Saling tukar kontak BBM tidak lantas membuat kami menjadi dekat. Nugi hanya menghubungiku sesekali untuk urusan yang benar-benar penting. Selebihnya, kami biasa bertemu untuk keperluan lomba dan itu pun di tempat yang ramai. Jadi aku belum benar-benar mengenalnya, dan kupikir, sepertinya dia sama seperti murid laki-laki lain di sekolahku.
Meskipun kalau diingat-ingat, memang ada satu momen di mana Nugi yang kelasnya tiga blok dari kelasku tiba-tiba berdiri di kebun belakang 7E, bergabung bersama lusinan murid lain untuk membelah nangka matang yang wanginya sampai ke seluruh blok kelas 7.
Waktu itu sedang jam pelajaran IPS saat Pak Ahmad- pembina divisi tanaman, membawa golok setengah berkarat di tangan. Awalnya kelas kami sangat kondusif, murid-murid berbaris di depan meja Bu Carmita untuk setor hafalan peta Eropa. Sampai suara karung dan benda berat terdengar jatuh dari halaman belakang kelas.
Aroma nangka yang menguar melewati hidung membuat seisi kelas berbisik-bisik dan penasaran. Jelas aku kaget karena ini pertama kalinya punya sekolah yang dikelilingi hutan mini dan kebun di mana-mana. Tidak sedikit pun muncul petunjuk di kepalaku saat itu dan kutebak, mungkin teman-temanku pun clueless. Tapi lalu Bu Carmita bilang, "yang sudah hafalan boleh ikut makan nangka."
Detik itu juga kelasku heboh. Begitupun kelas sebelah yang sepertinya sama-sama membicarakan Pak Ahmad.
Dan kehebohan itu tidak lantas ditonton begitu saja oleh yang lain. Banyak anak kelas 7 A sampai I menyeberang ke kelas kami untuk ikut pesta nangka. Tak terkecuali Nugi.
Dia berdiri di belakang Pak Ahmad dan sesekali membantu membuka karung-karung pembungkus nangka matang dari pohonnya. Semua orang bercanda sambil menikmati manisnya buah berdaging kuning itu sampai tiba saatnya cuci tangan dan-
Sabun cair di wastafel kami hilang. Lengkap dengan wadahnya yang terbuat dari besi dan ditempel permanen di depan kelas.
Jadilah siang itu kami sibuk meminta sabun ke sana sini, memelas dan menawar dengan nangka matang agar mereka mau meminjamkan wastafelnya untuk kami pakai.
Tapi tidak banyak kelas yang punya sabun cair berlimpah, sementara untuk menyeberang ke kelas lain kami perlu mengeluarkan sandal dari loker dan kebanyakan murid tidak mau repot-repot begitu.
Namun, keajaiban muncul dari blok kelas 7H. Murid laki-laki dengan sandal jepit warna hijau tua dan celana biru dongker setengah digulung membawa kotak sabun cair refill dari kelasnya. Hidung bangirnya mengerut dengan dua tonjolan di tulang pipi, bertingkah seperti pahlawan yang menurunkan pedangnya pada ketua kelas kami.
"Ini gapapa dipake anak kelasan gue, Gi?" Tanya Putra si ketua kelas.
Nugi menaikkan alisnya dua kali, "pake aja, gak ada yang tau ini."
KAMU SEDANG MEMBACA
Nuginara [END]
RomanceSembilan tahun bukan waktu yang sebentar untuk menyimpan memori tentang seseorang. Aku punya mantan, aku pernah hampir bertunangan, aku pernah di-pdkt oleh berbagai macam orang. Perasaanku diisi oleh satu-dua hati silih berganti, yang kukira semua i...