Part 8. Terjatuh di Tangga

176 1 0
                                    

"Mau ke mana? Jangan lancang, ya, naik-naik ke lantai atas!”

"Tidak, Mbak. Saya cuma ...."

"Jangan-jangan kamu mau mencuri, ya? Kamu mau mencari sesuatu yang berharga di rumah ini?!"

"Tidak, Mbak. Saya cuma mau ke kamar Mama."

"Mama? Hebat, ya, sudah berani memanggil seperti itu. Mudah sekali hidup kamu! Saya aja berjuang mati-matian bisa sampai di sini."

Berjuang mati-matian? Maksudnya apa?

"Iya, terserah Mbak aja. Saya permisi dulu takut Mama menunggu lama." Kulihat Mbak Sari menyeringai.

Aku tak mengacuhkannya dan terus berjalan menapaki anak tangga. Namun, tiba-tiba ada yang menarik tanganku ke belakang. Kakiku lolos melewati satu anak tangga dan akhirnya terjun melewati lima anak tangga lain di bawahnya. Aku terjerembab di lantai.

"Aaah." Aku kesakitan terutama di bagian perut, keram sekali.

Mbak Sari masih di atas dekat tempatku berdiri tadi. Ia berjalan turun dengan anggun.

"Rasakan! Makanya jangan sok penting di rumah ini."

"Rimar?" panggil Mas Gio.

Mbak Sari membelalak saat mendengar suara itu. Aku pun ikut menoleh ke asal suara. Ini pertama kalinya aku mendengar Mas Gio memanggil namaku, rasanya tersentuh sekali.

Sementara, Mbak Sari bergegas turun dan membantuku duduk. Ekspresinya begitu mengkhawatirkanku.

Ada apa ini? Dia berpura-pura baik di depan Mas Gio?

"Rimar, kamu baik-baik saja? Apa yang terjadi?" Mas Gio berjalan cepat dari arah depan. Sepertinya, dia hendak masuk ke kamarnya dan kebetulan melihatku.

"Rimar, apa yang sakit? Kok, bisa jatuh, sih? Hati-hati, donk. Kamu, kan, lagi hamil."

Aku mengerti, dia bukan singa. Tetapi, siluman rubah.

"Perutku, Tuan. Perutku sakit sekali."

"Darah," pekik Mas Gio ketika melihat darah menetes di betisku.

Tanpa bertanya dulu, Mas Gio menggeletakkan tasnya lantas membopongku ke luar. Aku memperhatikan Mbak Sari yang semakin menjauh. Dia menatap kami dengan tatapan menyalang.

Mas Gio membuka pintu mobilnya dan mendudukkanku di kursi samping pengemudi. Dia berjalan memutar kemudian duduk di sampingku. Kakinya menancap gas cepat dengan wajah cemas.

Aku merasa lelah dan mual. Perutku sakit. Tatapanku semakin meredup dan hilang kesadaran begitu saja.

***

Aku membuka mata dan melihat tempat yang sama beberapa waktu lalu. Aku di rumah sakit lagi. Sepertinya sudah malam, karena gorden sudah ditutup semua. Terlihat kegelapan di antara tirai-tirai jendela yang tak tertutup rapat.

Tak ada seorang pun yang menemaniku. Di mana Mas Gio?

Aku beranjak dari tidur mencoba untuk duduk. Lalu, Mas Gio muncul dari arah luar sambil menelepon.

Mengandung Bayi BosTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang