"Hai, Rumah. Tolong pakaikan sepatu terbang kepadaku."
"Perintah dimengerti."
Sepasang sepatu terbang muncul dari lantai keramik lalu memasuki kakiku dengan ukuran yang pas. Aku menginjakkan kaki ke lantai. Aku terbang 5 cm dari lantai.
Setelah itu aku mencomot roti dari meja layang. Mama yang sedang berleha-leha sambil menonton drakor dari kontak lens menatapku.
"Mau berangkat sekolah?" tanyanya. "Ya." Jawabku. Lalu memeluk mama, "Aku berangkat ya, Ma."
Aku melayang lebih tinggi menuju atap rumah. Rumah kami tidak bertingkat. Namun memiliki berbagai macam ruangan di tembok atas.
Atap membukakan jalan untukku. Aku memandang ke langit. Lalu lintas udara sangat ramai hari ini. Sebuah angkotan kota melayang cepat ke arahku. Kendaraan itu berbicara lewat speaker yang tidak terlihat, "Selamat pagi. Silahkan menaiki angkutan ini jika kamu ingin pergi ke selatan."
Aku mengangkat satu tanganku, "Maaf, tidak kali ini ya."
Angkutan itu mendesing, "Baiklah. Jika kau perlu angkutan, pesan saja di aplikasi Angkutan Kota Online. Semoga harimu menyenangkan!"
Setelah mengatakan itu angkutan melesat cepat pergi ke selatan. Aku melihat jam tanganku. Sudah pukul 7. Aku harus bergegas menuju sekolah.
Aku terbang sambil menikmati rotiku. Di bawah terlihat ribuan manusia yang sibuk dengan kegiatan sendiri-sendiri. Melangkah dengan pasti demi kesuksesan dan biaya hidup yang tinggi di negeri ini.
Aku melayang di jalur khusus sepatu terbang. Banyak anak sepantaranku yang terbang bersisian. Rambut mereka berantakan terkena angin. Aku menambah kecepatan sepatu terbang. Harus bergegas lurus ke utara, sampai menemukan gedung kaca luas berbentuk pohon yang besar.
Aku memicingkan mata, gedung itu sudah terlihat. Aku melesat kebawah dengan kecepatan rendah sampai kakiku menginjak aspal.
Suasana kota hari ini sangat ramai. Aku berjalan dengan tegap menuju pintu masuk. Siswa-siswi lain pada memasuki sekolah unik ini. Sinar matahari lembut menyapu kami semua. Sampai seseorang menubrukku saat aku hendak melangkahkan kaki memasuki gedung sekolah.
"Hai." Sapanya. Ternyata D-Te. Hari ini rambutnya sangat rapi, juga penampilannya. Kurasa ia juga memakai seratus semprot parfum aroma buah apel. Sepatu terbangnya menyala-nyala. Ada tulisan "Aku Tampan" di sisi sepatunya. Aku mengernyit menatapnya.
"Mmm... Hai?"
"Bagaimana penampilanku hari ini?" D-Te menyengir yang sangat lebar sekali, memamerkan gigi putih bersihnya. Aku ikut menyengir, "Biasa saja. Tetap menjadi D-Te yang sok ganteng."
Senyuman D-Te hilang, menatapku kesal. "Aku kan emang ganteng."
"Iya deh."
Untuk benar benar memasuki gedung sekolah, aku dan D-Te bergiliran memasuki sterilizer chamber. Dan disinilah kami, gedung utama sekolah.
Gedung utama ini sangat besar, yang merupakan batang dari bentuk pohon jika dilihat dari luar. Beberapa siswa menuju dahan pohon (yang merupakan atas gedung) dan beberapanya lagi menuju akar pohon (gedung bawah tanah).
Dahan pohon terdapat banyak sekali lorong, dan lorong menghubungkan ke daun yang merupakan kelas.
Sedangkan di akar pohon terdapat berbagai labolatorium, ruang guru, serta ruangan super private yang hanya bisa diakses oleh orang-orang tertentu.
D-Te menarik tanganku. Kami terbang menuju lorong 106. Sampai di depan gerbang lorong, gerbang hologram itu menyapa kami, "Selamat pagi, D-te, Q-Nio. Silahkan genggam tangan kalian ke gagang gerbang 106."