Laki-laki itu Kembali menghampiriku. Percakapanku dengan Ayah kuhentikan untuk menyambutnya. Dengan mata yang agak bengkak setelah menangis di hadapan Ayah, aku tersenyum pada Gilang.
"Darimana Lang?"
"Ke depan sebentar, oh iya, kamu sama Ayah mau makan apa? Biar gue beliin keluar?" Tanya Gilang dengan sangat hangat dan ramah.
"Aduh gak usah repot-repot, nak. Om sebentar lagi juga pulang kok"
"Loh, Ayah udah mau pulang?" Tanyaku takut kehilangannya lagi.
"I.. iya. Kamu kan udah ada yang jagain"
"Lebih baik kamu pulang aja sama Ayahmu, Ya, Gimana?" Saran Gilang tiba-tiba tanpa ada brifing apapun.
Meskipun rasa inginku sangat tinggi untuk mengunjungi rumah Ayah, namun jika tanpa persiapan seperti ini rasanya akan sangat canggung.
Sebab tak ada yang merespon apapun selama beberapa detik, Gilangpun melanjutkan sarannya yang lagi-lagi tanpa sepengetahuan dan persiapanku.
"Kebetulan saya bawa mobil sih om, jadi...." Ucapnya sambil menggaruk kepala, ragu-ragu untuk melanjutkan kalimatnya.
"Mungkin saya bisa antar kalian ke rumah om..."
"Kalau gak merepotkan, Ayah sih setuju aja. Itu juga kalau kamu mau" Jawab Ayah tiba-tiba. Menembakan peluru-peluru haru kedalam dadaku.
Akupun mengangguk.
Dengan perasaan Bahagia yang tidak bisa ku jelaskan secara rinci, kami menaiki mobil Gilang menuju rumah Ayahku. Rumah Ayahku? Aku tidak pernah menyangka akan bisa mengucapkan kalimat itu. Yang aku Yakini selama ini adalah aku tak akan pernah bisa bertemu Ayah lagi. Tapi, betapa beruntungnya aku hari ini bisa satu mobil dengan Ayahku yang telah lama aku rindukan, dan seorang laki-laki baik yang Namanya selalu terdengar satu sekolah namun tak pernah kusangka pula akan mendengung dihatiku akhir-akhir ini.
Melihat mereka dari jok belakang membuatku percaya, bahwa aku berhak mendapatkan kasih sayang dari orang-orang. Sambil mensyukurinya, aku melihat jalanan lurus seperti menuju ke cahaya dari segala kegelapan yang telah kugeluti bertahun-tahun.
Namun tiba-tiba sebersit wajah mamahpun teringat sekilas. Dalam semua kebahagiaanku ini, rasanya tetap kurang jika aku tetap membenci Mamah. Mamah yang tak bisa menjadi mamah yang kuharapkan. Dan aku cap sebagai sumber ketidak-bahagiaanku. Namun jauh didalam lubuk hatiku yang paling dalam, sangat dalam, aku merindukannya. Rindu melihat wajah lelahnya yang terkadang tidak sengaja tertidur di ruang kerjanya. Dan aku bohong jika aku bilang aku tidak tahu bahwa yang ia lakukan adalah untukku. Meskipun banyak hal yang ia lewatkan tanpa ia tahu.
"Laudya, kita beli bahan makanan dulu, ya. Nanti Ayah masakin buat kalian berdua"
Lamunanku buyar dan tersenyum. Lagi-lagi aku bisa tersenyum. Seolah tak pernah mengalami hal lain selain kehangatan ini.
"Oke Yah, Aku mau...."
"Jamur?" Tanya Ayah tiba-tiba menyela kalimatku.
Jamur. Ternyata ia masih mengingat dengan jelas apa makanan kesukaanku.
"Iya.." Jawabku dengan suara yang agak bergetar sebab menahan banyak haru hari ini.
"Ternyata kamu suka jamur, Ya?" Tanya Gilang.
"Iya, waktu kecil Om suka buatkan buat dia, tapi seringkali gagal. Hehehe, maklum waktu masih bujang seumur nak Gilang ini seringnya main. Gak pernah ikut urus rumah"
"Oh iya om, saya juga jarang masak sih, jarang dimasakin juga hehe"
"Begitu? Berarti hari ini kamu beruntung ada yang masakin"
"Wah, beruntung banget om, nanti saya belajar dari om juga deh biar bisa masakin jamur yang enak"
"Nak Gilang suka jamur juga?"
"Enggak sih om, tapi kan Laudya suka"
"Haha, sepertinya kalian bukan teman biasa ya?" Goda Ayah tiba-tiba dengan mata nakal dan tawa yang Bahagia.
"Enggak ko, Gilang emang baik ke semua temennya" Jawabku cepat sebelum Ayah berpikir yang macam-macam.
"Yah.... Seringnya dikira gitu sih om. Emang kadang cewek suka gak peka ya om?"
"Hahaha, yaa kita sebagai laki-laki memang harus pelan-pelan dan berusaha lebih keras biar perempuan itu paham"
"Wah, bener-bener kayaknya saya harus banyak belajar dari om"
Mereka tertawa dengan ringan seakan kebahagiaan hari ini adalah moment yang mereka miliki seumur hidup mereka.
Terimakasih Ya Allah.
Tes.
YOU ARE READING
Balerina
Teen FictionBagi Laudya dan Zia ballet adalah segalanya. Bagaimana ketika 2 orang sahabat ini bertemu dalam satu kompetisi. Ditambah hadirnya laki-laki idaman Zia sejak lama yang mengincar Laudya. Masihkah persahabatan mereka tetap bertahan setelah 10 tahun ber...