Pagi-pagi sekali, Amitha sudah bersiap dengan seragam berdasi khusus dari sekolah. Ia berniat memesan ojek online untuk sampai ke bank. Namun, ia perlu memastikan alamat kost-nya agar ojek online tidak salah menjemput. Maka saat ia melihat bu Elin membawa sepiring sambal goreng pada etalase, Amitha lantas bertannya, "Maaf, Bu. Ini ... alamatnya apa betul di Cikalanggirang?"
Bu Elin mendongak. "Iyaa. Neng pesan ojek online? Bade ka mana?" (Mau ke mana?) tanyanya.
"Ini, Ami mau ke Bank BCT Kantor Cabang yang di ... Citapen. Alamat tujuanya udah ketemu, Bu," jelas Amitha tanpa mengalihkan pandang dari ponselnya.
Bu Elin mengangguk dua kali. "Buat alamat penjemputannya, kamu tambahin aja ... 'di depan TK At-Taqwa', gitu. Ameh babari ngajemputna." (Biar gampang dijemputnya.)
Kerin mengucap terima kasih sebelum bu Elin kembali berlalu. Ia memantau ponsel hingga sebuah motor dengan pengendara berjaket hijau. "Ke Bank BCT Kantor Cabang yang di Citapen ya, Neng?"
***
Sampai di Bank, Amitha bertemu dengan Rahel. Cewek itu melambaikan tangan di parkiran begitu melihat Amitha. Amitha menghampiri, lantas saling menyapa dilanjutkan dengan basa-basi.
Selanjutnya, Aji dan Praga datang bersamaan dengan motor dengan desain klasik bergaya retro milik Praga. Mereka memang cukup dekat sedari awal. Maka tak heran jika Aji menumpang di motor Praga untuk dapat sampai ke Bank.
Lingkungan kantor cabang terlihat masih lengang. Mereka berempat sengaja datang tiga puluh menit sebelum jam operasional pada bank dimulai. Bu Mety selalu berpesan—minimal di hari pertama mereka masuk PRAKERIN—sebisa mungkin mereka datang lebih dahulu dari pegawai di bank.
Lama hanya berdiri di pelataran Bank, akhirnya security di sana menyapa mereka. Meniti seragam seiras yang digunakan, securuty tersebut sudah bisa menebak bahwa keempat remaja tersebut merupakan pelajar yang akan melaksanakan PRAKERIN di sana.
Security tersebut sudah bisa menebak bahwa keempat remaja tersebut merupakan pelajar yang akan melaksanakan PRAKERIN di sana.
"Halo, Neng, A, hari pertama PRAKERIN, ya?"
Rahel mengangguk seraya tersenyum ramah. Sedang ketiga orang yang lain menunggu intruksi seraya mempertahankan senyuman di balik masker yang mereka kenakan.
"Tunggu di kursi sana, ya, Neng, A. Nanti kalo ibu Tiara sudah ada kalian bisa menemui beliau."
Mereka masuk dan menunggu di kursi yang sebelumnya ditunjukkan oleh security. Dari segi penampilan, keempatnya sudah sangat siap menghadapi hari pertama mereka. Namun, di balik sikap tenangnya, rasa gerogi, cemas dan gelisah cukup sulit untuk mereka tepis.
Cukup lama menunggu, seorang wanita cantik datang menghampiri dengan senyum percaya dirinya. Seketika wanita bernama Tiara itu membuat keempat remaja di sana terpesona. "Yang mau PRAKERIN, ya? Mari ikuti saya."
Keempatnya bangkit. Mengekor Tiara hingga sampai pada ruangan khusus yang sama di hari penyerahan mereka bersama bu Mety tempo hari. Mereka duduk teratur pada sofa, berdeham sekali berharap dapat mengusir gugup yang hinggap.
Setelah berbasa-basi cukup lama, Tiara mengambil seluruh atensi keempat remaja ke arah perbincangan yang cukup serius. "Sebenarnya, sekolah kalian terbilang cukup terlambat menghubungi saya perihal prakerin. Di sini beberapa sekolah lain sudah mendaftar jauh sebelum sekolah kalian. Alhasil, di kantor cabang sini udah cukup penuh oleh siswa-siswi lain. Jadi, saya ada rencana untuk memecah kalian untuk dioper ke KCP, Kantor Cabang Pembantu, nggak papa, 'kan?"
Amitha, Rahel, Praga, dan Aji saling pandang. Maksudnya, mereka akan dipisah dan tidak prakerin di kantor ini kah?
"Maaf, Bu. Maksudnya bagaimana ya?" Rahel ingin memastikan.
"Iyaa, jadi kalian akan saya bagi dua. Mau saya tempatkan di KCP Padayungan dan KCP Kawalu. Soalnya, kalo tetap di sini, saya kasian ke kalian. Nanti setiap harinya nggak ada kerjaan, karena sebagian besar kerjaan udah ada yang handle dari sekolah lain. Nggak papa, ya?"
Sekali lagi, mereka saling pandang sebelum mengangguk dengan sedikit berat hati. "Nggak papa, Bu. Kami diterima sama bank ini aja udah seneng." Praga menimpali.
Tiara mengangkat kedua sudut bibir. Ia merapikan anak rambut dengan gerakan elegan sebelum bertanya, "Buat kendaraan ke KCP nanti, kalian ada kendala? Kalian boleh ikut ke mobil back up dari sini, biar berangkatnya bareng sama teller nanti. Tapi, kalian harus berada di sini setidaknya tiga puluh menit sebelum jam operasional. Biar nggak ketinggalan mobil angkutan," jelasnya diiringi kekehan.
"Tapi khusus hari ini, karena mobil back up-nya sudah berangkat, kalian pergi ke KCP mandiri, ya. Nanti di sana, bilang ke pak satpam kalau kalian utusan dari bu Tiara. Lalu untuk pembagian orang-orangnya, saya yang tentuin, nggak papa? Sebelumnya, nama kalian siapa aja?"
Setelah menyebutkan nama satu persatu, Tiara kembali berkata, "Oke, Rahel sama Aji di KCP Kawalu, Praga sama Amitha di KCP Padayungan."
***
"Ga, ka Kawalu bisa naek naon wae, euy?" (Ga, ke Kawalu bisa naik apa saja?)
Di parkiran, keempat remaja SMA terlibat diskusi sebelum meluncur ke KCP yang sudah ditentukan. Karena hanya Praga yang berasal dari Tasikmalaya, cowok itu memberi arahan tentang kendaraan yang harus digunakan untuk dapat sampai ke Kawalu.
"Jauh, Ji. Paling ti dieu, lempang heula sakedeung nepi ka pertigaan, terus megat angkot 017. Ereun di Poypoy, terus naek deui angkot 03." (Dari sini, jalan kaki dulu sampai ke pertigaan, terus naik angkot 017. Berhenti di Poypoy, lalu naik lagi angkot 03.)
"Anjir!" umpatnya, "Jauh oge, nya ...." (Jauh juga, ya ....)
Praga tertawa. "Atuh maneh jeung si Rahel naek grap weh duaan. Ongkosna mayuran. Lumayan jauh, teuing meakeun duit sabaraha." (Kamu sama Rahel naik grap aja berdua. Ongkosnya patungan. Jauhnya lumayan, nggak tau bakal abisin uang sampe berapa.)
Namanya dipanggil, Rahel menyahut, "Hayu wae, sih. Ari si Amitha kumaha? Bareng jeung maneh kitu, Ga? Pedah we mawa motor." (Hayu aja, sih. Kalo Amitha gimana? Bareng sama kamu gitu, Ga? Soalanya, 'kan, bawa motor.)
Hening sesaat, keempatnya saling pandang.
"Hayu aja."
"Boleh."
Praga dan Amitha bicara nyaris bersamaan. Aji dan Rahel mengangguk sekali. Setelahnya, mereka fokus pada ponsel Rahel. Memesan taksi daring lewat sebuah aplikasi dengan dituntun oleh Praga. Hingga sebuah mobil brio putih sampai dengan hadapan mereka dan menyebutkan lokasi tujuan, Aji dan Rahel berangkat setelah berpamitan pada Praga dan Amitha.
Tinggallah mereka berdua masih di parkiran. Situasi menjadi sedikit canggung, mengingat keduanya tak pernah terlibat komunikasi sebelumnya. Amitha bingung memulai, begitu juga Praga. Hingga Praga menyerahkan sebuah helm untuk Amitha kenakan, tatapan mereka bertemu dalam sepersekian detik.
"Eh, makasih," putus Amitha. Cewek itu lantas mengenakan helm lalu menyusul Praga menaiki sepeda motor klasiknya. Amitha berdeham sekali. Berharap dapat mengusir canggung yang masih tersisa.
***
Hi, Temans.
Makasih udah mau mampir hwhw.
Salam,
Rismacakap.
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAKERIN
Roman pour AdolescentsAmitha muak dengan tingkah mami yang serupa ABG baru kasmaran. Demi apapun ia tak akan memberi izin mami untuk menikah lagi. Bagai kesempatan emas, ia mendapat instansi-sebagai tempat pelaksanaan prakerin-di luar kota. Setidaknya, ia bisa tenang kar...