Part 1

5.1K 162 21
                                    

ini lanjutan cerita "London :Saat Dunia terassa hancur"
yang udh diganti judulnya jadi "London: Will.H" ^^
makasi buat yang udah vote cerita London yang pertama :3

Happy reading! :))

------

Nora sedang duduk balkon luar kamarnya. Berusaha untuk menggambar wajah Will yang sekarang ini sedang tertidur di depannya. Ya, Semenjak itu Will memang sering main kerumah Nora. Ayah Nora maupun Ayah Will sepertinya juga tidak keberatan akan kedekatan anak mereka. Berulang kali Nora mengulang gambarnya, tetap saja dia tidak bisa menggambar ekspresinya yang sekarang ini. Matanya terpenjam, rambutnya jatuh ke wajahnya. Nora menggerakkan jari telunjuknya menyibakkan rambut Will ke bagian belakang kepalanya. Will tersenyum, yah setidaknya sedikit. Cukup untuk membuat Nora menjambak pelan rambut Will.

"Kau akan merusak rambutku yang sempurna ini." Kata Will.

"Sayangnya tuan, rambutmu memang sudah kacau." Kata Nora, Will terkekeh.

"Jadi, apa kau mengabiskan banyak kertas, dan membuat tanganmu sendiri pegal? Karena aku tahu, wajahku ini tidak gampang di gambar." Kata Will

"Dan kenapa begitu?"

"Tentu saja, karena aku ini menarik.Wajahku terlalu sempurna untuk di gambar." Kata Will

"Again. Rasa percaya dirimu berlebihan." Kata Nora, sambil tertawa ringan.

Will sekarang duduk disamping Nora, mengambil buku gambarnya dari tangan Nora. "Nah, lihat bagaimana seorang ahli menggambar." Kata Will. Nora hanya tersenyum dam menggeleng. Tangannya mulai menggambar.

Sesaat kemudian Nana masuk kekamar Nora, memanggil Will karena ayahnya sudah memintanya untuk pulang. Pestanya besok malam, dan masih banyak yang harus Will dan ayahnya persiapkan. Will berjalan perlahan keluar dari kamar Nora, karena Nora tanpa sengaja tertidur saat Will masih menggambar.

Seperti sebelumnya juga, Will meletakkan gambarnya itu diatas meja Nora. Saat bunyi pintu tertutup, Nora terbangun. Mendapati dirinya sendiri dikamarnya. Mata Nora langsung tertuju pada kertas itu. Apa yang digambar Will. Seorang gadis yang sedang menggambar. Dirinya. Nora menempelkan gambar itu di balik pintu kamarnya. Tepat disamping gambar yang dibuat Will dulu. Pertemuan pertama mereka di halaman depan. Nora turun keruang keluarga. Walaupun rumahnya mempunyai ruang makan keluarga yang cukup besar, Nora dan ayahnya hanya berdua, jadi mereka makan diruang keluarga, sambil nonton TV tentunya.

"Belakangan ini, Dad perhatikan Will sering datang." Kata Ayahnya Nora.

"Umm..ya?"

Ayahnya hanya menghela nafas. "Dad, hanya ingin kasih tahu. Apapun yang terjadi diantar kalian berdua, Dad tidak ingin melihatmu terluka. Apalagi kalau sempat Dad tahu kau patah hati karena Will. Dad tidak ingin kejadian yang seperti Mom terulang" Kata Ayahnya.

Ya, saat Ibu Nora meninggal. Nora sempat depresi, frustasi. Dunianya terasa ingin pecah, hancur. Selama ini ibunya yang selalu menjadi temannya, sahabatnya. Orang yang paling disayanginya, dipercayainya, dicintainya. Saat Ibunya meninggal, Nora mengangis hampir setiap malam, bahkan ayahnya terpaksa membiarkan Tessa menginap dirumah mereka supaya Nora mempunyai teman untuk diajak bicara. Nora juga pernah mempunyai seorang psikater. Sikap Nora disekolah saat itu benar-benar berubah. Nora menjadi gampang marah, suka menangis sendiri tanpa sebab. Ayahnya pikir seorang psikater dapat membantu. Tapi kenyataannya keadaan Nora semakin memburuk.

Lalu ayahnya mendapat pekerjaan di London. Dan semuanya berubah. Benar-benar berubah, saat matanya bertemu mata Will.

"Dad, tenang saja. Hal yang sama tidak akan terulang. Yang kita bicarakan ini Will." Kata Nora, dengan santai. Walaupun Nora sempat berpikir apa yang akan terjadi selanjutnya pada mereka. Tapi Nora ingin percaya, kalau sakit hatinya semenjak kehilangan ibunya dapat sembuh. Dan sekali lagi mengenal kata 'cinta'.

Malam itu Nana sibuk membantu Nora mencari gaun yang pas untuk dipakai di pesta Will besok. Nora mencoba semua yang ada di lemarinya, tapi rasanya tidak ada yang pas. Nana juga sudah mulai pasarah. Nora duduk ditempat tidurnya, melihat tumpukan baju didepannya.

"Miss, saya rasa gaun yang merah itu yang paling cocok." Kata Nana. Gaun merah. Memang cantik, ibunya dulu membelinya di Paris untuk Nora. Sebagai oleh-ooleh, yang termahal, terindah, dan yang terakhir sebelum ibunya menutup mata. Seumur hidup Nora hanya pernah memakainya sekali. Saat hari ulang tahun ibunya, saat itu Nora hampir merusak gaunnya sendiri saat menangis di makam ibunya.

"Kurasa jangan, aku takut aku akan benar-benar merusaknya kali ini." Kata Nora. " Itu hal terakhir yang diberikan Mom, satu-satunya kenangan." Kata Nora.

"Oh, Maaf Miss, saya tidak tahu." Kata Nana

"It's okay. So what should i wear?" Kata Nora

"Well, kurasa Miss terlihat canti dalam apapun, dan Will, tidak akan keberatan terhadap apaun yang Miss pakai. He loves you and that's it." Kata Nana.

"Oh, Nana, can i ask you something?"

"Yes, anything."

"It's about.." Tapi Nana sudah memotong kalimat Nora, mengerti akan apa yang akan ditanya Nora. "You're wondering, why i'm still unmarried. Or how can i talk about all this stuff when i, my self still single." Kata Nana.

"Yea" Kata Nora.

Nana tersenyum, dan duduk disamping Nora.

"There was a time when i think i know what love is. It was perfect." Kata Nana

"What happened?"

"He left me." Kata Nana

"He broke up with you?"

"No, he died. The doctors said there's nothing they can do to keep him alive. He was too sick to be cured." Kata Nana, suaranya bergetar. Tapi dia berusaha untuk tetap kuat dan tersenyum.

"I'm sorry. I know how hard it is to let go, when you really love that person."

"Yes, thank you Miss" Kata Nana.

-----

"Serius, dalam hitungan ketiga aku akan mematahkan kakimu." Kata Will. Yang dari tadi rupanya diam-diam memeperhatikan gerak-gerik Thomas dari balik bukunya. Dia sibuk menuliskan entah-apa di kertasnya itu, sambil mondar-mandir di ruang belajar Will. Pestanya besok malam, dan Thomas benar-benar ingin semuanya berjalan lancar.

"Semuanya harus sempurna untuk acara itu. Tidak boleh ada yang kurang atau kesalahan." Kata Thomas.

"Kurasa kau lebih santai Thomas, semuanya akan baik-baik saja." Kata Will.

"Hm, ini aneh. Kupikir kau akan mengatakan sesuatu seperti 'asalkan ada Nora semuanya pasti sempurna dalam ketidaksempurnaan apapun.'" Kata Thomas. Dia berhenti mondar-mandir dan duduk di seberang Will. "Atau mungkin sesuatu seperti ' Nora itu sempurna, kehadirannya membuat segalanya jelas. Dan membuatku kena serangan jantung saat dia tersenyum' sesuatu seperti itu." Kata Thomas.

"Tidak, aku tidak akan mengatakan Nora sempurna." Kata Will yang jelas membuat Thomas agak terkejut.

London : First Kiss (2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang