04 | Cari Kost

13 2 0
                                    

Amitha sudah melakukan pendekatan melalui chatting online. Karena itu, saat mereka ditempatkan di mobil yang sama untuk mengantar ke Tasikmalaya, nyaris tak ada lagi canggung tersisa. Terkecuali dengan dua cowok yang kini duduk di belakang mereka.

"Anyway, kamu kenapa mau ditempatin prakerin di Tasikmalaya?"

Namanya Rahel. Cewek serampangan yang pandai bergaul bahkan dengan orang yang baru dikenalnya. Pembawaannya berhasil menciptakan suasana hangat di pertemuan mereka yang pertama. Meski demikian, Rahel tetap lebih banyak berbicara dengan Amitha yang duduk di sebelahnya.

"'Kan, rumah asli aku teh di Indihiang, ya. Lumayan deket, lah, kalo ke Tasikmalaya. Pulang-pergi juga bisa. Terus, aku bisa tinggal sama mamah sekeluarga juga nantinya. Malah ini mah sama aja kayak kesempatan biar aku bisa deket sama keluarga, 'kan?"

Amitha terkekeh. Alasan Rahel memang kuat. Jika Rahel ingin mendekatkan diri dengan keluarga, Amitha malah sebaliknya. Sejenak, Amitha tertawa dengan alasan mereka yang bertolak belakang.

"Terus, kunaon kamu mau prakerin di Tasikmalaya? Padahal, kamu teh penghuni baru juga di Cisayong, 'kan? Kalo aku jadi kamu mah, mending diem aja atuh di Cisayong. Nggak perlu sewa kost, sayang duit, mending dipake buat yang lain."

Rahel tertawa, disusul Amitha. Setelahnya, Amitha membuang napas perlahan. Menjelaskan apa yang sebenarnya adalah sebuah ketidakmungkinan. Terlebih, di mobil bukan hanya ada mereka. Selain dua cowok di belakang, terdapat bu Mety serta pak Supir di depan.

Karenanya, Amitha hanya bisa menjawab setengah lirih. "Ami mau aja, itung-itung tambah pengalaman."

Beberapa menit berlalu, mereka sampai pada sebuah bank cabang yang cukup besar. Bahkan nyaris keempat siswa di sana memandang takjub dengan kantor yang teramat luas. Mereka mengerjap saat Mety menyadarkan. "Ayok, Anak-anak. Ikuti Ibu, ya."

Mereka memasuki pintu utama, disambut oleh security yang bertugas. Selagi empat siswa menunggu di kursi tunggu, Mety mengobrol sekilas dengan security, bermaksud mengonfirmasikan diri agar lekas dipertemukan dengan orang yang bertanggung jawab terhadap siswa-siswinya selama tiga bulan ke depan.

Dilihatnya, Mety mulai bergabung duduk manis dengan Amitha dan teman-temannya.

"Ngke arurang prakerin di dieu, Bu?" (Nanti kami prakerin di sini, Bu?) Adalah kalimat tanya pertama dari Rahel setelah hanya dilewati dengan riuh rendah suara dari para nasabah.

"Iya," katanya. "Kalian lakukan yang terbaik, ya. Nurut sama pembimbing. Ingat, jangan malu-maluin. Ibu nggak mau denger laporan yang nggak-nggak nanti. Kalian bisa?"

"Bisa," sahut mereka nyaris bersamaan dengan anggukan.

Tak lama, seorang wanita cantik menghampiri mereka. Rambut yang terurai, tinggi semampai, dan postur tubuh yang serupa model-model di televisi. Bahkan Aji dibuat terpana untuk waktu yang lama.

Mereka diajak ke sebuah ruang khusus agar bisa mengobrol lebih leluasa. Setelah basa-basi singkat, sampailah mereka pada bahasan utama. Pelepasan resmi keempat siswa tersebut berjalan tanpa kendala.

Di perjalanan pulang, mereka tidak langsung kembali ke Cisayong. Mety merasa memiliki tanggung jawab terhadap tempat hidup siswa-siswinya selama tiga bulan ke depan. Karena Rahel memilih tinggal dengan orangtua mereka di Indihiang, tinggallah Amitha dan Aji yang harus mencari kost di sekitaran Tasikmalaya.

Karena Praga berasal dari sana, Mety meminta bantuan agar cowok itu mencarikan kost yang cukup dekat dengan rumahnya. Alasannya, tak lain agar Mety merasa tenang karena meninggalkan Amitha dan Aji dengan eksistensi Praga di sekitarnya.

PRAKERINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang