Sang CEO 'Raysal'

888 23 0
                                    

Seorang CEO sebuah perusahaan pakaian ternama di Indonesia dengan merk 'Raysal' sedang membereskan meja kerja nya yang dipenuhi berkas-berkas. Setelah merasa semuanya rapih, dia keluar ruangan dan berjalan dengan kewibawaannya melewati meja sekretarisnya.

"Sore, pak."

Tak dihiraukannya sapaan dari sang sekretaris genit. Hanya senyuman miring yang terlukis di wajahnya ketika setiap kali melewati meja sekretarisnya yang kerjaannya hanya berdandan. Jika saja bukan karena kualitas kerjanya, dia pasti memecat sekretaris itu sejak awal.

Ting!

Bunyi dentingan lift memecahkan lamunan kecilnya pada wajah seseorang yang selalu mengisi hari-harinya. Dia lalu masuk ke dalam lift dan dengan segera dia menekan lantai satu.

Tak berapa lama, lift khusus ini turun dari lantai dua puluh delapan ke lantai satu. Saat pintu terbuka, semua pegawai yang berada di lantai satu segera menengokkan kepalanya dan sedikit menunduk, tanda memberi hormat setiap kali CEO itu berjalan ke arahnya.

"Selamat sore pak, ada yang bisa saya bantu?" tanya sang receptionist tak lupa disertai dengan senyuman ketika sang CEO berdiri di depan meja kerjanya.

"Apa ada seseorang yang datang kemari?" jawab sang CEO balik bertanya.

"Tunggu sebentar ya pak," jawab sang receptionist menutupi keheranannya, karena sang CEO selalu menanyakan hal yang sama setiap hari. Tanpa banyak berpikir lagi, dia mulai mengecek buku tamu. Dan tak berapa lama, dia mengangkat kepalanya. "Tidak ada pak," dengan wajah kecewa dia menjawab.

"Terima kasih." Dengan langkah gontai dan muka lesu, sang CEO meninggalkan meja receptionist dan berjalan menuju pintu utama perusahaan 'Raysal'. Padahal ada satu wanita yang selalu ditunggunya. Tapi dia terlalu takut untuk datang kemari.

Saat melihat ada beberapa karyawati memperhatikannya, sang CEO segera mengubah penampilannya kembali menjadi gagah dan wajah dingin layaknya CEO pada umumnya. Dia melakukannya bukan karena ingin lebih diidolakan oleh karyawannya, tentunya sangat tidak mungkin. Karena di hatinya hanya ada satu nama. Satu nama yang sejak dulu menempel di lubuk hatinya yang paling dalam.

"Iqbaal!"

Dia menoleh tepat ketika mang Ujang, supir pribadinya membukakan pintu. Tapi yang dilihatnya tidak ada siapa pun. Hanya orang aneh berpakaian serba hitam, dengan jaket tebal, masker, topi, dan kacamata yang sedang melambaikan tangan ke arahnya.

Tak butuh waktu lama, dia menghampiri Iqbaal. Kemudian membuka masker dan kacamatanya. "Ini gue, Aldi!" ucap orang itu, tapi dia segera memakaikan kembali masker dan kacamatanya.

Butuh waktu lama untuk memproses wajah orang di depannya. Tapi, seakan sadar dengan lingkungan sekitar-yang jelas-jelas berada di depan pintu utama perusahaan 'Raysal'-, Iqbaal segera mengajak orang itu masuk.

"Gile lu ya! Udah berubah aja," ucap Aldi ketika dia masuk ke limosin mini milik Iqbaal. Tentunya setelah melepaskan kacamata dan maskernya.

"Ya, beginilah nasib gue sekarang," sahut Iqbaal sedih. "Walaupun keliatannya gue bahagia, tapi sebenarnya gue masih nggak rela."

"Udahlah, lo jangan bersedih gitu ah!" Aldi menepuk pundak Iqbaal yang duduk di sebelahnya. "Mending sekarang kita kangen-kangenan aja," ucapnya kemudian menarik Iqbaal ke dalam pelukannya.

"Ih, apaan sih lo Di! Inget umur kali!" protes Iqbaal ketika sahabatnya itu memeluknya erat, hingga dia sendiri tidak bisa melepaskan diri.

"Udah, nikmatin aja," ujar Aldi sambil tertawa geli.

Story Of CJRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang