3

531 147 42
                                    

"KUPIKIR unnie tidak akan datang hari ini..." ujar pegawai salon tempatku melakukan mani-pedi. Si rambut gelombang di cat ombre itu namanya Sumin, usianya tidak lebih tua dari usiaku. Alasannya bekerja di sini karena Sumin tidak punya uang dan dia tidak memiliki keinginan untuk kuliah. Kutanya mengapa, katanya kuliah bukan passionnya. Hmm, kurasa benar, Sumin memang lebih condong mengikis kuku dan melakukan perawatan lainnya. Bisa kukatakan kalau dia sudah pro. Aku selalu memesan agar Sumin yang menanganiku, bukan pegawai lain. Pernah sekali aku kedapatan pegawai lain karena Sumin tidak bekerja, alhasil aku misuh-misuh seharian. Jangan tanya apakah aku memarahi pegawai itu atau tidak—tentu saja kumarahi!

Omong-omong, kenapa aku jadi hafal latar belakang Sumin ya?

"Aku sudah lama tidak kemari, tentu saja aku akan langsung datang. Apalagi saat tahu ada yang baru." jawabku.

Aku menatap Sumin yang sedang fokus melakukan sesuatu di kuku tanganku, lalu melihat melalui cermin besar di depanku ke arah Myungsoo yang sedang duduk di sofa panjang yang disediakan oleh pihak salon. Myungsoo sedang melakukan panggilan telepon dengan temannya—mungkin?—dan dari cara Myungsoo bicara sepertinya dia sedang direcoki oleh si penelepon itu. Oh my god, hanya karena dia tidak datang ke klub, tidak akan juga klub itu jadi tutup kan? Lebay sekali temannya itu.

"Aku sedang diluar, nanti akan kukirimkan ke emailmu... apa?...langsung saja?...baik besok pagi aku—ketemuan?" Myungsoo menatapku aku langsung mengalihkan pandanganku. Enak saja nanti dia pikir aku menguping lagi. Huh, tidak ya!

Aku mulai tidak mendengarkan percakapan Myungsoo dan si penelepon itu karena Myungsoo melangkah keluar dan suara Sumin menginterupsi. "Kau ganti pacar lagi?"

"Myungsoo maksudmu?"

"Laki-laki itu namanya Myungsoo?" tanya Sumin lagi. Bukannya menjawab pertanyaanku dia malah mengajukan pertanyaan. "Namanya saja tampan. Tapi, yang ini terlihat seperti laki-laki tsundere."

"Kau ini kebanyakan nonton drama dan baca webtoon."

Sumin tertawa. "Tapi memang seperti itu tipe lelaki mudah sekaligus sulit digapai."

Aku menggeleng. Apa Sumin sedang berpikir kalau Myungsoo itu tipe yang sulit digapai?hahaha, dia salah besar. Myungsoo itu laki-laki termudah bagiku.

Aku menatap ke sekeliling dan kalau tinggal aku di ruangan ini. Tadinya ada dua orang lainnya. Cepat sekali mereka sudah selesai, aku sampai tidak tahu lagi.

"Aku lama juga ya."

"Itu karena unnie mengganti tiga kali model nailart-nya." Ujar Sumin setengah mengeluh. Aku langsung menatapnya sambil menyipitkan mata. Sudah dibayar masih saja mengeluh. "Aku tidak mengeluh, unnie."

Bagaimana dia tahu suara hatiku?

"Jujur saja, kau cuti kerja waktu itu karena belajar membaca pikiran orang ya!?"

Sumin memandangku dengan ngeri. "Unnie, kalau aku punya uang lebih, lebih baik aku berbelanja daripada les tarot dan menjadi cenayang."

Benar juga, Sumin kan miskin...

"Sori, sori. Aku terkejut."

Sumin mengangguk-angguk. Sambil melanjutkan memoles kuku tanganku, dia kembali bicara. Kupikir-pikir anak ini suka sekali mengobrol, apa dia tidak tahu kalau aku ini tidak mengobrol dengan sembarang orang? Untuk dia masuk pengecualian karena—walaupun tidak punya uang—penampilannya tidak buruk juga. "Jadi, kakak itu bukan kekasih unnie?"

"Kata siapa?"

"Jadi dia kekasih baru unnie?" Sumin membeliakkan mata, lagi-lagi dia tidak jadi mengoleskan tanganku. Duh, bisa-bisa sampai hari raya paskah baru selesai.

BLUE JEANSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang