13

2.4K 443 8
                                    

Dia tidak akan meminta maaf karena tertidur di kamar Queen. Wanita itu juga menggunakan kamar mandi putrinya. Ia sudah selesai mencuci muka dan akan segera pergi. 

"Subuh dulu."

Rumee menoleh, saat mendengar suara Awan. Laki-laki itu masih mengenakan sarung dan peci. 

"Sepertinya kamu sudah sangat jauh."

Diletakkan mukena di sofa, kemudian ia masuk ke kamar Queen untuk membangunkannya sholat. 

Pukul 05.10 belum terlambat pada janjinya. Rumee menatap datar pada mukena tersebut. Ia bisa sholat di apertemennya.

"Mama mau sholat juga kan? Yuk bareng." bangun pagi-pagi dengan muka bantal, Queen bisa tersenyum ceria karena ini pagi pertama ia bangun melihat mamanya.

"Eum." Rumee melihat Awan yang melewatinya masuk ke kamar.  Bisa saja ia pergi sekarang, Queen yang menahan langkahnya. Ibadah bersama gadis kecil itu tidak buruk.

Minggu pagi biasanya Awan tadarusan bersama sang putri, namun pagi ini laki-laki itu membiarkan Queen bersama Rumee. Lagi pula ini pertama kali anaknya melalui pagi dengan semangat menggebu.

Di dapur, Awan menyiapkan sarapan. Roti gulung sosis dan nasi goreng. Tidak lupa susu sebagai pelengkap. Laki-laki itu menyiapkan dua porsi seperti biasa. 

"Aku pergi."

"Papa sudah masak?" Queen masih memegang tangan mamanya. Awan mengangguk, untuk dua pertanyaan dari Rumee dan putrinya.

"Sarapan dulu, Ma. Aku anterin nanti." 

Rumee menatap putrinya. "Mama terlambat."

"Sebentar saja." Queen menarik tangan mamanya dengan wajah memelas. "Mama bisa bekerja dengan baik, setelah perut kenyang."

Duduk di samping sang putri karena Queen membagikan sarapannya dengan Rumee. Gadis kecil itu senang melakukannya, sepertinya ia akan berbagi semua dengan mama.

Jika Queen rela maka, Awan tidak. Porsi anaknya terlalu kecil, jadi laki-laki itu memberikan jatahnya. "Ini sarapanmu, aku sudah makan tadi." kemudian ia melihat putrinya. "Antar sampai lobi depan ya Queen?"

"Baik Pa." Queen terlalu bahagia pagi ini. Menikmati sarapan sambil menatap mama adalah hal paling indah.

******

"Queen di mana?"

"Dibawa Rumee."

Afa, menghela napas. "Kamu menceraikannya."

Awan lebih terluka, pernyataan yang cukup jelas dari Rumee hingga ia menjatuhkan talak untuk wanita itu.

"Kasihan Queen." umi mengusap matanya. Memikirkan cucunya yang harus menjalani hidup tanpa keutuhan keluarga. Dan untuk sang putra, wanita itu juga bersedih. Penantian selama ini telah berujung luka. 

"Abi menyuruhku datang."

"Masuk saja, abi-mu ada di ruang kerja." 

Awan meninggalkan umi dan menuju ke ruang kerja abi. Selama Queen sekolah, ia jarang pulang. Setiap melihatnya umi pasti sedih, Awan khawatir umi sakit karena kepikiran. Tahu bagaimana perasaannya karena ia sudah memiliki Queen jadi bisa merasakan bagaimana jika hal itu menimpa Queen.

Na'udzubillaahi Min dzaalik.

"Sehat Nak?"

"Alhamdulillah, Abi."

Alfian tersenyum. "Allah sangat sayang padamu, lepas lima tahun masih diuji."

Begitu besar hati abi saat menghadapi masalah, Awan berharap semoga ia juga bisa berlapang dada seperti abi-nya.

"Abi ingin menarik Rumee sebagai pengacara perusahaan."

Awan keberatan. "Kenapa dengan bu Rasyidah?"

"Beliau tidak keluar, Abi mau Rumee yang di depan."

"Aku keberatan."

"Karena kamu belum bisa move on." Abi terkekeh. "Rumee orang yang cocok, Abi melihat kesempatan besar untuk siaga."

"Abi lebih tahu yang terbaik."

"Insyaallah." senyum abi begitu teduh. Awan tenang saat melihatnya. Bersahaja dan ramah, semua orang menyukai abi.

Awah berharap bisa profesional di situasi mendatang. Melihat Rumee setiap hari sabtu di rumah susah menggelisahkan semoga ketika mereka bertemu di kantor hatinya bisa tenang.

Perasaan yang masih begitu kuat.

Dulu Awan keberatan jika waktunya bersama sang putri diganggu tidak saat ini. Senin sampai Jumat ia bisa menghabiskan waktu bersama, sedangkan anaknya hanya bisa menghabiskan waktu setiap hari sabtu dengan Rumee. Entah bagaimana caranya, tiba-tiba saja Queen izin pergi dengan mamanya. Laki-laki itu hanya menitipkan pesan jaga putrinya baik-baik.

Karena tidak ada Queen, keluar dari rumah orang tuanya Awan pulang ke apartemen. Me time saja, selagi libur. Walaupun tidak berkualitas karena yang terpikirkan adalah orang yang sama.

"Mas!"

Awan sepertinya harus melupakan rencananya. Annela melambaikan tangan memanggil. Tidak mungkin, dia membawa gadis itu ke apartemen karena hanya ada mereka berdua lagi pula tidak ada kepentingan.

"Queen di rumah Umi?"

"Sama mamanya."

"Oh. Bukannya Sabtu hari dia?"

Awan tidak ingin menjawab. Kenapa harus Sabtu saja? Setiap hari Rumee harus menyediakan waktu untuk Queen, bukan kah seorang ibu seperti itu?

"Ada apa kamu datang?"

"Apalagi? Ya untuk ketemu Queen." Annela mendecak kesal. "Tumben banget, mau insaf dia?" gadis itu berkacak pinggang. Sudah dandan cantik mau mengajak Queen jalan eh malah keduluan Rumee.

"Sebagai ganti, kita jalan yuk Mas."

"Aku kurang enak badan." tidak berbohong, perut Awan memang tidak baik-baik saja. Ia terpaksa sarapan terlambat di rumah umi setelah bicara denahn abi.

"Aku yang nyetir."

"Annela."

"Mau aku gandeng atau kita genggaman saja?"

Awan kembali ke mobilnya, menyuruh gadis itu masuk.

Annela sudah sangat baik selama ini terbukti jika sayangnya pada Queen tulus tanpa pamrih walaupun begitu Awan terus menegaskan agar gadis itu tidak bersikap sesukanya terlebih tentang cara pikir terhadap sebuah hubungan. Sebagai pria Awan tahu betul hati wanita begitu lemah karena itu tidak bosan ia mengingatkan putri Naraya agar menjaga hati dengan baik.

"Jangan berharap pada manusia."

"Iya, aku ngajak jalan bukan dengar ceramah." gadis itu terkekeh. "Aku ngarep hati Papa Queen, semoga lekas sembuh dan segera move on."

"Amiin." 

"Kok ke sini?" protes Annela. "Ada Queen ke Mall, enggak ada juga ke Mall. Isi rumahku lebih lengkap dari tempat ini Mas!"

"Kadang kamu mau ke Zone."

Yang benar saja, Annela merasa kesal. "Cafe gitu Mas."

"Buang-buang waktu."

"Aish! Traktir es krim!"

Hello WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang