PM 8: Saksi

652 102 105
                                    

Kgn, dibaca kangen.
Kalau vky, dibaca...

🌙
_________________________________________

...

Di dalam kamar mandi, Vivi meluapkan kekesalannya yang sempat tertunda. Bagaimana tidak, kelakuan Fiki pada Chika tadi siang benar-benar keterlaluan. Hingga membuat Vivi geram dan terus memikirkan cara untuk membuat Fiki jera tanpa menghajarnya. Atau mungkin, tetap dengan kekerasan, hanya saja tanpa sepengetahuan Chika.

"Cara paling aman ya.. laporin BK. Tapi, tangan gue gatel banget pengen nonjok muka tuh orang." Vivi berbicara dengan dirinya sendiri di depan cermin.

Dan satu lagi masalah muncul. Kalau Vivi memutuskan untuk melaporkan kejadian tadi ke BK, maka ia harus menyiapkan bukti yang kuat untuk menuduh Fiki sebagai tersangka utama.

"Gue tau!! Ci Shani sama Ci Gre pasti bisa bantuin gue! Otak mereka kan encer tuh!"

Vivi menemukan ide. Meski bukan ide yang sebenarnya, karena ia harus berkonsultasi ke Shani dan Gracia yang selalu punya ide-ide tidak terduga.

Baiklah, sekarang Vivi mempercepat kegiatannya. Ia harus mengganti seragam sekolahnya dengan tanktop dan celana pendek untuk berenang nanti.

Vivi membuka kancing kemejanya satu persatu. Dan saat menanggalkan kemeja itu, Vivi melihat pantulan bekas luka di punggungnya melalui cermin. "Akhir-akhir ini, gue jadi lebih sering keinget kejadian itu," gumamnya.

Sebenarnya Vivi pun penasaran, kenapa ia tidak bisa mengingat dengan seutuhnya detail kejadian tentang bagaimana luka itu bisa membekas di punggungnya sepuluh tahun silam. Namun Vivi selalu berusaha menepis memori masa lalu yang buruk itu. Karena ingatan itu selalu muncul dengan rasa sakit tanpa sebab di kepalanya.

Tapi jika diingat-ingat lagi, memori itu sering muncul sejak...

"-gue yakin, bapaknya Chika ada di sana waktu kejadian itu. Apa jangan-jangan orang itu ada kaitannya sama kematian Papa?"

Vivi mulai berpikir sistematis. Karena memang benar, jika suara Marchel telah memicu ingatan buruk Vivi muncul kembali, bahkan sampai detik ini.

"Tapi masa iya sih?! Aduh, jangan suudzon deh, Drun! Om Marchel kan camer lo!" ucap Vivi pada bayangan dirinya sendiri dalam cermin.

Kemudian dengan cepat memakai baju yang telah ia siapkan untuk berenang. Setelah itu, Vivi keluar kamar dan menuruni tanggal untuk segera menyusul Chika.

Begitu sampai di lantai satu, Vivi menoleh ke arah halaman belakang. Tapi apa yang ia lihat? Seseorang sedang berdiri di depan pintu ruang kerja Kinal.

"Tamborin?" gumam Vivi, lalu berjalan ke arah Chika yang tampak fokus dengan urusannya.

Saat sudah cukup dekat, Vivi mengeluarkan suara pelan, "Chik? Lu ngapain di situ?"

Seketika Chika menoleh dengan mimik wajah terkejutnya. Suara Vivi memang pelan, tapi cukup untuk membuat jantung Chika turun ke mata kaki.

"Kaget lu ye?" Vivi menunjukkan tampang tak berdosanya.

Beruntung otak Chika masih bekerja dengan baik. Gadis ini pun langsung menarik tangan Vivi untuk menjauh dari tempat ini. Setidaknya untuk menghindari kemungkinan kalau Kinal tiba-tiba keluar ruangan dan menanyai mereka.

...

...

Kini keduanya sampai di halaman belakang. Napas Chika naik turun akibat berlari kecil sambil menarik manusia di belakangnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 16, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Piringan MimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang