PDKT (3)

85 72 12
                                    

Ai menyipitkan matanya dan melihat cover buku yang sudah di tangannya. Di cover buku itu tertera judul tidak pernah Ai sangka.

Judul buku itu adalah Broken Home.

Ai terdiam seketika. Tenggorokannya tercekat. Tadinya ia ingin mengambil buku itu karena dari jauh terlihat menarik dan membuatnya penasaran. Seluruh sampul buku itu juga berwarna hitam. Tapi setelah Ren mengembalikkan buku itu padanya, dia tak tahu harus berbuat apa. "Lo beneran pengen baca buku itu, Ai?" kata Ren.

Pikiran Ai jadi kosong. Sekelebat kenangan itu muncul lagi. Kenangan itu. Semua mimpi buruknya yang tidak bisa dia lupakan.

Tiba-tiba dadanya terasa nyeri. Ai mencengkram dadanya, membuat kemejanya kusut. Nafasnya menjadi tak beraturan. Ai memejamkan kedua matanya erat.

Ah, kenapa di saat seperti ini. Ai benci seperti ini.

"Ai?" panggil Ren dengan khawatir. Ai tak menjawab. Ia masih mengatur nafasnya. Tanpa pikir panjang, Ren segera mengambil buku itu dari tangan Ai dan meletakkannya di rak buku yang terletak di belakang Ai.

"Ai, Ai lo nggak papa?" Ren memegang lengan Ai dengan erat. Wajah Ai semakin pucat. "Ai, nafas pelan-pelan. Ikutin aba-aba dari gue. Tarik nafas, keluarin pelan-pelan. Tarik nafas lagi. Iya gitu. Pelan-pelan."

Ai menuruti apa yang Ren katakan. Ia mencoba mengatur nafasnya perlahan hingga stabil.

"Lo udah tenang? Sekarang, ayo kita ke UKS," kata Ren. Ai tetap diam tak bergeming.

"Ai?" Ren yang masih memegang lengan Ai, menoleh ke arah Ai yang hanya menunduk. Tiba-tiba Ai menepiskan kedua tangan Ren dengan kuat, membuat earphone yang tadinya menempel di telinga Ai terlepas dan terjatuh beserta ponselnya. Suara itu cukup keras hingga membuat beberapa orang menoleh ke arah mereka.

Ren terkejut.

Ai menatapnya sangat tajam, lalu berjalan cepat keluar dari perpustakaan. Ren menatap Ai dari kejauhan hingga bayangannya menghilang. Ren berjongkok untuk mengambil hp Ai yang terjatuh. Ia mengingat kembali wajah Ai sebelum pergi. Ai sangat membencinya, membuat Ren merasa bersalah.

***

Begitu memasuki kamar mandi, Ai segera menutup pintu dengan keras dan menguncinya. Untungnya kamar mandi sedang kosong. Ai bersandar pada dinding kamar mandi. Menepuk-nepuk pelan dadanya yang masih terasa sakit. Ia berusaha keras untuk menahan air matanya agar tidak keluar.

Saat ini dirinya sedang tidak ingin bertemu dengan siapapun. Termasuk Ren. Dia membencinya. Dia benar-benar membenci semua tentangnya.

***

"Angga, lo lihat Ai nggak?" tanya Ren pada Angga yang sibuk dengan ponselnya. Seperti biasa, di saat jam istirahat Angga dan yang lainnya selalu sibuk bermain game.

Angga menoleh ke arah sekitarnya. "Nggak. Gue juga nggak tau. Tadi anaknya di situ. Trus nggak tau kemana."

Ren menatap ke arah meja Ai yang kosong. Sudah beberapa hari ini Ai selalu menghindarinya. Saat memasuki kelas kemarin, Ren langsung meletakkan hp Ai di atas meja Ai dan beberapa menit setelah pelajaran dimulai, Ai baru memasuki kelas. Wajahnya masih pucat. Kedua matanya merah. Dahinya juga berkeringat. Bahkan jika Ren mendekat untuk mengajaknya berbicara, Ai segera menjauh. Memilih pergi untuk menghindarinya.

"Ren, kenapa sih lo selalu nyariin tuh anak? Mending mabar sama kita aja, ya nggak, Di?" seru Angga yang masih fokus pada layar hpnya. Renaldi hanya mengangguk, mematikan ponselnya.

"Di, lo gimana sih? Kenapa malah off ? Gue tungguin dari tadi. Kagak niat mabar lo! Dasar bang Yamet!" Angga berteriak di tempat duduknya.

"APA? APA? BANG YAMET? Yamet kudasi~ yamet kudasi... bang Yamet parake dasi...Ara ara kimochi, ara ara kimochi, bang ara parake peci.." Risma dan Dilla bernyanyi secara bersamaan. Disertai gelak tawa teman-temannya.

YOU AND AITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang