Melihatmu sama rapuhnya denganku, membuatku menguatkan tekadku untuk membawamu ke pelukan hangatku, agar kamu juga bisa merasakan bahwa kita sama-sama runtuh.
[]
Oris mengusap lengannya sedikit kuat, berusaha memberikan hawa kehangatan meski sedikit. Ia sedikit menyesal karena tak meminta Yalethea untuk meminjaminya sebuah mantel, padahal, ia berharap bahwa sore ini akan hadir senja yang selalu ia cintai, tapi yang datang malah hujan yang sangat ia benci.
Oris menatap sepatunya yang mulai kotor oleh bercak lumpur yang ia injak, alih-alih risih, Oris merasa senang karena dapat berbaur dengan kekacauan dari kekotoran yang sampai sekarang sangat dibenci kedua orang tuanya.
Oris berjalan lurus tanpa tujuan, menerobos ilalang, mengabaikan suara jangkrik yang seolah membentuk melodi alam yang syahdu. Sebuah jalan raya yang lengang menyambutnya.
Oris menghela nafas, tubuhnya sedikit bergetar karena tadi siang ia makan terlalu sedikit. Oris menapakkan kakinya ke atas aspal yang basah lalu berjalan ke arah kiri, di atas trotoar.
Jalanan yang menanjak naik membuat Oris terpaksa menambah kekuatannya, tepat di atas jembatan, langkah Oris berhenti. Tatap matanya terfokus ada sungai yang mengalir di bawahnya. Tidak seindah sungai-sungai yang diceritakan di buku dongeng memang — bukan sungai berair jernih dengan ikan mas berenang di dalamnya, tapi suara air yang mengalir amat menenangkan Oris yang sangat kacau.
Oris lelah berdiri, dengan dahi berkerut dan alis menyatu, tubuhnya merosot dan duduk perlahan. Hujan yang masih deras membuat air matanya yang kembali menetes tak tampak sama sekali.
Dari arah kiri, sebuah mobil melaju cepat ke arahnya. Headlamp yang menyala terang membuat Oris menyipit dan menutupi wajahnya. Mobil itu berhenti tepat di belakangnya, hening sejenak.
Hingga kemudian, lelaki berpakaian rapi keluar dari mobil tersebut, dan menyodorkan tangannya. "Apa kamu butuh seseorang?"
[]
Dalfon menghela nafas pelan, jantungnya berdetak kencang karena menimbun amarah terlalu banyak dalam hatinya. Kata-kata anak haram yang kembali dilontarkan Azka membuat dirinya tak bisa lagi untuk tetap berpura-pura baik-baik saja.
Jika saja Raimond sedang tak sakit, ia sudah pasti akan menyumpal mulut rubah itu dengan luka di sekujur tubuhnya dan membuatnya menginap di rumah sakit selama satu bulan atau lebih.
Jalanan kosong tanpa kendaraan sedikit pun, ditambah hawa hujan yang amat menenangkan bagi pecintanya, seperti Dalfon. Ia semakin kencang melajukan kecepatan mobilnya, sebelum kemudian kembali memelankannya saat akan melintasi jembatan dan mendapati seorang gadis yang terduduk dengan kaki terlipat.
Bimbang, tapi Dalfon tetap menghentikan mobilnya tepat di belakang punggung gadis itu. Ia menatap gadis yang masih tak bergerak, ditilik dari dress yang ia kenakan, Dalfon tahu bahwa ia bukan gadis dari keluarga sederhana.
KAMU SEDANG MEMBACA
SenJan [Senja & Hujan]
Novela JuvenilAku memang tak pandai merangkai kata, menyulam kalimat indah untuk mengungkapkan betapa dalam perasaanku padamu, lelaki pecinta hujan yang pernah kutatap malu-malu. Tapi percayalah, aku mencintaimu sebanyak tetesan hujan yang jatuh, sedangkan mungki...