Episode 3 - indebtedness

39 34 10
                                    

Selepas makan kami langsung membenahi semua piring² kotor, kami cuci setelah itu bubar dari meja makan & bergegas ke kamar "kalau begitu aku & Ara ke kamar ne eomma", eomma mengangguk sebagai jawaban. 

Aku pun menarik tanganya Ara untuk langsung bergegas ke kamar, sesampai di kamar yang minimalist namun terasa nyaman. 

Kami pun menutup pintu kemudian Ara marah kepadaku "apakah Eonni harus menarik tanganku seperti itu?" tanyanya kesal. 

Aku menghela nafas panjang "yaaa mianhae, habisnya sedari tadi eonni merasa resah memikirkan hutang² eonni kepada cowok reseh itu!" dengusku. 

Ara juga sangat frustasi ia mengacak² rambutnya "apalagi aku Eonni yang sudah lama berurusan denganya" gerutunya. 

"Kenapa kau tidak pernah menceritakan hal ini kepada Eonni?" tanyaku. 

Ara memanyunkan bibirnya "aku tidak bisa menceritakanya kepadamu ataupun kepada eomma... aku takut... hiks... aku takut... karena ulahku akan menjadi beban pikiran kalian... hiks... aku benar² minta maaf" Ara mulai menangis merasa sangat menyesal, aku pun memeluknya sembari mengelus² punggungnya "sudah... sudah... jangan menangis, kita bisa selesaikan masalah ini bersama²" 

Aku tahu satu²nya jalan untuk memecahkan permasalahan ini hanyalah mengeluarkan apa yang ada, meskipun sepertinya tabunganku tidaklah cukup. 

Aku pun mengambil bangku kecil untuk mengambil celengan yang ku simpan di atas lemari "Eonni? apa eonni yakin akan mengeluarkan semua tabungan Eonni untuk membayar hutang?" tanya Ara. 

Aku pun turun dari bangku dengan memegang celengan kucing kesayanganku "ya meskipun Eonni tidak tega untuk memecahkan si pushy tapi mau bagaimana lagi?" aku langsung membantingnya ke lantai, tidak terduga suaranya begitu kencang membuat kami khawatir suaranya akan terdengar sampai ke luar sana. 

"Aduh! suara celenganya keras sekali..." gumam Ara merasa resah. 

"Suara apa itu?" teriak Eomma. 

"Eonni cepat sembunyikan uangnya" bisik Ara, "ne" aku pun langsung menyembunyikanya dengan ku tutupi pakai selimut, ku singkirkan di pinggir ranjang. 

Eomma pun membuka pintu kamar kami yang tidak di kunci "suara apa itu? asalnya seperti dari kamar kalian?" tanyanya kebingungan. 

Aku mengangkat bahuku "tidak tahu eomma?" Ara juga menggelengkan kepala "entahlah eomma kami tidak mendengar apapun?", kami melihat dari raut wajahnya sepertinya eomma tidak yakin dengan apa yang kami ucapkan, kami merasa eomma curiga kalau kami tengah menyembunyikan sesuatu. 

"Kalian yakin? suaranya cukup kencang?" curiganya. 

"Mungkin suaranya berasal dari tetangga sebelah?" kiraku, eomma akhirnya memilih percaya karena kami tidak akan bisa mengatakanya. "Baiklah, kalian tidurlah & jangan begadang! jangan sampai besok kesiangan!" nasehatnya. 

"Ne eommaa" seru kami kompak.Eomma pun keluar & menutup pintu, barulah kami bisa bernafas lega "ini untuk pertama kalinya aku membohongi ibuku sendiri" gumamku pelan. 

"Eonni kita tidak mengatakan suatu kebohongan tapi kita hanya menyembunyikan sesuatu & di situasi seperti ini mana mungkin kita mengatakan apa yang terjadi di sekolah? bila kita bercerita nanti malah memperburuk keadaan" ucapnya. 

Aku mengangguk "ya Eonni tahu... tapi apakah kita bisa menyelesaikan masalah kita? ponsel & mobil harganya sangat mahal bahkan menjual sertifikat rumah sepertinya tidaklah cukup" lirihku. 

"Eonni? yang benar saja mana mungkin kita menjual rumah kita sendiri?" tanya Ara menanggapi ucapanku dengan serius "itu hanyalah sebuah perumpamaan, jika seandainya... begitu maksudku" jelasku. 

Imaginary Friend [ Teman Hayalan ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang