Makan malam pertama dengan pemilik rumah besar nan megah bersama para pelayan yang duduk sesuai posisi yang telah ditentukan.
Adam Chandrakusuma tak bisa makan bersama dengan para pelayannya, dikarenakan ada hal penting yang harus diurus. Begitu pemberitahuan kepala pelayan.
Seorang gadis remaja juga seorang pemuda yang seusia almarhumah adiknya, menemani mereka makan.
Ingin Dirandra bertanya, di mana Adam Chandrakusuma menyelesaikan urusannya, namun pikiran itu tertanam di kepalanya, hingga acara makan malam berlangsung.
"Perkenalkan, saya Emilia. Anak bungsu papa." gadis remaja itu menunduk dengan hormat pada para pelayan.
"Semoga liburan saya tidak merepotkan kalian semua."
Didikan yang bagus dari seorang pembunuh.
"Saya Radika."
Mungkin kakaknya.
"Anak pertama Chandrakusuma."
Dirandra menyayangkan ketidakhadiran tokoh utama. Tak apa. Ia di sini, menunggu hingga sabetan samurai memisahkan kepala orang tua anak-anak itu.
Setelah acara perkenalan, makan malam dilanjutkan dengan khidmat. Hasil tangan bu Elisa sebagai kepala koki di rumah itu tak diragukan lagi. Cita rasa di setiap irisan daging cukup kuat, ditambah baluran bumbu yang meleleh.
Karena peraturan malam ini, tidak ada yang boleh pulang, semua pelayan menginap di rumah keluarga besar Chandrakusuma. Tak terkecuali Dirandra.
Dari kepala pelayan, Dirandra mengetahui jika tuan Adam Chandrakusuma akan beristirahat di rumah.
Dirandra akan menunggu. Dia akan memastikan kamar mana yang akan ditempati pemilik rumah itu. Karena tugasnya di sini adalah membersihkan setiap kamar yang sudah ditentukan. Dia akan mencari tahu, apakah kamar Adam Chandrakusuma masuk dalam daftar pekerjaannya?
"Belum tidur?" bu Hamidah, kepala pelayan yang berada di ruang keluarga menyapa Dirandra.
"Saya tidak bisa tidur awal." Dirandra menjawab dengan sopan. "Bu Hamidah masih ada pekerjaan?"
Wanita bertubuh subur dan memiliki sikap ramah itu namun tak menyembunyikan ketegasannya, menggeleng. "Saya menunggu tuan datang."
"Boleh saya temani?"
"Tentu," jawab bu Hamidah.
Usia tidak menjadi penghalang seseorang untuk semakin menjadi energik. Bu Hamidah, contohnya. 53 tahun, tapi masih aktif.
"Boleh saya tanya sesuatu?"
Bu Hamidah, sosok yang terbuka di mata para pelayan, begitu yang Dirandra dengar dari pelayan lainnya.
"Silahkan."
"Kenapa Ibu mau bekerja di rumah besar ini?"
Balasan tatapan bu Hamidah, diterima Dirandra tanpa membuat wanita itu curiga.
"Sudah menjadi kewajiban atas keluarga saya untuk mengabdi pada keluarga Chandrakusuma."
Oh. Dirandra mengangguk. "Saya yakin, keluarga ini pasti sangat baik."
Senyum bu Hamidah mengembang. "Kamu tahu? Saya rela menghabiskan sisa umur melayani keluarga Chandrakusuma, saking baiknya mereka."
Dirandra mendengar dengan baik. Dia mendapatkan satu petunjuk dalam membantunya membuka tabir gelap keluarga Chandrakusuma.
"Saya senang mendengarnya." Dirandra merespon info yang diberikan bu Hamidah.
"Semoga kamu betah di sini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Pesona Yang Ternoda
Mystery / ThrillerDia bukan wanita pemuja romansa. Karena cinta bukan anugrah, tapi malapetaka, itu menurutnya. kematian adiknya, menyisakan misteri. Secara sadar, ia masuk dalam kehidupan yang penuh marabahaya demi mengungkapkan kasus kematian sang adik. Ia tidak ta...