3. Pertemuan Pertama

5 2 0
                                    


Zafifa

"Aduh." aku meringis merasakan nyeri di bokongku yang dengan keras mencium lantai.

"Udah dulu ma, bye." pria di hadapan ku segera memutus sambungan telfon lalu memasukkan ponselnya ke saku celana.

"Astaghfirullah, maaf mbak, maaf. Saya nggak sengaja. Mbak nggak apa? Ada yang luka? Biar saya bantu berdiri." ucap pria itu sembari mengulurkan tangannya berniat membantu.

"Tidak usah mas, terimakasih. Saya bisa berdiri sendiri. Saya juga minta maaf karena sudah menabrak mas." jawabku lalu sigap berdiri.

"Sebagai permintaan maaf saya, tolong biarkan saya yang membayar belanjaan milik mbak, tolong jangan di tolak." ucap pria itu kemudian memasukkan sekaleng minuman kopi miliknya ke dalam keranjang belanjaan yang sedari tadi ku pegang, ia mengambil keranjang itu dari tanganku dan meletakkannya di meja kasir.

"Ta-tapi, tidak usah mas." tolakku tak enak hati, namun sepertinya sia-sia.

"Ada lagi bli?" tanya petugas kasir ramah, pria itu hanya menggeleng sebagai jawaban.

"Totalnya jadi seratus lima bli."

Pria itu mengeluarkan dompet dari saku celana kemudian memberikan kartu debit pada petugas kasir.

"Matur Suksma." ucap pria itu setelah menerima kantong belanja dan juga kartu debit miliknya.

"Suksma Mewali, selamat berbelanja kembali." balas petugas kasir.

Pria itu berjalan kearahku yang berdiri tak jauh darinya. "Terimakasih." ucapku setelah menerima kantong belanjaan dari pria yang tak kukenal.

Saat hendak keluar dari minimarket, hujan turun dengan derasnya. Mau tak mau aku menunggu di teras minimarket hingga hujan reda.

Ku rogoh ponsel dari dalam tas karena ada panggilan masuk, dari Daffi rupanya. "Assalamu'alaikum, Fi."

"Wa'alaikumussalam, teteh kemana kok Daffi cari kekamar nggak ada? Ada camilan nih teh, tadi kami keluar beli camilan."

"Teteh ke minimarket tadi, eh malah hujan. Makan aja Fi, teteh nggak laper."

"Terus teteh gimana pulangnya?" tanya Daffi khawatir, dapat Zafifa dengar Daffa dan beberapa murid laki-laki yang berada di dekat Daffi berisik mengkhawatirkannya.

"Gampang nanti, nunggu hujan reda."

Ku aktifkan fitur pengeras suara. Maklum saja, suara adikku teredam oleh suara hujan.

"Teteh tunggu di sana jangan kemana-mana. Kami jemput sekarang." perintah Daffa.

"Adik-adik teteh yang ganteng, teteh udah gede, bukan bocah umur 5 tahun. Kalian baik-baik aja di hotel, jam 12 malam nanti panitia bakal cek kamar satu persatu sekalian absen malam."

"Tapi teh. Kita ini lagi di Bali, bukan di Sukabumi." bantah Daffi.

"Kalian percayakan sama teteh? Sudah dulu ya, hp teteh mau lobet ini."

"Ya sudah kalau gitu, teteh jaga diri di luar. Kalau ada apa-apa langsung telfon kami, kalau udah di kamar juga ngabari ya teh."

Ditakdirkan Untukku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang