Aku memang begini, terpaksa mengutarakan rindu ketimbang menahan rahasia itu dalam diamku. Berharap kamu mau meluangkan waktu, untuk memelukku hangat, seperti 5 tahun yang lalu.
[]
Oris membanting pintu kamarnya dengan raut masam, makan malam yang seharusnya menyenangkan dengan kedua orang tuanya, mendadak batal karena Tyaga mendapat telepon dari rekan kerjanya.
"Jengkelin banget, sih! Oris kan cuma pengen makan bareng, padahal ini, kan hari minggu," dumel Oris, ia langsung melemparkan tubuhnya ke ranjang dengan gerak pelan. Ia menatap langit-langit kamarnya yang tampak indah dengan lampu kristal yang tergantung.
Oris tersenyum kecil, membayangkan mempunyai hewan peliharaan mungil yang bersayap, yang bisa membawa kamera kecil dan terbang di sela-sela yang tersisa di antara kristal lancip. Alangkah menyenangkannya, batin Oris mengandaikan, tiba-tiba ia merasa kesepian.
Ponselnya yang tergeletak di atas nakas tiba-tiba berdering, membuat lamunannya terpecah. Ia segera bangun dan meraih ponsel tersebut dengan rasa malas, tapi mood-nya segera naik ketika melihat nama penelpon.
"Onkle Eugene!" sorak Oris tepat setelah ia menjawab panggilan telepon.
Sosok di seberang sana terkekeh, "Hai Oris, tampaknya hari-harimu di sana sangat menyenangkan, ya? Kamu merindukanku?" sapa Eugene.
Oris menghela nafas, berusaha menenangkan detak jantungnya yang berdetak terlalu kencang. "Jahat banget, sih, Onkle! Kenapa jarang telepon?" rengek Oris menahan tangis. Pamannya yang satu itu sudah tidak menelponnya dalam kurun 1 bulan terakhir.
Eugene tertawa lagi, tawa yang telah menjadi candu Oris selama ini, tawa yang membuat Oris semakin jatuh cinta pada pamannya itu.
"Onkle!" jerit Oris jengkel.
Eugene tertawa lagi, kali ini terdengar lebih halus dari sebelumnya. "Begini Oris, aku sedikit sibuk akhir-akhir ini. Bukan aku melupakanmu, tapi aku benar-benar tak bisa meluangkan waktu sama sekali," papar Eugene.
Oris dongkol, "Terserah, deh!"
"Oris," panggil Eugene pelan, ia tak yakin jika Oris benar-benar ngambek padanya.
Oris kembali menghela nafas, ia mencengkeram kerah crop top-nya untuk melampiaskan kegugupannya. Wajahnya sudah semerah udang rebus sekarang, "Ya?"
"Pertanyaanku tadi belum kamu jawab, loh!"
"Per ... pertanyaan? Pertanyaan yang mana, Onkle?" tanya Oris patah-patah. Ia mencoba mengingat kembali apa saja yang Eugene katakan padanya.
"Aku tadi bertanya, apakah kamu merindukanku? Kamu sedang tidak fokus, ya? Lelaki mana yang membuatmu kehilangan konsentrasi seperti ini?" goda Eugene yang membuat wajah Oris muram.
KAMU SEDANG MEMBACA
SenJan [Senja & Hujan]
Teen FictionAku memang tak pandai merangkai kata, menyulam kalimat indah untuk mengungkapkan betapa dalam perasaanku padamu, lelaki pecinta hujan yang pernah kutatap malu-malu. Tapi percayalah, aku mencintaimu sebanyak tetesan hujan yang jatuh, sedangkan mungki...