Seorang siswi di depanku terlihat sangat marah.
Kedua tangannya terkepal, bibirnya sangat rapat. Di sisi kanan dan kirinya terdapat dua temannya yang menyilangkan tangannya di depan dada.
Setelah melihatku sekali lagi, wajahnya terlihat lebih buas. Tanpa aba-aba dia menampar pipiku. Suaranya sangat keras.
Aku tidak menduga ini, namun semuanya terlihat sangat kekanak-kanakan di depan mataku.
"Kurang ajar kau! Ngapain kamu ngerebut pacar saya?!"
Tangannya menarik depan bajuku. Saat dia berbicara, nafasnya tercium seperti limbah.
Sangat dramatis.
"Pacarmu? Siapa?"
Alhasil aku mendapat dorongan keras darinya. Tubuhku terhuyung ke belakang. Dia mendekat lagi kepadaku.
"GAUSAH PURA-PURA GAK TAU YA!"
Dia mengangkat tangannya lalu menghajarku abis-abisan. Dimulai dari menonjok perut, wajah, sampai menendang tulang keringku. Tubuhku bonyok. Setetes darah mengalir dari hidungku. Aku berusaha menampung darahku memakai tangan, namun setelah itu aku terjatuh ke aspal.
"Saya gak tau pacar kamu. Kenapa jadi sok jago gini sih?" aku berusaha berbicara meski dadaku terasa sangat sakit. Rambut pendekku sudah acak-acakan.
Bilang saja, aku babak belur.
Cewek berambut panjang se-pinggul bergelombang yang menghajarku tadi meludah kepadaku. Bukannya tidak ingin melawan, masalah mengapa ia bertingkah seperti ini saja aku belum tahu.
"Najis banget saya sama orang kampung kayak dia. Ew. Udah deket-deket pacar saya, lemah pula." Katanya kepada kedua temannya yang sedari tadi menyaksikan aku dihajar. Kedua temannya menggangguk. Salah satunya -yang berambut pirang lurus- menatapku bagaikan seonggok kotoran yang tercecer di jalanan.
Emosiku mulai membara. Aku berusaha untuk bangkit meskipun bokongku sakit. Lebam-lebam di kulitku seperti yang tidak setuju jika aku menyerangnya balik.
Saat aku sudah berdiri, seorang lelaki berbadan tinggi besar berlari menghampiri kami. Dia terengah-engah. Kedua tangannya bertumpu pada lututnya.
Dia adalah temanku, D-Te. Si penyerangku yang tadi langsung memeluknya. Lengannya dilingkarkan ke pundak D-Te, dan menunjuk ke arahku dengan ogah-ogahan.
"Sayang, dia mengataiku tai anjing!" Suaranya dibuat-buat agar terlihat manis. Padahal di telingaku itu adalah suara yang sangat ingin membuatku muntah.
Aku melongo. Maksudnya apa ya? Seorang siswi yang tiba-tiba menuduhku merebut D-Te tiba tiba menghajarku. Lalu sekarang aku di kambinghitamkan.
"Oh begitu." Balas D-Te dingin. D-Te menatap mataku dengan sorot bengis. Aku terkejut melihatnya seperti itu. Padahal sebelumnya kami sudah seperti sahabat dekat.
Aku melangkah menuju mereka berdua dengan langkah tertatih-tahih. Setiba di dekat mereka aku menatap D-Te dengan lurus, lalu menatap pacar D-Te. "Kita belum berkenalan."
Pacar D-Te melepaskan rangkulan dari D-Te. "Emang harus?"
Aku menjulurkan tangan kananku, dan berusaha tersenyum karena pipiku lebam.
"Aku Q-Nio."
"F-Ra"