6

1.3K 277 12
                                    

Menghadap bu Hamidah setelah menerima panggilan, Dirandra masuk ke ruangan wanita itu. Bukan pertama kalinya, tapi melihat cara bu Hamidah menyambutnya sesuatu terpikirkan oleh Dirandra.

"Pasti capek lihat layar terus?"

"Tidak. Itu sudah menjadi kewajibn saya."

"Bagus." bu Hamidah tersenyum. "Atas perintah tuan, kamu ada di sini."

Bu Hamidah meletakkan sebuah amplop di hadapan Dirandra. "Tidak mudah menjadi kepercayaan tuan, saya harap kamu tidak mengecewakan beliau."

Dirandra mengangguk sopan.

"Mulai sekarang, tinggallah di sini. Gunakan kamarmu sebaik mungkin. Kamu bisa pulang seminggu sekali jika memang sangat penting."

"Baik."

Bu Hamidah melihat amplop yang diletakkan di meja. "Itu sejumlah uang. Kamu tidak akan mengenakan seragam itu lagi karena saat ini statusmu naik tiga tingkat."

Begitu muliakah status ini? Tidak akan sulit. Dirandra punya misi sendiri sehingga mau berada di dekat laki-laki itu.

"Jam sepuluh, akan ada yang datang. Bersiaplah."

Setelah selesai, Dirandra pamit keluar dari ruangan bu Hamidah. 

Naik tiga tingkat. Dirandra tidak percaya pada tiga kata itu. Pantaskah seorang pembunuh menilai sebuah derajat? Dirandra melihat seragam yang dikenakan olehnya juga amplop, tanpa dibuka ia tahu seberapa banyak isinya. 

Mulai hari ini ia akan mengganti seragam yang belum lama dikenakannya. Harusnya ia memakai seragam putih kebanggaan almamater dan tempatnya bukan di sini. Adam Chandrakusuma sudah merenggut bahagianya.

Seseorang memberitahu Ariana jika ada seorang wanita menunggunya di ruang tamu. Dirandra bergegas ke sana.

Wanita itu bangun dan mengulurkan tangannya. Dirandra menyambut uluran tangan itu. "Miss Jeni."

"Dirandra."

Dirandra tahu wanita itu menilainya. 

"Kamu bukan dari kalangan biasa."

Tepat. Adam juga berpikir seperti itu. Laki-laki itu juga menatap Dirandra.

"Siapa ayahmu?"

"Beliau sudah meninggal."

Miss Jeni mengangguk. "Banggalah, kamu dibesarkan dengan baik."

"Terimakasih."

Apapun yang akan dikatakan miss Jeni, Dirandra siap. Karena datang dan bergabung bersama budak Adam Chandrakusuma adalah keinginannya sejak tragedi berdarah itu.

Sepetinya tidak ada lagi yang akan dikatakan miss Jeni. Bersama Adam mereka berangkat. Sebuah butik, itu tujuannya tak lain adalah menyiapkan Dirandra layak tampil sebagai assisten Adam Chandrakusuma.

Tiba di sana, Dindara melihat  sebuah masalah di hadapannya. Pemilik butik ini adalah dokter Priscilla tak lain rekannya saat ia masih bekerja. Dan Dirandra tidak tahu adakah dokter Priscilla siang ini di butik?

"Ini butik terbaik di sini. Dirandra pasti akan menyukai koleksinya.

Tidak ada masker, Dirandra masuk dengan wajah asli. Seseorang pasti akan mengenalnya. 

"Saya akan melihat ujung sana."

Miss Jeni mengangguk, saat Dirandra melihat koleksi.

Saat seorang pegawai toko tersenyum ke arahnya, dengan cepat Dirandra memberi kode. Ia mendekat sambil memegang salah satu pakaian.

"Jangan bicara dengan saya. Anggap kita tidak saling kenal. Oke?"

Suci, pegawai itu mengangguk. Padahal wanita itu ingin bertanya ke mana saja dokter Dirandra selama ini dan kenapa wanita itu mengenakan seragam seperti seorang ART?

"Dokter Cilla mana?"

"Di atas."

Dirandra meneguk ludahnya. Pura-pura bertanya toilet Dirandra memberitahu miss Jeni akan mencoba setelan yang dipilih olehnya sekembalinya dari kamar mandi. Begitu tiba di belakang, Dirandra membuka pintu dan harus memutar untuk menemukan tangga samping bangunan. Ada tiga puluh anak tangga, Dirandra berlari menaiki tangga tersebut. Wanita itu menyemangati dirinya dengan sugesti positif ia yakin Cilla ada di ruangannya.

Lima anak tangga lagi, Dirandra mengatur nafasnya. Begitu tiba dia mengetuk ruangan pribadi Cilla. Sampai empat kali mengetuk, tidak ada jawaban. Terpaksa Dirandra membukanya, dan hasilnya kosong. Cilla tidak ada di sana.

Keringat membasahi punggung Dirandra. Bagaimana jika Cilla sudah turun? Karena ada tangga dalam butik yang juga terhubung dengan ruangan wanita itu. Apakah identitas aslinya akan terbongkar? Dengan cepat Dirandra turun dari tangga, saking buru-buru wanita itu tergelincir hingga terjatuh dan kakinya terkilir. Dirandra kesakitan, tapi ia tidak bisa berlama-lama di sini karena baik Adam atau miss Jeni akan mencurigainya.

Dari pintu belakang, Dirandra masuk. Ia menarik napas dalam-dalam sebelum bergabung dengan Adam dan miss Jeni yang kini sudah ditemani oleh Cilla.

Apakah secepat ini Adam mengetahui siapa sebenarnya Dirandra?






Pesona Yang Ternoda Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang