting dadakan dengan supervisor dan seluruh tim hingga jam 9 malam. Kala baru sampai rumah sekitar jam 10 malam, dan itu pun ia harus memasak terlebih dahulu untuk bekal yang akan dibawanya esok pagi. Selesai memasak, mandi, dan sebagainya, Kala baru bisa istirahat dengan tenang sekitar jam setengah 2 pagi. Jam 5 pagi ia harus bangun kembali dan bersiap - siap berangkat kerja. Setiap pagi, Kala diantar oleh Asa hingga ke Stasiun Klender Baru, dilanjut dengan kereta arah Jakarta Kota, dan lanjut menggunakan kereta arah Bogor.
Kala menunggu kereta sambungannya di stasiun transit Manggarai. Pagi ini, kereta arah Bogor terlihat sedikit penuh dari biasanya. "Duh kenapa sih penuh nya harus pas gue lagi ngantuk gini?" keluh nya dalam diam. Kereta datang, dan Kala melangkahkan kaki nya ke dalam peron dengan berat. Ia menyandarkan tubuhnya di bagian pintu yang tidak terbuka. Kala menjatuhkan pandangannya keluar jendela, melihat manusia - manusia yang tengah berjuang melawan macet dengan sepeda motor atau mobil pribadi mereka. Belum lama ia menikmati "pemandangan"nya, ia merasakan ada seseorang yang mencolek bahu nya pelan.Sedikit terperanjat, Kala menoleh ke samping kirinya dan mendapati seorang lelaki tengah menatapnya, "Mbak mau duduk?" tawarnya. Rupanya lelaki itu menawarkan tempat duduknya untuk diberikan ke Kala. "Eh gapapa Mas, saya masih kuat berdiri kok" Kala menolak halus, padahal dalam hati ia sangat ingin menerimanya. Dasar wanita, suka sekali gengsi.
Tidak berhenti sampai situ, lelaki tersebut pun melanjutkan, "Kalo duduk bisa tidur dulu setidaknya 5 menit Mbak, silahkan duduk aja." Kala pikir benar juga, toh lelaki ini terlihat masih kuat dan segar kok. "Bener gapapa Mas?" Ia mengangguk, "Saya turun di stasiun berikutnya kok." mendengar pernyataan tersebut membuat Kala sumringah, setidaknya ia merasa tenang karena laki - laki ini akan turun setelah ini. "Makasih banya ya Mas!" ujarnya dan segera duduk. Lelaki itu berdiri di depannya, berpegangan pada tiang. Ia sempat menanyakan dimana Kala akan turun, setelah memberikan jawaban, Kala tidak ingat lagi apa yang ia ucapkan karena Kala sudah terlelap.
Kala merasakan ada seseorang lagi yang mencolek bahu nya. Samar samar terdengar suara orang memanggil "Mbak, mbak". Ia pun membuka matanya dan melihat pria yang memberi nya tempat duduk memanggilnya, "Mbak udah di Stasiun Pasar Minggu, mau turun kan?" mata Kala pun membulat, dia sungguh terkejut karena kereta sudah sampai di stasiun tujuan nya. Ia tertidur cukup lama hingga tidak terdengar pengumuman yang diberikan oleh masinis. Ia segera beranjak dari duduknya dan melihat jam sudah menunjukkan pukul 07.45, artinya ia hanya punya waktu 15 menit lagi untuk sampai ke kantor. "Ya ampun telat deh ah!" pekiknya dan segera berlari keluar kereta. Ia berlari sangat cepat tidak peduli dengan rambut nya yang sudah sangat berantakkan, "Untung ada Mas yang baik tadi, kalo nggak bisa bisa gue udah di stasiun kampus nih" katanya sambil berlari.Eh tunggu, bukannya Mas yang tadi bilang mau turun di Stasiun Tebet ya?
***
Lembayung Kala Senja (Kala)
Nutritionist, 25 tahun.
"Selama ngeluh masih gratis, gue akan ngeluh terus."
KAMU SEDANG MEMBACA
Filosofi Hiu
RomansaDalam bukunya, Fiersa Besari pernah menulis, "Hidup adalah serangkaian kebetulan. Kebetulan adalah takdir yang menyamar." Ini adalah serangkaian cerita tentang orang - orang yang secara kebetulan bertemu. Tentang bagaimana penting nya rasa bersyuku...