Kata orang, sulung itu memikul beban berat, karna menjadi sulung, berarti ia harus selalu memberikan contoh yang baik untuk adik-adiknya.
Mario melakukan itu, ia selalu berusaha menjadi manusia baik yang bisa dicontoh oleh adiknya. Menjadi sulung di keluarga Mahendra itu butuh mental yang kuat, karna jika menjadi sulung, berarti harus siap menjadi satu-satunya yang membawa harapan keluarga.
Mario tertekan, karna itulah, ia memilih untuk keluar dari rumah, mengadu nasib di ibu kota, masuk keluar Cafe untuk sekedar membawakan lagu ciptaannya, hingga ia dapat terkenal dikalangan anak muda.
"APA? GUE BENCI SAMA LO! GUE BENCI! LO EGOIS! LO NGEBIARIN GUE KEPERANGKAP DI RUMAH SETAN ITU! GUE BENCI! GUE GAK MAU LIAT MUKA LO LAGI!" Mario memeluk tubuh Jerico erat, adiknya tengah marah kepadanya, Mario tahu itu.
"Maaf, maafin abang, maaf, maaf" Jerico menangis hebat di pelukan Mario, Jerico lelah, ia ingin istirahat, ia tak mau memaksakan tubuhnya, tetapi ia bisa apa? Hidupnya diatur oleh sang Papa, Jerico tak bisa menentukan keinginannya.
"Maaf lo gak bakal bisa bikin hidup gue kayak dulu lagi! gue gak mau hidup gue kayak gini! gue mau hidup bebas! nentuin apa yang gue mau sendiri, tanpa diatur, gue mau jadi dokter bukan ngelanjutin perusahaan itu!" Mario diam, ia sangat tahu, menjadi dokter adalah keinginan terbesar Jerico, tapi apa? Ia juga mau egois, ia tak mau kembali kerumah itu untuk menggantikan Jerico, Mario ingin menjadi musisi, bukan pengusaha. Mario lebih suka menulis lirik lagu dibandingkan dengan menandatangani berkas-berkas.
"Abang tau, abang tau Jer, lo mau jadi dokter bedah kan? abang tau. Maaf udah egois, maaf udah bikin lo harus ngerasain ini semua. Abang juga gak tahan dirumah itu, tunggu sebentar lagi, abang bakal ngumpulin uang yang banyak, terus ngejemput lo pergi dari rumah itu, tunggu ya? tunggu abang punya banyak uang, biar abang bisa nyekolahin lo tinggi-tinggi, biar lo bisa gapai impian lo jadi dokter, abang janji, abang bakal jemput lo, abang janji" Jerico masih diam, ia masih menangis, membuat hati Mario menjadi sakit rasanya. Mario tahu, tak seharusnya Mario egois seperti ini, tapi bagaimana lagi?keinginan Mario untuk menjadi musisi lebih besar.
"Gue pulang, gue pegang janji lo" Jerico bangkit dari duduk nya, lalu memakai tas sekolah nya.
"Gue anter"
~*~
"Siapa ini? ah musisi tak terkenal itu kah? ada urusan apa anda kemari? apa anda perlu sedikit sumbangan karna sudah tak mampu hidup terlantung-lantung?" Mario menahan napas, ia tak mengira Papanya akan pulang kerumah secepat ini.
"Maaf, tapi sayangnya saya tak butuh uang anda, saya permisi, saya hanya ingin menghantarkan Jerico pulang" Mario mengambil langkah untuk kembali ke motornya.
"Kemana motor sport mu? Kenapa tinggal motor murahan seperti ini? hahahahahaa Mario-Mario, saya sudah bilang kan? menjadi musisi tak akan membuat mu kaya" Mario mengepalkan tangannya. Ia menatap motor scoopy merah yang ia beli bekas.
"Memang, menjadi musisi tak membuat saya kaya, menjadi musisi memang tak membuat saya bergelimang dengan harta, tapi setidaknya, saya melakukan apa yang saya suka, walaupun saya harus merelakan motor sport kesayangan saya karna mewujudkannya, saya tak apa, karna segala di dunia ini tak bisa di ukur dengan uang, saya bahagia dengan motor murahan ini, saya permisi, dan saya mohon juga kepada anda, tolong didik adik saya sebaik mungkin jangan terlalu mengekangnya, atau ia akan pergi dari rumah ini" Mario kembali kemotornya lalu pergi dari rumah itu.
PLAK
Jerico menunduk saat Papanya menamparnya.
Huft, takdir benar-benar mempermainkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
destroyed [Dream 00L]
Teen FictionCerita empat sekawan, dengan lukanya masing-masing