CZ 22

229 32 4
                                    

"Ekspetasi tak seindah realita, di bawa terbang tapi mampu dikecewakan dalam hitungan detik."

***

22. Pertemuan yang tak disengajai.

"Ehem!" Suara deheman itu seketika membuat mereka berhenti. "Mau ibu pindahkan lebih jauh?" Tanya guru itu penuh ancaman.

Kini mereka berdua sedang menjalankan ulangan ulang, setelah ditangkap basah menyontek dan memberi contekan. Siapa lagi kalau bukan Alvarez dan Zea?

Ulangan kali ini benar benar menyiksa dan sulit bagi Alvarez, mereka hanya mendapatkan 10 nomor dengan dua soal baru yang guru berikan pada mereka berdua berbeda, ponsel mereka juga disita, dan satu lagi jarak mereka sangat jauh, Alvarez duduk di meja samping guru dan Zea duduk paling belakang di meja murid.

Sejujurnya Zea sudah selesai dan tinggal mengumpulkan tapi melihat wajah alvarez yang sama seperti awan di luar yang mendung membuatnya mengurungkan niat.

"Psssttt!" Alvarez berusaha memanggil Zea.

"Tambah satu kali lagi ibu dengar, ibu tambahkan soalnya!" Alvarez melirik guru itu tajam, setajam silet.

"Saya tidak takut." Guru itu langsung menoleh pada Alvarez sembari menaikan alisnya terkejut.

"Jadi kau tak takut? Oke ibu akan tambahkan 10 lagi!" Guru itu hendak mencari kertas dan buku kumpulan soal untuk memberikan Alvarez tambahan soal.

Zea dibelakang hanya bisa memegang kepalanya pusing, bagaimana bisa ada anak seperti alvarez? Yang dalam kondisi sempit pun masih sombong.

"Buku ibu mana?" Tanya guru itu saat menyadari buku kumpulan soal buatannya bertahun tahun tidak ada.

"Mungkin ketinggalan di ruang guru, Bu," Ujar Alvarez.

"Betul juga, kalian tunggu di sini, ibu ke ruang guru sebentar." Guru itu buru buru pergi sampai bayangannya hilang namun tak lama kembali, matanya menajam menatap Alvarez dan Zea bergantian. "Berani kalian menyontek ibu tak segan segan kirim surat panggilan ke orang tua kalian!" Ancam guru itu sebelum ia berlalu pergi lagi.

Alvarez tersenyum senang, ia mengeluarkan buku tebal dari bawah kolong meja dan menaruhnya di atas mejanya.

"Alvarez apa itu?"

"Buku yang ibu cari," jawabnya enteng mmbuat Zea lagi lagi tak menyangka, "Sini bantu gue," Panggil Alvarez.

"Tapi.."

"Guru itu gak bakal balik, sebelum dia dapat bukunya," ujar Alvarez.

Dengan ragu-ragu Zea pun bangkit dan berjalan menuju meja Alvarez. Sesampainya di meja Alvarez, "Tapi kalau ketahuan?"

"Ada gue," jawab Alvarez, sembari menyodorkan kertas jawabannya yang masih kosong.

Zea merapatkan bibirnya ragu, sebelum akhirnya ia dengan mulus mengisi jawaban yang ia pecahkan. Tidak perlu waktu lama Zea sudah selesai dengan tugasnya milik Alvarez.

Zea menyodokan kertas yang sudah selesai ia jawab itu dan tinggal di salin Alvarez saja. Dengan cepat ia menyalin jawaban lalu mengumpulkan di meja guru. Setelah itu Alvarez melenggang pergi tanpa beban.

Zea melihat itu melongo di tempat, "Udah gitu ajah? Nggak minta terimakasih?" Mulutnya terbuka hendak berbicara namun seperti keluh, "Dasar cowo sombong!" Kesalnya sembari menghentak hentak kaki.

Alvarez tak salah ekspetasinya yang terlalu tinggi, berharap akan mendapatkan kata terimakasih dengan senyum lebar. Namun nihil.

Tiba tiba guru tadi datang dengan langkah tergesa gesa, "Zea, Alvarez cepat kumpul pekerjaan kalian, hujan sedikit lagi turun. Ini baru jam 5 tapi sudah gelap begini, kenapa saya baru menyadarinya. Astagaa!"

Strict Parents [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang