Veel: Bagian 6.

24 4 0
                                    

"Apa aku tidak bisa mendapatkan kekuatan yang lebih bagus?"

Pertanyaanku membuat Veel melipat tangannya di depan, alisnya turun seolah dia geram mendengar perkataanku itu. "Hei! Kekuatanku bagus dan berguna tau." ucapnya dengan dengkusan seperti anak kecil yang tidak setuju dengan orang tuanya.

Melihat tingkah kekanak-kanakannya itu, aku mengibaskan tanganku dengan cuek dan bertanya, "Terserah, deh. Jadi, gimana caranya aku bisa pinjam kekuatan itu?"

"Mungkin gampang." ucap Veel seraya dia merogoh saku celananya dan mengeluarkan sebuah buku kecil, seperti buku saku pramuka, tetapo lebih tebal. Belum sempat aku melihat halaman depan dari buku itu, Veel membuka lembaran-lembaran buku dengan cepat. Jemarinya bergerak dengan cepat mencari-cari sesuatu di dalamnya. Aku mencondongkan tubuhku ke dekatnya, berusaha mengintip isi buku itu, tetapi dengan cepat Veel menutup buku itu dengan rapat.

Veel dengan cepat mengembalikan buku saku itu kembali ke saku jasnya. "Baiklah!" Veel berseru sembari menaruh tangannya di bahu kiriku dan mulai membisikkan suatu kalimat yang tidak aku mengerti sama sekali.

Tak lama setelah dia mengucapkan kalimat yang terdengar seperti mantra itu, telapak tangan Veel mengeluarkan sinar gelap berwarna keunguan yang bersentuhan langsung dengan bahu kiriku. Merasakan hal itu, rasanya tubuhku terhentak akan sesuatu dan sekitarku berubah gelap seketika.

Pandanganku kembali hanya dalam hitungan detik. Aku mengerjapkan mataku, memperhatikan sekitarku. Aku masih berada di tempatku semula, di depan gerbang sekolah. Di sebelahku, Veel mengibaskan tangannya di depan wajahku. "Hei! Kau gak apa-apa?" tanya Veel.

Mataku turun untuk melihat seumur tubuhku. Memeriksa setiap bagian dari tubuhku. Akan tetapi semuanya terlihat sangat normal. "Tadi itu apa?"  tanyaku.

Veel berdeham sebelum tangannya kembali merogoh saku jasnya, mengambil buku saku yang sebelumnya dia baca. "Sepertinya tadi kau bangun sebentar. Mungkin?" jawab Veel. "Seharusnya sekarang kau bisa mencoba kekuatan baru kau itu." lanjutnya seraya mengembalikan buku saku itu dalam jasnya.

Aku menoleh padanya, dahiku berlipat saat mendengar penjelasan yang sama sekali tidak jelas itu. "Apa maksudnya aku bangun sebentar? Aku gak bangun ke dunia nyata sama sekali." tanyaku.

Seperti biasanya, Veel balas dengan mengangkat bahunya disertai dengan seringai besar di wajahnya. "Kita bahas masalah itu lain kali aja. Sekarang ayo coba kekuatan baru kau." ucapnya dengan enteng.

Veel hendak melangkahkan kakinya ke luar gerbang, tetapi ia menghentikan langkahnya saat melihat aku yang masih belum bergerak satu langkah pun. "Kau tunggu apa? Ayo pergi." katanya.

Aku melipat tanganku di depan dadaku dan memutar mataku seraya berkata, "Pergi kemana? Aku gak bisa pergi ke luar sekolah dan kita juga gak bisa balik ke sekolah, Pak Tono masih di sekolah. Dia pasti gak pengen liat kita balik lagi." balasku.

Veel terdiam memegang dagunya, pupil matanya yang entah sedang tertuju kemana itu seperti sedang diputar seraya dia memutar pikirannya. "Kau tau tempat luas yang tertutup di sekitar sini?" tanyanya.

Aku menaikan sebelah alisku, memikirkan tempat yang cocok dengan deskripsi dari Veel. Menemukan satu tempat yang sesuai dengan deskripsinya, aku menjawab, "Ada lapangan olahraga indoor di sekitar sini tapi gimana kita kesananya? Aku kan belum bisa pake kekuatanku."

Veel berjalan mendekatiku, tangannya bergerak untuk memegang bahu kananku seraya dia berkata "Aku antar kau ke sana," kata Veel. "tapi mungkin kau akan tetap merasa sesak. Sedikit." lanjutnya.

Mendengar itu, aku menarik napas panjang. Mengingat perasaan sesak yang bukan main-main itu, aku bersiap-siap untuk menghadapi rasa sesak yang menantiku. Dalam sekejap kami melesat ke tujuan.

Little DreamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang