7

2.2K 386 20
                                    

Bukan menjalin kerjasama, Awan meminta Annela menyimpan kabar terkait foto mama Queen, laki-laki itu tidak ingin orang tua mengetahui karena tidak mudah baginya mempercayai begitu saja apalagi langsung menilai buruk. Menunggu kejelasan melihat latar foto tersebut tidak asing dan ia sudah meminta orang kepercayaan menyelidiki kebenarannya.

Tidak ada dalam rencana untuk membuat hubungannya dengan Annela semakin dekat. Mereka tidak pernah janjian bertemu kalau berpapasan di rumah umi murni karena gadis itu mengunjungi Queen. Sapa pagi masih seperti biasa, kalau Awan tidak mengangkat telepon maka akan disampaikan lewat sebuah chat tentu tanpa balasan. Begitu juga dengan makan siang, sulungnya Afanin  tidak perlu repot-repot karena putri Bima sudah menyiapkannya walaupun sering disedekahkan oleh papa Queen pada sekretarisnya.

Sore ini Awan kembali melihat gadis itu di rumah orang tuanya.

"Annela baru datang." umi memberitahu. "Nanti malam saja kamu jemput."

"Dia bisa pulang Umi."

"Tidak enak, masa menyuruhnya pulang?"

Queen terlihat asyik bermain dengan Annela, menyusun Lego untuk membuat istana. Gadis itu selalu datang, apakah tidak bosan?

Kalau nanti malam dia ke sini lagi kapan istirahatnya? Jujur, Awan tidak menyukai putrinya terlalu dekat dengan wanita itu tapi mengatakan langsung sama saja mempengaruhi Queen.

"Ini malamku dengan Queen, Mi."

"Umi tahu, bicara sendiri saja ya." umi masuk ke kamar, merasa tidak enak pada Annela karena kebiasaan Awan adalah bicara pada intinya.

Melihat umi masuk ke kamar, Awan berbalik arah tidak mengganggu Queen. Pria itu naik ke kamar beristirahat di sana. Sahabatnya tahu akhir pekan adalah waktunya untuk sang anak karena ia akan menolak jika mereka mengajaknya bergabung. Sering teman-teman datang ke apartemen mengobrol di sana. Sejak ditinggal mama Queen tak pernah lagi ia berkumpul apalagi menghadiri perayaan sebisa mungkin menghindarinya.

Usai mandi, Awan turun dan tidak menemukan Queen di ruang tengah. Lantas ia mencari umi.

"Sudah pulang?" 

Awan melihat abi-nya, ia mengangguk. "Bi, lihat Queen?"

Abi menggeleng. "Abi baru dari kamar, tanyakan umi."

"Baik."

Meninggalkan abi, Awan melangkah ke kamar umi dan mengetuk pintu kamar.

"Annela izin pergi?"

Umi menggeleng dan menatap bingung pada putranya. "Kamu tidak menyuruhnya pergi?"

"Tidak."

Umi sedikit lega. "Sudah cek kamar Queen?"

"Belum," sahut Awan lagi. "Queen  mengajak Annela ke kamar?" 

Umi mengangguk. "Annela sering menemaninya di kamar."

Berarti sudah sedekat itu? Kenapa perasaan Awan menjadi tidak tenang? "Aku ke sana dulu."

Awan bergegas ke kamar sang putri dengan pikiran yang tidak membuatnya tenang. Tiba di depan pintu ia tidak langsung mengetuk, dari kamar terdengar Queen sedang bercerita dan sesekali tertawa begitu juga dengan Annela sepertinya mereka sedang mengobrol seru. Bukan tidak ingin melihat langsung tawa Bahagia sang putri tapi seseorang di dalam menghentikan semuanya.

Queen sudah nyaman dengan Annela, mereka bisa berteman kan? Sungguh, Awan tidak ingin melibatkan diri. Laki-laki itu tidak sadar, ada senyum tipis saat mendengar tawa dua orang di kamar itu.

"Ada?"

Awan mengangguk, kemudian melihat umi tersenyum. 

"Queen cantik baik pula, siapa yang tidak suka?"  umi melihat sang putra, bukan tidak tahu jika Awan mengerti maksudnya. "Kalau bukan Annela, pasti ada orang lain. Bisa jadi mamanya juga jatuh cinta kalau ketemu Queen."

Mendengar umi menyebut mama Queen, Awan tertegun. 

"Tidak tahu berapa tahun lagi, semoga saja saat dia kembali bisa melihat Queen walaupun tidak harus kembali bersamamu."

"Aku masih mencintainya." bagaimana jika kebenaran foto itu terungkap?

"Umi salut dengan setiamu." senyum umi selalu tulus. "Dan selalu berdoa agar ada orang yang mencintaimu sebesar cintamu saat ini." siapapun dia, tidak jadi masalah karena ia tidak pernah memaksa, seperti Awan menikahi mama Queen andilnya sebagai seorang ibu saat itu adalah merestui dan berdoa untuk kebahagiaan mereka tanpa pernah menduga jika prahara besar ini akan terjadi. 

"Jangan lupa, jika umi juga ingin melihat kebahagiaan anaknya. Kamu sudah menjadi seorang ayah, pasti sudah tahu rasanya." karena senyum anak belum cukup untuk seorang ibu sebelum melihat jika ia benar-benar bahagia dengan pendamping hidupnya.

Awan tidak bisa menjawab, tepat saat itu abi datang bergabung dengan mereka.

"Ngobrolin apa? Mukanya pada serius."

Umi tersenyum. "Biasa." alih-alih melanjutkan obrolan tadi, umi memilih mengalihkan bahasan.

"Ray sudah lama tidak main, kapan-kapan kita main ke rumah."

"Tidak mau fokus di sini, mungkin akan ikut mama."

"Oh ya?" umi melirik sang putra, kemudian bertanya lagi pada abi Awan. "Calonnya pengacara, apa mau ikut ke sana juga?"

"Mungkin, akadnya di sini tapi."

Umi mengangguk. Wanita yang berprofesi pengacara memang memiliki tekad kuat dan prinsip yang tak bisa diganggu gugat. Pernah bermenantu seseorang seperti itu sekarang akan menjadi ipar pula semoga hal buruk tidak terjadi lagi.

"Acara lain boleh kamu hindari, akad pamanmu jangan sampai tidak hadir."

"Insyaallah," kata Awan.

******

Rencananya Awan akan mengantar Annela pulang karena hujan mengguyur dengan deras, tapi setelah menunggu dua jam lebih wanita itu tak kunjung keluar dan memutuskan melihat ke kamar Queen.

"Tidur?" pria itu bergumam saat melihat dua Annela tidur memeluk Queen, mereka terlelap setelah bermain.

Awan tidak langsung keluar, karena sungkan membangunkan putri Naraya dia menarik selimut menutupi keduanya.

Karena Queen berada dalam pelukan Annela, jadilah lelaki itu sedikit menunduk melihat wajah sang putri yang begitu damai.

Tubuh yang sedang menunduk itu kaku saat sebuah tangan melingkar di tengkuk dan menekan dengan kuat hingga dua bibir bertemu. Tidak lebih tiga detik ciuman dari Annela, tapi bisa membuat tubuh Awan panas dan bergetar.

"Selamat malam Mas."

Wanita itu kembali memejamkan mata, sementara Awan masih tertegun.

Dukung di KBM juga ya dear....

Hello WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang