tuk... tuk... tuk...
derap langkah kaki memenuhi sepanjang koridor tatkala seorang lelaki jangkung dengan ransel yang hanya ia letakkan di sebelah pundaknya berjalan tergesa-gesa menuju aula fakultas.
lelaki itu terus menerus memeriksa tumpukkan kertas ditangannya dengan teliti, khawatir ada satu bagian yang tertinggal.
namun, saat langkahnya sudah mendekati aula fakultas, lelaki itu berhenti sejenak.
ia terdiam, berdiri didepan pintu ruang seni yang sedikit terbuka. menatap gadis dengan rambut hitam pekat yang diikat cepol sedang meliukkan tubuhnya mengikuti alunan lagu dengan tempo yang lambat namun mampu membuat siapapun yang mendengarnya merasa hidup.
masih asyik mengamati gadis tadi, atensinya beralih karena gadis yang baru saja dilihatnya malah menghilang begitu saja.
lelaki itu bergidik ngeri, mengusap tengkuk lehernya. sembari berharap, bahwa yang dilihatnya tadi bukanlah hantu atau semacamnya.
"oi!"
lelaki itu sontak menjauhkan diri dari tempatnya berdiri tatkala gadis tadi muncul begitu saja dari balik pintu yang membuatnya hampir tersedak ludahnya sendiri.
"a-anu... saya ganggu ya? iya sudah, kamu lanjutkan saja latihannya, saya duluan." kata lelaki itu salah tingkah.
gadis itu mengamati lelaki dihadapannya dari ujung kepala hingga ujung kaki secara saksama. "lain kali jangan begitu ya?"
"i-iya, maaf..."
"waterboom man!!" sungutnya tiba-tiba. membuat lelaki dihadapannya itu menatapnya takut-- lebih takut dari awal pertemuan tadi.
melihat ekspresi kebingungan lelaki dihadapannya, gadis itu terkekeh kecil sambil menggelengkan kepalanya.
kalau dilihat-lihat, kayanya nggak asing? kata lelaki itu, dalam hati.
"kamu anda-ra, kan?" celetuknya tiba-tiba.
membuat gadis dihadapannya menggeleng cepat disertai raut wajah sebalnya.
buru-buru, ia membuka buku ditangannya, dan kemudian menuliskan sesuatu diatas kertasnya.
tak lama, gadis itu langsung memberikan kertas itu kepada lelaki dihadapannya. "nih."
"oh iya, maaf... anindya ningsih?"
"bentar deh, muka lo kayaknya nggak asing? kita pernah ketemu?" kata gadis yang kini sudah diketahui namanya, anindya.
lelaki itu terkekeh pelan, sekarang ia ingat kenapa wajah gadis dihadapannya ini sangat familiar. "hahaha iya, di webinar minggu lalu."
gadis itu menatap kearahnya dengan tatapan sinis. "lo ngikutin gue? stalker lo, ya?!" cercahnya.
lagi-lagi, lelaki itu terkekeh geli.
untuk apa ia mengikuti gadis dihadapannya? toh tanpa diminta pun, kalau memang semesta yang mengirim gadis itu untuk dirinya, mau bagaimanapun pasti akan bertemu juga.
"saya panggil kamu anin? dya? atau ningsih?" katanya, mengubah topik pembicaraan.
"ningning."
"uhm... oh iya, minggu lalu saya kan minta nomor kamu, dan waktu itu kamu left meeting room karena ada kendala. jadi, untuk saat ini apa masih berlaku?"
ningning mengerutkan keningnya bingung. "apanya? kendalanya yang masih berlaku? ya udah enggak lah, yakali gue di supermarket berminggu-minggu... gue ga se-stress itu."
rahang bawah lelaki itu mengeras, perlahan ia menyadari satu hal. bahwasannya, lawan bicaranya ini sangat menyebalkan.
"saya minta nomor kamu dan follback nya, ya?" kata lelaki itu dengan menyunggingkan senyum sambil mengangkat kedua alisnya dengan tampang tak kalah menyebalkan dari ningning.
KAMU SEDANG MEMBACA
[2] Ruang Rindu
Teen Fiction[🖇️📖] - pub on 27/11/21 ingat janji dua orang yang terhalang jarak tahun lalu? rindunya terlalu besar untuk dinikmati sendirian dalam waktu yang lama, dan tubuh yang sejatinya fana ini pun takkan mungkin menumpuk rasa-rasa yang perlahan membuatnya...