Sembilan

1.2K 104 9
                                    

Saat ini, Rafil dan Rafel sedang makan malam dengan kedua orang tuanya. Rafil sangat gugup sekarang, sebab tadi saat di sekolah ada ulangan harian Matematika. Mengapa Rafil masih gugup? Karena, sudah kewajiban jika ada ulangan Rafil dan Rafel harus menyerahkan hasil nya ke sang ayah.

Nilai Rafel nyaris sempurna yaitu 96, sedangkan Rafil hanya 64. Oleh sebab itu dia gugup sekali. Badan nya sudah gemetaran, keringat dingin pun bercucuran di pelipisnya.

Saat makan malam selesai dan meja sudah di bersihkan, mereka berdua langsung menyerahkan hasil nya pada Davino.

Brak

Davino menggebrak meja dengan keras nya membuat 3 orang yang ada disitu terkejut. Davino menatap tajam Rafil yang sedang menunduk.

"INI APA RAFIL?!!! APA INI YANG DI SEBUT NILAI?!!"teriak Davino membuat Rafil semakin ketakutan.
    
Widya pun turut menenangkan sang suami, "Pah udah tenang, jangan marahin Rafil. Dia kan udah usaha"ucap Widya lembut selembut bokong bayi. Dia khawatir jika nanti suami nya akan main tangan. Ia tidak ingin anak nya di sakiti oleh siapa pun, termasuk suami nya.

Gavino pun balik menatap sang istri. "Tapi dia sudah mempermalukan keluarga kita dengan nilai yang seperti itu. Tidak ada sejarah nya keluarga Gautama memiliki otak yang dangkal seperti dia."ucap Gavino dingin.

Badan Rafil tambah gemetaran mendengar itu, Rafel beralih memegang kedua pundak adik nya. Berusaha menenangkan.

"Ke kamar aja yuk"lantas mereka berdua berjalan menuju kamar. Tapi baru beberapa langkah, suara sang ayah menghentikan langkah mereka.

"Siapa yang nyuruh kamu ke kamar. Ayo ikut papah, kamu harus dihukum!!"ucap nya lalu mencengkram tangan Rafil kuat dan menyeretnya menuju gudang.

Rafel yang melihat itu pun langsung mengejar nya, ia tidak mau adik nya kenapa napa karena ulah ayah nya. "Papah mau bawa Rafil kemana?! Jangan sakitin Rafil pah!"seru Rafel sambil menarik tangan adik nya yang sudah menangis.

"Tidak Rafel, anak ini harus di kasih pelajaran"ucap nya lalu membawa Rafil memasuki gudang.

Lalu ia mendorong kasar tubuh mungil sang anak sampai Rafil tersungkur. Tanpa aba-aba dia menutup pintu dan mengunci nya.

Rafil sontak berdiri dan menggedor-gedor kan pintu nya sambil menangis.  Satu hal yang harus kalian tahu. Rafil itu takut dengan ruangan sempit dan gelap. Apalagi dia memiliki asma, di gudang ini pasti banyak sekali debu. Dan berakhir asma nya akan kambuh lagi.

"PAPAH BUKA PAH!! MAMA ABANGG TOLONG RAFILLL!! RAFIL TAKUT DI SINI..."sungguh Rafil sangat takut disini, dia ingin cepat-cepat keluar.

"Kamu papah kurung disini satu malam. Besok baru papa buka pintu nya"ucap Gavino.

Rafel yang melihat itu tidak terima "Pah! Papah apa-apaan sih?! Rafil itu punya asma pah, nanti kalo kambuh lagi gimana? Papah kok tega banget sih" seru Rafel yang berada di sebelah Widya yang masih menangis melihat anak nya di hukum oleh Gavino.

"Papah tau. Papah cuman mau kasih dia pelajaran, biar dia jera"ucap nya lalu tanpa sepatah kata lagi, dia menuju kamarnya.

"ABANGG TOLONGIN GUE BANGG!! GUE TAKUT hiks hiks hiks" suara itu membuat Rafel mengalihkan pandangan nya ke pintu gudang.

"Fil lo tenang ya, ada gue yang nemenin lo disini"ucap nya menenangkan, dia juga tidak tega melihat adik nya seperti ini.

"Mah, mamah tidur aja ya. Biar Rafel yang jaga Rafil"Widya mengangguk. "Jaga adik kamu Fel. Mama ke kamar dulu"dengan ragu, Widya pun berjalan menuju kamar nya.

Rafel terduduk dan bersandar di depan pintu gudang, ia berniat menemani adik nya. "Fil lo masih disitu kan?"tanya nya pelan.

Rafil yang sedang meringkuk ketakutan itupun mendongakan kepala nya. Netra nya menatap nanar pintu yang dibalik nya ada sang kakak.

"Iya bang"jawab nya dengan suara serak.

"Lo jangan benci sama papah ya, papah itu sayang sama lo. Cuman penyampaian nya aja yang berbeda"ucap Rafel sambil menutup mata nya.

Belum ada jawaban dari adik nya, ia rasa adik nya begitu ragu untuk menjawab. "Tapi kenapa mesti kaya gini bang? Apa gak ada cara lain?"tanya Rafil frustasi.

Rafel menggeleng, meski pun ia tau Rafil tak akan melihatnya. "Gue gatau,  tapi inget ya lo harus selalu baik-baik aja"

"Gue gak janji bang"

Selama beberapa saat, mereka saling diam. "Fil"

"Hm?"

"Lo tidur aja dulu biar besok bisa bangun pagi"suruh nya.

"Tapi dingin bang, gue gak bisa tidur disini. Banyak debu juga, gue gak bawa inhaler"jawab nya sambil menahan tangis nya yang siap pecah.

Rafel menghela nafas berat "Di lemari situ ada selimut yang gak ke pake masih bersih kok, lo bisa pake itu. Disitu juga ada boneka bekas gue dulu, bisa dipake buat bantal"jelas Rafel. Mengapa ia bisa tau? Karena dia sempat membereskan barang-barang di gudang itu. Dia juga sempat menaruh boneka beruang berukuran sedang milik nya dulu. Karena Rafel rasa dia sudah tak butuh, jadi dia taruh saja disitu.

Rafil menganguk pelan lalu berjalan menghampiri lemari yang dimaksud sang kakak. Dia mengusap air matanya sejenak, lalu membuka lemari tersebut. Dapat ia lihat ada banyak kain dan selimut. Di ambil lah selimut yang paling bersih. Tak lupa dia juga mengambil boneka milik Rafel kecil.

Dia berjalan ke arah tempat dia duduk tadi, dia mengambil kardus untuk di jadikan alas nya tidur. Lalu dia menaruh boneka dan menidurkan dirinya sambil menggunakan selimut.

"Udah siap tidur?"tanya Rafel yang sedari tadi diam. "Udah bang"jawab nya.

Rafel tersenyum tipis sambil mengetuk pintu nya. "Tidur sekarang ya, udah malem"ucap Rafel. Rafil mengangguk dan memejamkan matanya.

"Selamat tidur adikku sayang"ucap Rafel sambil memejamkan matanya. Dia tertidur dengan posisi terduduk di depan pintu. Tidak peduli dengan badan nya yang akan pegal besok nya. Yang terpenting adalah menemani adik nya disini.

__________
Hai manteman.... Aku balik lagi niehh. Maap baru bisa up sekarang, harap di maklumi ya. Aku abis PAS soal nya, jadi mau ngebut belajar dulu. Tapi karena PAS nya udah selesai, jadi aku udah bisa update deh.

Seperti biasa jangan lupa vote dan komen nya. Okey?!

See you in the next chapter

Double R [Slow Update]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang