O8

644 81 0
                                    

Setelah menyelesaikan sarapan dan meminum obatnya. Rasya yang masih terlihat lemas hanya memeluk leher sang ayah yang sekarang sedang menggendongnya di depan teras sembari menikmati udara pagi hari. Sedangkan Alana sibuk memasak di dapur dengan Rafi yang menemaninya di dapur sedangkan Rafa sudah asik bermain mobil-mobilan dengan tanah di halaman depan.

"Papa tu pa?" tanya Rafa menunjuk ke arah kerbau yang lewat di depan rumah.

"Namamya kerbau" jawab Raka

"Bau? mau bau"

"Gak bisa masuk ke rumah dong kalau punya kerbau. Emang nya kandang kelinci Afa kuat buat kerbau?" Rafa menggeleng pelan sembari melihat kerbau yang lewat di depan rumahnya dengan sapi-sapi membuat Rafa bersemangat untuk melihat hewan yang jarang ia temui secara langsung

"Afa jangan jauh-jauh ya" teriak Raka memperingati sang anak agar tidak kemana-mana.

"Pa" panggil lirih Rasya membuat atensi Raka tertuju ke arahnya

"Abang mau apa?" tanya Raka sembari mengelus punggung sang anak sulungnya.

"Pucing" ujar Rasya menenggelamkan wajahnya ke leher sang papa.

"Udah udah, abang bobo lagi papa elus elus ya" ujar Raka sembari mengelus punggung anaknya.

"Masih anget?" tanya Alana yang baru saja tiba dengan Rafi yang ada di gendongan nya

"Masih, pakein kompres aja apa ya?" tanya Raka. Alana mengagguk setuju lalu berjalan ke arah dapur untuk mengambil kompresan.

"Afi main sama Afa dulu ya, buna mau ngurus abang sebentar" ujar Alana menurunkan sang anak agar bergabung dengan saudara kembarnya.

Alana berjalan ke dapur untuk mengbil kompresan dan mengompres sang anak yang setia menyembunyikan wajahnya di celurik leher Raka.

"Abang kalau mual bilang ya" ujar Alana yang di angguki Rasya.

Beginilah jika Rasya sakit, bahkan buat bersuara saja ia enggan. Kadang jika ia merasa rasa sakit Rasya hanya diam sampai kedua orang tuanya ini bertanya barulah ia bilang keluhan nya.

"Mau bobo baringan di kamar?" tanya Raka yang di gelengi oleh Rasya.

"Yaudah di sini aja kita" Raka duduk di kursi panjang di teras sembari mengusak punggung Rasya. Sedangkan Alana bergabung bersama kedua anak mereka yang asik bermain dengan tanah.

****

"Kan saya sudah bilang mau cuti satu bulan dan semua tanggung jawab saya sudah saya percayain ke kamu. Kenapa bisa sampai teledor kayak gini?!" ujar Raka sedikit membentak seseorang di balik telepon.

"Yasudahlah, biar saya yang atur semuanya. Tolong kondisikan kantor selagi saya masih di luar kota" setelah menutup sambungan telepon, Raka terduduk lemas di kursi teras sembari memijat kepalanya.

"Mas" panggil suara lembut milik Alana

Raka menyambut Alana dengan senyum menggeser sedikit tubuhnya agar Alana bisa duduk di sebelahnya.

"Ada masalah?" tanya Alana ketika sudah duduk di samping Raka.

"Kantor lagi ada masalah dek" Raka menghembuskan nafasnya guasar "Uang kantor hilang lima ratus juta" lanjut Raka sambil memijat kepalanya

Alana tertegun. Lima ratus juta bukanlah nilai yang sedikit, itu terlalu banyak "Kok bisa mas?" tanya Alana

"Pegawai mas di bidang keuangan ada yang ambil tapi kita belum tau siapa yang ambil"

Buna Alana 2  | Lee Jeno Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang