6. Mendadak Menikah

11 2 0
                                    

Rayhan

Aku tidak tau apa yang ku rasakan sekarang. Senang, takut, gugup, semua bercampur. Aku bukannya tidak tau siapa wanita yang ku datangi ini. Dia adalah Zafifa, wanita yang tak sengaja bertemu denganku di pulau Dewata sekitar lima bulan lalu. Wanita yang terus membuatku ber-Istighfar dalam hati tiap mengingatnya. Bagaimana tidak? Setiap mengingat wajah cantiknya, hati ku langsung serakah ingin memiliki nya.

Sejak pertemuan pertama kami dulu, aku memang langsung mencari tau identitas nya. Ia adalah anak perempuan satu satunya dari empat bersaudara, memiliki seorang kakak laki-laki dan dua orang adik laki-laki kembar. Ayahnya adalah Zainal Haryanto, berpangkat Letnan Kolonel di satuan TNI Angkatan Darat. Kakaknya seorang Brimob. Zafifa sendiri adalah seorang guru di SMA Negeri 1 Sukabumi.

Seperti disambar petir di siang hari, aku benar-benar terkejut saat kakaknya yang sejak awal bersikap dingin padaku tiba-tiba memintaku untuk menikahi adiknya. Tentu saja aku sangat senang, karena tujuan ku mengikuti ta'aruf adalah untuk menikah.

Dalam setiap sujudku, aku selalu memohon agar aku di pertemukan dengan jodohku di tempat yang baik dengan cara yang baik pula. Mungkin ini jawaban atas do'a ku, Zafifa yang selama ini hanya terbayang di otak dan menjadi dosa bagiku, kini benar-benar akan menjadi milikku, maka nikmat mana lagi yang aku dustakan?

Aku langsung menghubungi papa, tapi tak ada jawaban sama sekali, mungkin beliau sedang bermain golf bersama para koleganya, mengingat ini adalah hari minggu. Aku lalu menghubungi mama ku, dan pada dering kedua, panggilan ku terjawab.

"Assalamu'alaikum, ma."

"Wa'alaikumussalam, kamu dimana nak? Mama sama papa ada di apartemenmu tapi kosong. Mama kangen kita makan bareng."

"Rayhan di Sukabumi ma, bisa tolong mama nyalakan pengeras suara nya biar papa juga dengar?"

"Ada apa Rayhan?" itu suara papa, terdengar sedikit cemas.

"Ma, pa. Tempo hari Rayhan cerita ke mama dan papa kalau Rayhan sedang ikut program ta'aruf, mama dan papa ingat? Sekarang Rayhan dan Thoriq sedang berada di rumah perempuan yang akan berta'aruf dengan Rayhan." ucapku tenang. Aku sengaja menjeda ucapanku untuk mengetahui respon kedua orang tuaku.

"Alhamdulillah." ucap papa dan mama. "Siapa namanya?"

"Namanya Zafifa ma. Dia seorang guru di SMA Negeri 1 Sukabumi."

"Apa tidak bisa langsung diadakan prosesi lamaran saja?" sela mama menggebu. "Ma, sabar. Mama mau calon besan menolak kita karena terburu-buru?" papa berusaha menenangkan mama.

"Mama dan papa tenang dulu ya. Rayhan mau bilang sesuatu tapi bingung gimana bilangnya."

"Bilang saja nak. Kami kesana sekarang ya, kirim alamatnya sayang." mama lagi lagi terdengar begitu menggebu. "Sayang, biarkan anak kita bicara dulu."

"Tapi mama mau kesana sekarang, papa ngerti nggak sih?"

"Iya papa tau, tapi mama tenang dulu. Rayhan sedang panik sekarang, jangan buat anak kita makin panik ma."

Keributan kecil masih terdengar di seberang sana, aku masih terus terdiam hingga mama benar benar tenang. "Lanjutkan apa yang tadi ingin kamu sampaikan nak." ucap papa.

"Rayhan sudah cari tau tentang Zafifa beberapa hari lalu pa. Ayah dan kakak Zafifa meminta mama dan papa datang sekarang. Kakak Zafifa meminta Rayhan menikahi adiknya sore ini." jelasku sambil menutup mata, tidak siap dengan jawaban papa dan mama.

"Kami kesana sekarang."

***

Setelah kurang lebih tiga jam menunggu, akhirnya kedua orang tuaku datang. Aku dapat melihat wajah tenang papa yang menggandeng mama, wajah mama berseri, mama tak bisa menyembunyikan senyum yang membuatnya semakin cantik.

Mama setengah berlari begitu melihatku yang duduk gelisah seorang diri di teras rumah Zafifa. Para penyelenggara yang mempertemukan aku dengan Zafifa sudah pulang, sedangkan Thoriq izin untuk tidur sejenak di ruang tengah rumah Zafifa.

"Mama." panggilku saat mama berada di depanku, mama menolak uluran tanganku saat hendak menyalaminya, mama langsung memeluk tubuhku, aku menundukkan tubuh saat mama meraih kepala ku untuk ia kecup.

"Mana calon mantu mama?" bisik mama sesaat setelah aku mengecup punggung tangan papa.

"Ada di dalam ma."

"Mereka membiarkanmu menunggu sendiri di luar nak?"

Aku menggeleng cepat sebelum mama salah faham. "Tadi Rayhan sholat di masjid dengan Thoriq dan anggota keluarga Zafifa yang laki-laki, setelahnya kami makan siang bersama ma. Kami berbincang di halaman belakang tadi, terus Rayhan izin ke teras depan telfon mama dan teman Rayhan yang kebetulan owner WO."

"Mama kira kamu dibiarkan sendirian." ku lihat mama mendesah lega. "Oh iya sayang. Ini, mama tadi menyempatkan untuk beli cincin sebagai maharnya." aku menerima kotak beludru merah pemberian mama yang kemudian ku masukkan ke dalam kantong celana ku.

"Eh ada tamu." ucap abah Zainal. "Rayhan, kenapa tidak di ajak masuk?"

"Iya bah. Abah, perkenalkan. Ini ayah dan ibu Rayhan."

Kedua orang tuaku bersalaman dengan abah Zainal, kami semua dipersilahkan masuk. Suasana menjadi ramai setelah keluarga Zafifa dan juga Thoriq ikut bergabung di ruang tamu. Abah Zainal kemudian menyampaikan bahwa ia ingin Zafifa ku nikahi hari ini juga.

"Baiklah kalau itu sudah menjadi keputusan pak Zainal dan keluarga, saya dan istri setuju apabila Rayhan dan Zafifa menikah hari ini. Biar mereka saling berkenalan lebih lanjut nanti." ucap papa lancar, meskipun papa asli keturunan Turki, tapi bahasa Indonesia papa sudah sangat fasih.

"Untuk itu, saya bermaksud melamar putri bapak untuk anak saya, Rayhan." ucap papa sembari menepuk punggungku yang duduk di sebelahnya.

"Ini sebagai pengikat diantara mereka bu." mama melepas kalung dari leher yang tertutup kerudung besarnya, sebuah kalung berlapis emas yang ku tau adalah pemberian nenek, ibunya papa.

"Terimakasih atas niat baik bapak dan ibu, saya mewakili keluarga meminta maaf jika pernikahan ini terkesan sangat tergesa-gesa. Saya hanya tidak ingin anak perempuan satu-satunya milik kami ini berdekatan dengan laki laki yang bukan mahramnya. Saya harap bapak dan keluarga mengerti."

***

Zafifa

"Saya terima nikah dan kawinnya Zafifa Hasna Nafisa binti Zainal Haryanto dengan maskawin seperangkat alat sholat dan emas lima belas gram di bayar tunai."

"SAAAH!!!"

Aku menitikkan air mata saat para saksi mengucapkan kata sah. Aku tak menyangka bahwa pertemuan kami hari ini malah mengantarkan kami berdua ke maghligai pernikahan.

A' Tito dan si kembar yang sibuk menyiapkan ini semua sejak siang tadi. Meski hanya pernikahan siri, tapi aku tak henti henti nya mengucap syukur karena terhindar dari dosa zina sebab terlalu sering memandang dan mengaguminya.

Pria yang kini telah menjadi suamiku kini tengah memasangkan cincin kawin di jari manisku. Ragu-ragu aku menerima uluran tangannya, sebelum akhirnya sebuah usapan lembut di punggungku dari tangan ibunya menenangkanku, ku raih tangannya dan ku kecup takzim, lagi-lagi air mataku menetes.

Kak Rayhan, begitu ia memintaku menyebutkan namanya. Ia menempelkan bibirnya singkat di keningku sebelum membaca doa pengantin baru.

Setelahnya, kami berdua bersalaman kepada orang tua kami untuk meminta doa restu. Si kembar memelukku erat secara bergantian setelah a' Tito melepaskan pelukan nya pada ku.

Ditakdirkan Untukku Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang