3 - Hukuman

21 9 39
                                    

SELAMAT MEMBACA. JANGAN LUPA VOTE AND COMMENT SEBANYAK-BANYAKNYA YA!^^

JANGAN SIDERS.

SEMOGA SUKA❤

****

"Jalan menuju kebahagiaan yang sempurna adalah dengan kesabaran dan keikhlasan."


Ratu memasuki rumahnya dengan langkah pelan. Menatap kesana-kemari memastikan bahwa tidak ada Ayahnya di rumah saat ini.

Ia berjalan mengendap-ngendap bak maling di rumahnya sendiri. Setelah memeriksa kesana-kemari dan tidak mendapati Ayahnya di manapun barulah Ratu bisa bernafas lega.

Kaki jenjangnya melangkah menaiki tangga yang menghubungkan antara lantai 1 dan lantai 2. Tepat pada anak tangga terakhir suara bass milik seseorang terdengar. Ratu merinding, tubuhnya terasa lemas seketika. Ia tahu siapa pemilik suara itu.

"Dari mana kamu Ratu?! Jam segini baru pulang!"

Itu suara Ayahnya. Bagaimana bisa Ayahnya ada dirumah? Padahal tadi Ratu sudah memeriksanya dan tidak menemukan Ayahnya dimana pun. Dan bagaimana bisa sekarang Ayahnya ada disini? Di hadapannya.

"A—ayahnya dari mana?" tanya Ratu terbata-bata. Terlihat sangat jelas bahwa gadis itu tengah ketakutan.

Abraham berjalan mendekat ke arah Ratu dengan tatapan tajam. "Ayah tanya kamu dari mana Ratu! Bukan malah balik nanya!" sentak Abraham.

Ratu semakin dibuat merinding karenanya. Ia menundukkan kepalanya dalam. "R—ratu habis manggung di cafe Ayah," ujar Ratu pelan.

Saat ini, jam menunjukkan pukul 8 malam. Setelah pulang sekolah Ratu langsung bergegas menuju cafe tempat biasa ia manggung. Ratu memang sangat suka memainkan alat musik, alat musik apapun selalu bisa ia kuasai. Suaranya yang begitu merdu selalu berhasil menghipnotis para penonton yang menyaksikannya.

Memainkan alat musik dan menyanyi itu adalah hobi seorang Ratu.

"MANGGUNG LAGI MANGGUNG LAGI! KAPAN KAMU BELAJARNYA RATU KALAU MANGGUNG TERUS!" suara Abraham naik satu oktaf membuat Ratu semakin lemas di tempatnya berdiri. Pria paruh baya itu menatap nyalang ke arah Ratu.

Ratu memberanikan diri menatap Ayahnya, "I--itu hobi Ratu Ayah, Ratu nggak bisa ninggalin hobi Ratu." jawab Ratu memberanikan diri meskipun dengan nada terbata-bata.

Abraham semakin menatap tajam gadis di hadapannya, tangan besarnya melayang menapar pipi Ratu dengan begitu mudahnya.

PLAK!

Wajah Ratu tertoleh ke samping akibat tamparan keras dari Ayahnya. Pipinya berdenyut sakit dan menimbulkan bekas kemerahan di sana.

"KAPAN PINTARNYA KALAU KAMU TERUS SEPERTI INI RATU! KAMU ITU SELALU SAJA MEMPRIORITASKAN TENTANG MUSIK, MUSIK, DAN MUSIK!"

"Ratu janji Ratu akan belajar Ayah," ujar Ratu dengan mata memerah. Tamparan yang diberikan Ayahnya terasa sangat sakit. Tetapi tidak sebanding dengan rasa sakit di hatinya.

"MASUK KE KAMAR KAMU SEKARANG JUGA RATU! BERSIH-BERSIH DAN LANGSUNG BELAJAR!" perintah Abraham penuh dengan penekanan.

Ratu menatap Ayahnya, "Tapi Ratu belum makan Ayah," jujur, perutnya terasa sangat lapar saat ini.

RATU & LUKANYATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang