PM 3: Bekas Luka

719 115 128
                                    

Sering-seringlah minum air putih, karena ada hati yang harus kau jaga.

🌙
_____________________________________

...

Seusai siaran, Chika duduk di kursi depan ruang radio sekolah. Gadis ini mengeluarkan buku sampul hitam miliknya, lalu menulis apa saja yang ia alami di mimpi kali ini.

Meski Chika sedikit merasa aneh. Mimpi hari ini terasa lebih lama daripada kemarin.

"Kemarin gue bangun pas gue otw pulang, mungkin sekitar jam 1 siang. Nah sekarang udah jam 3 lebih, dan gue belum juga kebangun. Di dunia nyata, gue masih hidup kan?" cemas Chika.

"Ngomong apaan lu, Chik?" suara Vivi tiba-tiba terdengar dari sisi kanan.

Seketika Chika mendongak melihat gadis itu. "Elo? Kok lo belum pulang?" heran Chika. Karena wawancara Vivi sebagai pemenang turnamen telah berakhir sejak dua puluh menit lalu. Bukankah harusnya Vivi sudah pulang sejak tadi?

"Ya emang belom," jawab Vivi santai.

"Ah gue tau, pasti lo nungguin gue kan?" Chika sangat percaya diri.

"Ngapain amat gue nungguin lu?"

"Terus lo ngapain masih di sini?" selidik Chika.

"Nunggu Ci Shani lah, pakek nanya lagi lo," balas Vivi, lalu melirik ke arah buku di depan Chika. "Nulis apaan? Diary?" tanya Vivi.

Seketika Chika menutup buku itu. "Kepo!"

"Alay banget lo nulis diary segala."

"Bodo."

"Pasti lo lagi curhat di buku itu tentang si sawi kan?" tuduh Vivi bernada tak suka saat menyebut julukan itu.

"Sawi?" Chika bingung.

"Iye."

"Sawi siapa sih?"

"Si Fajri. Tuh kan, lo bikin gue nyebut nama die. Gara-gara lo nih, abis ini gue harus kumur-kumur pakek air kembang tujuh rupa," keluh Vivi.

"Oh dia.." suara Chika pelan. Tapi sepertinya ada yang aneh dengan sikap Vivi. "Kenapa sih lo kayak ngga suka gitu sama dia?" selidik Chika.

"Yakali gue suka ama cowok modelan sawi meriang kayak die," gerutu Vivi pelan.

Tapi Chika bisa mendengarnya, karena jarak mereka yang cukup dekat sejak Vivi duduk di sebelah Chika beberapa saat lalu. "Gue serius, Badrun. Kenapa lo ngga suka sama Fajri? Tadi aja kalian hampir berantem kan?"

"Ya lo kan bisa liat sendiri tadi. Dia cowok, tapi mulutnya asal jeplak, pakek nuduh kalo gue nge-bully lo lah, apa lah. Bikin gue gedeg aje." Vivi mulai kesal.

Chika diam, memang benar apa yang dikatakan Vivi, Fajri terlalu banyak omong untuk ukuran lelaki.

"Kenape lo diem? Ya sorry kalo gue jelek-jelekin racap lo," kata Vivi yang sedang tidak ikhlas mengucap maaf. "Tapi ya.. emang dia jelek sih," lanjutnya pelan sambil melihat ke arah lain.

"Nggapapa, gue aja bingung kenapa gue bisa pacaran sama dia," balas Chika menunduk melihat sampul buku hitamnya.

Reflek Vivi menoleh. "Hah? Bingung? Bingung gimane? Kan lo sendiri yang nrima dia di lapangan basket."

Lagi-lagi Chika tidak tahu harus menjawab bagaimana. Karena Chika sendiri juga tidak tahu apa alasan dirinya mau menerima cinta Fajri di mimpi ini.

"Nape lo diem?" tanya Vivi karena Chika hanya diam dan tidak menjawab pertanyaannya.

"Nggapapa. Lagi mikir aja," jawab Chika.

Piringan MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang