08 [Marah]

1K 94 18
                                    

"Bagaimana, Jin?" Tanya Namjoon sesaat setelah Seokjin memeriksa kondisi Jungkook.

"Tidak apa-apa, paman. Jungkook hanya menggigil. Itu gejala yang wajar bagi Jungkook karena tumornya yang semakin membesar dan berusaha membelah diri." Jelas Seokjin. Namjoon terlihat frustrasi. Tumor itu semakin membesar dan berusaha membelah diri. Itu adalah sesuatu yang berbahaya.

"Mulai sekarang, paman jangan panik kalau Jungkook tiba-tiba menggigil dan berkeringat dingin seperti itu. Gejala tumor memang sangat beragam dan salah satunya adalah ini. Paman cukup kompres dahinya dengan air hangat, ganti baju Jungkook jika sudah basah, lalu berikan obat yang aku resepkan, ini. Minum satu tablet jika Jungkook mengalami penaikan atau penurunan suhu tubuh, keringat dingin, pusing, dan menggigil." Seokjin memberikan secarik kertas resep obat kepada Namjoon.

"Terimakasih, Seokjin." Ucap Namjoon dan diangguki oleh Seokjin.

"Jin, apa hal ini akan hilang jika Jungkook mau menjalani operasi?" Tanya Namjoon pelan. Seokjin menghela nafas panjang.

"Kita mengharapkan hal itu, paman. Tapi aku belum bisa memastikan karena tumor Jungkook termasuk tumor yang berpotensi menjadi kanker. Jika belum terlambat, kita masih bisa menghentikan laju persebarannya dan prosentase kesembuhan Jungkook menjadi lebih besar." Penjelasan Seokjin mampu membungkam mulut Namjoon. Ia tak mau hal buruk terjadi pada sang anak.

"Kalau begitu, aku pamit, paman. Semoga Jungkook kembali sehat lagi." Ucap Seokjin hendak keluar membawa tasnya. Namun Namjoon segera mencegah.

"Kenapa tidak menginap saja, Jin? Ini sudah sangat larut, kau pasti lelah dan mengantuk. Aku juga masih takut kalau Jungkook akan seperti tadi lagi." Saran Namjoon. Seokjin berpikir sejenak, ia pun merasa lelah dan tak kuasa jika harus mengemudi lagi untuk pulang ke rumah. Tubuhnya ingin segera berbaring sekarang.

Jungkook juga kondisinya belum sepenuhnya stabil. Harus selalu dipantau.

"Ah benarkah? Baiklah, malam ini aku akan menginap, paman." Seokjin setuju.

"Kau bisa tidur di kamar tamu. Mari paman antar."

Namjoon mengantar Seokjin ke kamar tamu di lantai bawah. Sementara ia kembali naik ke kamar Jungkook untuk tidur bersama disamping sang anak. Sengaja lampu kamar tak ia padamkan. Berbaring disamping Jungkook dengan selimut dan sprei yang telah diganti baru.

Poni Jungkook ia sibak ke belakang. Menampilkan dahi sang anak yang kini berwarna putih pucat. Bibirnya pun memutih. Hati Namjoon teriris melihatnya.

***

Hari ini adalah hari weekend. Biasanya Jungkook akan meminta jalan-jalan pada Namjoon kemanapun yang ia mau. Tapi kini berbeda. Jungkook tengah sakit, ia tak bisa keluar menikmati waktu seperti biasanya.

Makan bubur pun ia tak mau. Lidahnya hanya memberikan rangsangan rasa pahit saja. Jungkook terus saja menggeleng saat Namjoon mencoba menyodorkan sesendok bubur padanya.

"Aaaaa Kookie... Kau harus makan agar cepat sembuh." Bujukan Namjoon tak mempan. Jungkook terus menutupi mulutnya dengan tangannya.

"Kenapa tidak mau, hm? Ayah sudah membuatnya susah payah tahu. Apa Kookie tidak sayang pada ayah lagi?" Namjoon sedikit merajuk namun hanya pura-pura. Jungkook yang melihat itu segera menjauhkan tangannya dari mulutnya. Bibir mungilnya terlihat maju sebab ia pun tengah merajuk pada sang ayah.

"K-kookie sayang ayah... Tapi Kookie tidak mau makan bubur itu. Pahit..." Adunya lucu. Namjoon hampir saja memetot pipi Jungkook jika kedua tangannya menganggur.

"Pahit itu karena Kookie masih sakit. Kalau Kookie sehat, maka apapun yang Kookie makan akan terasa enak. Jadi, mau sembuh kan?" Tanya Namjoon. Jungkook mengangguk lucu.

Unforgettable | NamKookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang