TELAH DIREVISI PADA 5 JUNI 2019
Mimpiku buruk. Aku bermimpi kegelapan merata sejauh mata memandang. Aku merasa diriku terjatuh ke kegelapan yang bertambah dalam. Hingga aku terbangun saat seolah sampai di suatu dasar yang tidak pula aku ketahui rupanya.
TOK TOK TOKTOKTOKTOKTOK...
Suara ketukan pintu yang keras dan tidak sabaran membangunkanku dari mimpi tak enak itu. Aku lihat ke luar jendela, matahari sudah tinggi. Waktu rupanya tetap bergerak maju tanpa melihat bahwa ada sekelompok manusia sedang tersesat di dalamnya.
Tok...tok...tok...
Ketukan itu terdengar lagi. Ah, paling room service, aku membenak.
Pintu terbuka setengah, dan di sana, seorang perempuan berambut hitam panjang yang tingginya mungkin sebahuku, berdiri di sana. Kedua matanya berkaca-kaca tepat ketika melihat diriku. Ia menghambur memelukku.
"KAK!" pelukannya erat. Aku tidak yakin dengan perasaanku, tapi aku mengenal perempuan ini.
"Putri?" kini aku ikut berkaca-kaca.
"KAK ILYAS!" kini Putri menangis bahagia. Tidak lagi menahan diri.
"PUTRI! RADEN AJENG PUTRI ALISYA ADITYA!" kupeluk erat pula adik yang kuingat masih berusia 5 tahun saat terakhir kali aku bertemu dengannya.
Aku lepaskan pelukanku. Aku pandangi wajah seorang gadis cilik yang kini sudah dewasa.
"Iya, ini aku, Kak. Ini Putri yang dulu Kakak ajak main di halaman belakang. Ini Putri yang dulu suka Kakak gendong ke sana-kemari. Ini Putri yang dulu Kakak suka temani saat susah tidur. Ini Putri yang menggantikan peran Kakak dalam keluarga, setelah Kakak hilang," aku menangkap kehampaan dan kesedihan dalam kalimat terakhir Putri.
"Dan inilah Kakakmu, tidak berubah walaupun 25 tahun hilang entah ke mana dan tidak tahu bagaimana," kalimat itu tidak sengaja keluar dari mulutku.
Putri tiba-tiba menghindari memandang mataku. "Ada apa?" kataku.
"It feels weird. Terakhir kali aku ketemu Kakak, kan, pas aku kecil. Tiba-tiba, Kakak lihat aku jadi seorang perempuan dewasa. Yang aku rasain itu, kayak ketemu kenangan yang selama ini cuma bisa aku rindukan," jelasnya dengan perlahan menoleh ke arahku lagi.
Perhatian Putri kemudian beralih ke sebuah foto di koperku yang terbuka.
"Oh my god! Foto ini! Punyaku sudah rusak, belel, pudar, yang ini... crystal clear!"
Aku menutup pintu kamar, dan bersandar pada dinding sembari memikirkan satu pertanyaan yang belum terjawab sampai sekarang. Apa yang sebetulnya terjadi?
Putri bangkit sambil menggenggam foto dan berjalan ke arahku. "Foto adalah mesin waktu. Mesin waktu yang dibuat dari tembakan elektron, kertas, gambaran tinta, dan kenangan yang bergerak melewati waktu. Tapi, foto yang aku pegang ini adalah foto pertama yang bisa menjelajah ke masa depan dengan cepat dan memberikan sebagian besar potongan yang hilang tentang Kak Ilyas. Sekarang, Kakak ada di hadapanku, dengan wajah sedih dan penuh pertanyaan. Kusut, seperti foto di kamarku."
Aku tidak mengerti sebagian besar kalimat Putri. Aku cuma termenung panjang.
"Kakak pasti nggak ngerti maksudku."
Aku dengan samar mengangguk.
"Kakak yang aku kenal adalah sejernih foto ini. Bukan seperti foto tua di kamarku," jelasnya sambil memberikan foto itu ke tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destination: Jakarta 2040
Science FictionTERSEDIA DI SELURUH TOKO BUKU DI INDONESIA BLURB Konsep waktu menjadi suatu fundamental dari bagaimana Alam semesta berkerja. Manusia mungkin sudah bisa memahami bagaimana waktu mempengaruhi segala hal melalui ilmu fisika, namun kita belum bisa mem...