Satu bulan kemudian
"Semua sudah kau bawa, Sharon? Tidak ada yang tertinggal?"
"Sudah, Mom. Percayalah padaku".
"Kau yakin? Mom tidak mau mendengar telepon darimu yang berteriak-teriak bahwa barangmu ada yang tertinggal".
"Mom, aku bukan anak kecil berumur 8 tahun. Aku sudah 18 tahun dan tak ada yang perlu dikhawatirkan".
"Bukankah kau sejak dulu selalu berkata seperti itu? Pada akhirnya pasti ada satu-dua barang yang tertinggal". Ujar pria berbadan tinggi yang sejak tadi menyimak perdebatan antara adik perempuannya dan ibunya.
"Oh my... Kau lagi ikut-ikutan. Kak Ikky tidak tahu apa-apa tentang diriku".
"What? Seriously? Aku sudah lahir empat tahun lebih dulu daripada kamu". Kata Ikky, kakak laki-laki Lala yang setiap hari selalu menjadi lawan adu mulut.
Nyonya Sarah tidak tahan melihat anak-anaknya berdebat ditengah kerumunan orang yang berlalu lalang di Bandara Soekarno-Hatta.
"Sudah, sudah. Kalian ini setiap hari berantem terus. Kau lagi Ikky, bisa tidak kau kalem seperti Okky?""Ha ha. See? Kau itu berisik. Kamu dan Kak Okky memang kembar tapi sifat kamu jauh dibawah kak Okky". Cibir Lala, merasa menang dari kakaknya.
Ikky memutar bola matanya sambil mendengus kesal. Sekali lagi, ia kalah adu dengan adik perempuannya yang menurutnya sangat menyebalkan.
Ketika hening sesaat, tiba-tiba mereka dikejutkan dengan teriakan seorang gadis di samping Lala.
"Duh, Vanessa. Ada apa sih?" Ujar Lala terhentak.
"Itu! Itu! Ada itu!" Gadis SMP itu hanya menunjuk-nunjuk ke arah keramaian. Lala yang tidak mengerti maksud adik kecilnya hanya tak acuh dan kembali memainkan ponselnya.
Baru saja Lala asyik dengan ponselnya, tiba-tiba ia merasakan cengkeraman pada lengannya. "Kak Sharon! Temani aku ke sana!"
Vanessa menarik tangan Lala dengan paksa sambil menuju ke arah kerumunan itu.
Lala tidak mengerti ada kejadian apa dan siapa yang dikerubuti oleh gadis-gadis yang sejak tadi hanya berteriak dan menyebut Oppa.
"Vanessa, mereka siapa?" Tanya Lala penasaran.
"Ya ampun! Kak Sharon tidak tahu? Mereka SHINee! Mereka ada di Indonesia sejak kemarin untuk acara persahabatan Indonesia dengan Korea. Hari ini mereka akan kembali ke Korea. Lihat lihat! Itu Minho! Ah!! Minho oppa!" Teriak Vanessa histeris.
Lala memang tidak update dengan berita artis KPOP selain 2PM. Ia tahu SHINee namun member yang ia tahu hanya Minho.
Ia mencoba menelusuri wajah member yang lain.
Dan matanya menangkap ada mata lain yang sedang menatap wajah Indo-nya.
Seorang pria berbadan tinggi namun tidak lebih tinggi dari yang lain. Kira-kira tingginya 170 cm. Ia memakai kaus abu-abu lengan pendek, celana panjang denim dengan tas model purse. Tangannya menggenggam ponsel blackberry serta paspor asal Korea Selatan.
Pria itu memberikan senyum yang mungkin menurut pria itu adalah senyum terindah yang pernah ia berikan kepada wanita dalam hidupnya. Lala membalas senyuman itu dengan rasa canggung sekaligus penasaran. Siapa nama pria itu?
••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••••
Setelah menunggu 2 jam di waiting room, akhirnya Lala dapat bernapas lega walaupun tak bisa sepenuhnya karena harus berpisah dengan keluarganya. Ia juga merasa beruntung mendapat tempat duduk di dekat jendela. Ia memandang ke arah luar, mengizinkan matanya untuk melihat langit di atas tanah Jakarta, Indonesia untuk terakhir kalinya. Ya, mungkin bukan yang terakhir tapi butuh waktu beberapa tahun baginya untuk kembali ke Indonesia.
Ia tak menyadari bahwa kursi di sampingnya telah terisi sampai penumpang di sebelahnya menyapanya dengan bahasa yang familiar namun bukan bahasa Inggris.
"Maaf, boleh saya duduk?"
Lala tersentak dari lamunannya. Ia makin terkejut setelah melihat wajah pemilik suara itu. Dia... Pria yang bertatap mata dengannya tadi di waiting room.
"Oh...y..ya....silahkan". Sahut Lala dengan bahasa Korea nya yang tersendat - sendat.
"Wah, kau bisa berbahasa Korea?" Tanya pria itu.
"Ya, hanya sedikit. Bahasa Koreaku sangat payah". Jawab Lala sambil menyunggingkan senyum di bibirnya.
"Oh ya? Kurasa bahasa Koreamu bagus". Puji pria itu sambil tersenyum.
"Namaku Jonghyun. Ya, kau sudah tahu aku berasal dari Korea namun sepertinya kau tidak tahu siapa diriku sebenarnya".
Jadi, dia bernama Jonghyun. Gumam Lala.
"Ya, awalnya aku tidak tahu siapa dirimu tapi setelah kejadian di waiting room tadi, aku tahu siapa dirimu. Salah satu member SHINee, bukan?"
"Tepat sekali!" Sahut pria bernama Jonghyun itu sambil menjentikkan jarinya.
"Bagaimana bisa kau tidak mengetahui diriku? Kau tahu kan aku bisa dibilang...terkenal. Ah, apa mungkin kamu bukan fans KPOP?"
"Tentu saja aku fans KPOP namun aku tidak terlalu mengikuti hal tentang dirimu dan member yang lainnya".
"Lalu... Group mana yang kau suka?"
"2PM! Mereka sangat berbakat dan kau lihat kan bagaimana badan mereka? Wah, tidak bisa dijelaskan dengan kata-kata!" Lala meninggikan nada suaranya dengan semangat. Setiap kali ia membicarakan tentang group kesukaannya, ia selalu lupa dengan sekitarnya dan secara otomatia nada bicaranya berubah menjadi semangat sekali.
Jonghyun hanya tersenyum mendengar Lala yang bercerita dengan penuh semangat. Selama kurang lebih 6 jam mereka tak henti-hentinya bercerita satu sama lain. Kadang keheningan mereka diselingi dengan makan siang yang disediakan.
"Baiklah kalau begitu. Terima kasih telah membuat 6 jam yang membosankan menjadi 6 jam yang menyenangkan. Sampai bertemu lagi, umm...." Jonghyun tak melanjutkan kata-katanya.
"Lala. Namaku Lala. Senang bertemu denganmu, Jonghyun". Sahut Lala sambil membungkukkan badannya. Begitu pula dengan Jonghyun.
"Baiklah, Lala-ssi. Sampai jumpa". Jonghyun melambaikan tangannya.
Jonghyun kembali berbaur dengan teman-teman satu groupnya. Lala tersenyum melihatnya. Merasakan kehangatan atas persahabatan mereka berlima.
Jonghyun, semoga kita dapat bertemu kembali. Dan terima kasih telah membiarkan aku mengetahui tentang dirimu. Ujar Lala dalam hati.
Ia pun berjalan menuju halte bus sambil tersenyum lebar, merasa hari itu adalah hari terindah dalam hidupnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Man After My Heart (SHINee Jonghyun Fanfiction in Bahasa)
Novela Juvenil"Orang bilang, pertemuan pertama selalu kebetulan. Tapi, bagaimana caramu menjelaskan pertemuan-pertemuan kita selanjutnya? Apakah Tuhan campur tangan di dalamnya?"