Telah diperbaharui pada 5 Juni 2019...
Kriiinggg... kriiinggg...
Jam wekerku berbunyi. Selimut yang bergesekan dengan gerakan tubuhku yang melakukan peregangan, menciptakan energi thermal.
Hoaammm.
Urutan peristiwa dengan frekuensi yang biasa kusebut "Kebiasaan", menandakan datangnya hari baru. Tidak terasa, empat tahun sudah aku tinggal di Negara Paman Sam. Selama itu juga, aku menghabiskan waktu untuk belajar memahami isi alam semesta dan ruang. Kalau kalian penasaran, aku mengambil pendidikan di Universitas Columbia Jurusan Astrofisika.
Khusus untuk pagi ini, aku resmi memulai hari dengan kehidupan baru lengkap dengan gelar yang juga baru, Raden Ilyas Aditya, BSc.
Aku lulus dalam waktu yang relatif cepat untuk ukuran pelajar asing yang mengadu ilmu di negeri orang. IPK pun sempurna. Alhasil, frase latin yang berbunyi summa cum laude—atau berarti "kehormatan tertinggi" tersemat di dadaku.
"Manteb'e cucuku masuk TV karena cum laude," kata Ibu ketika tempo hari aku diwawancarai oleh VOA, tentang deretan mahasiswa sukses di Amerika.
Aneh, rasanya, dan menggelikan. Berita kelulusanku terlihat begitu mewah bagi media di Indonesia. Bila saja tidak membuka media sosial waktu itu, aku tidak akan terlalu geli melihat diriku terpapar di beberapa media online. Bahkan, jadi headline news. Kupikir masih wajar kalau hanya keluargaku yang bangga dan bersemangat dengan perolehan nilai kelulusanku. Namun, sampai orang yang tidak kukenal memberikan selamat melalui Twitter dan Instagram, ini baru mengejutkan.
Ini mereka menutupi kasus korupsi dengan cara menceritakan kelulusanku, atau bagaimana, batinku kala itu.
Ah, lebih baik aku mulai berberes buat pindahan. Tak penting terlalu memusingkan hal ini. Kumatikan komputer dan kujauhkan ponsel. Kini, aku beralih ke barang-barang yang harus segera kukemas.
Walaupun aku sebetulnya masih sangat ingin berlama-lama di sini, tapi ibu dengan jelas mengatakan, "Segera setelah lulus, kamu harus langsung kembali ke Indonesia dan cari pekerjaan, yo, Mas. Supaya kamu nggak ketergantungan sama dunia barat." Aku jelas tidak setuju awalnya. Tapi, akhirnya aku menyadari, bahwa kembali ke rumah adalah jalan yang terbaik.
Kertas berisi data penerbangan tergeletak di atas meja. Di sana tertulis bahwa aku akan berangkat pada 25 Januari 2015. H-4 sebelum aku lepas landas pulang ke Indonesia. Aku merasakan satu per satu benda yang masuk ke koper. Perasaan takut dan rindu bercampur aduk. Peristiwa-peristiwa yang sekarang ini terjadi, akan dengan cepat menjadi kenangan. Itulah yang menakutkan.
Oh iya, perkenalkan. Namaku Raden Ilyas Aditya. Usia 21 tahun. Sekarang, aku sedang berjalan perlahan melewati ruang dan waktu kehidupan, menyusuri setiap hentakkan detik yang kapan saja tahu-tahu berubah jadi hitungan tahun. Banyak waktu kuhabiskan dengan mendengarkan ribuan lagu eletronic house, dubstep, dan hip hop, yang tertata rapi di lemari dan playlist ponsel. Hidupku sebetulnya biasa-biasa saja, sampai akhirnya di suatu hari yang biasa, sebuah peristiwa aneh terjadi.
_______________________________
Lebih dekat dengan penulis:
Instagram : dhimas298 / wtt2040
Ask.fm / Twitter : dhimasm56
KAMU SEDANG MEMBACA
Destination: Jakarta 2040
Ciencia FicciónTERSEDIA DI SELURUH TOKO BUKU DI INDONESIA BLURB Konsep waktu menjadi suatu fundamental dari bagaimana Alam semesta berkerja. Manusia mungkin sudah bisa memahami bagaimana waktu mempengaruhi segala hal melalui ilmu fisika, namun kita belum bisa mem...