Apakah kamu pernah bertemu dengan manusia robot?
Nah, kalau aku sebentar lagi akan bertemu manusia robot. Namun aku hendak memastikan dahulu bahwa ia benar-benar manusia, bukanlah seonggok program.
Aku melayang di depan pintu Café 212. Pintunya terbuka otomatis. Sore ini, Café 212 sangat ramai oleh para remaja dan orang pekerja yang baru pulang. Aku sampai tidak bisa melihat kursi kosong.
Seperti biasa, drone persegi menyambutku riang.
"Selamat sore! Tampaknya kamu datang sendirian. Mari kuantar ke tempat dudukmu!"
Aku megikuti drone kecil itu. Satu kursi tidak bertuan yang menghadap ke jendela seakan-akan menyuruhku untuk mendudukinya.
Setelah duduk di kursi itu, drone pergi. Aku memesan teh melalui website, dan langsung membayar. Aku meletakkan ponselku. Pemandangan di luar jendela sangat penuh hilir mudik transportasi modern. Beberapa orang juga berlalu lalang pada rute non kendaraan.
Langit jingga keruh yang diciptakan polusi masih terlihat menyenangkan dimataku. Langit hari ini masih bisa dibilang bersih, daripada langit-langit biasa yang lebih buruk. Aku menyilangkan kaki menunggu sang barista mengantarkan pesananku.
Tak lama kemudian, seorang barista tadi siang menghampiriku untuk mengantar pesanan. Aku menahan nafas. Namun tiba-tiba tangannya membeku saat hendak meletakkan teh ke mejaku. Matanya bergerak liar menatap tasku.
Sang barista menjatuhkan nampan serta teh yang masih panas. Aku tersontak kaget dan sigap berdiri. Kupegang tas kecilku erat-erat untuk berjaga agar dia tidak sembarang mengambil tasku.
Tricky Ball ada di dalam. Dia harus aman karena ini milik orang lain.
Seluruh pengunjung yang ada di café 212 menatap kami. Tetapi keadaan tiba-tiba menjadi sangat gelap. Menyisakan aku dan sang barista.
Aku masih mencerna kejadian ini dalam beberapa detik. Semakin lama tas kecilku ini semakin berat. Aku sedikit melangkah mundur.
Sang barista menutup matanya. Ia melangkah dengan tegap ke arahku. Aku melangkah ke kanan untuk menghindarinya.
"Semua itu tidak dapat dirahasiakan." Desisnya pelan saat ia melangkah di sisiku. "Aku tahu ada bola itu di dalam sana."
Aku menatap ke belakang. Sang barista mengangkat tangan kanannya pelan, "Berikan benda itu kepadaku. Atau kamu akan terjebak selama-lamanya di dalam sini. Gelap. Tidak ada jalan keluar."
Tasku semakin berat. Sang barista masih mengangkat tangannya. Ia seperti ingin mengambil Tricky Ball dengan kekuatan magnetik. Atau, pusat dari ruangan ini adalah pusat elektromagnetik?
"Aku bisa membaca pikiranmu, Nona muda." Desis sang barista. "Aku adalah pusat elektromagnetik di ruangan ini. Aku bisa meraih benda itu dengan tangan kosong."
Sang barista berbalik menatapku dengan matanya yang cemerlang. Aku masih berusaha untuk mengangkat tasku. Sang barista semakin mendekat.
Aku hendak melangkah mundur. Tetapi, apa arti perjuangan kalau di awal perjuangan kita malah bergerak mundur. Tujuanku di sini untuk menanyakan kata kunci, bukan mundur seperti orang lemah.
"Aku tidak bermaksud untuk merusak bola itu." tegasku. Sang barista berhenti melangkah. "Aku hanya ingin tahu kata sandi untuk membuka bola itu."
Sang barista terdiam sebentar. Selanjutnya ia tertawa terbahak-bahak.
"Hahaha... siapa kamu? Apa keperluanmu dengan bola itu? Hahaha. Si paling konyol."
Aku tidak gentar. Kukeluarkan bola itu dalam tas dan menggapitnya dengan jari telunjuk dan jempol. Kuarahkan bola itu di depan wajah sang barista meski bola itu menjadi sangat berat.
"Sebutkan saja kata sandinya!" Seruku. Sang barista menyingkirkan tanganku dari pandangannya. Ia menatap kedua bola mataku sebagai gantinya.
"Keras kepala dan ambisius," ucapnya. "Terlihat jelas dari matamu."
Aku gemas. "Katakan saja. APA KATA SANDINYA?!"
"Keras kepala,"
"SEBUTKAN!"
"Dan... ambisius."
"CEPAT!"
"Terlihat jelas dari matamu."
"CEPATLAH BARISTA ANEH! AKU SUDAH MUAK BICARA DENGANMU!"
"Terlihat jelas dari matamu."
Tricky ball mulai bercahaya dari tanganku. Semakin lama cahayanya semakin terang. Aku memandangnya tidak berkedip. Ruangan gelap ini lama kelamaan membentuk suatu ruangan yang hidup berkat cahaya yang diciptakan bola ini.
Namun lama kelamaan, cahaya itu diserap lagi oleh Tricky ball. Sekarang ia sudah seperti bola biasa lagi.
Aku menatap sang barista bingung.
"Kok?"