Hidup tak pernah sesederhana hitam dan putih, aku adalah keabu-abuan di antaranya. Hanya saja, aku merasa bangga karena setiap tebakanmu mengenaiku tak pernah tepat sepenuhnya.
[]
Dalfon mengganti sandalnya dengan sepatu yang biasa ia kenakan ketika ia keluar, tapi sebuah suara melengking yang amat ia benci terdengar, membuat gerak tubuhnya berhenti
"Mau ke mana lagi, hah?! Kerjaannya main mulu, ga pernah belajar, atau jenguk papanya!"
Dalfon mengencangkan tali sneaker-nya dan mengikatnya kasar sebagai pelampiasan amarahnya. Ia berdiri perlahan dan menatap sang ibu tiri dengan nyalang.
"Tolong urusi hidup Anda sendiri, Anda bahkan punya pekerjaan yang belum selesai," ketus Dalfon dengan nada datar. Nada andalannya ketika berbicara dengan Azka.
"Selalu saja begini, ga pernah nurut kalau dibilangin!" bentak Azka.
Dalfon menutup matanya perlahan, berusaha menahan emosi atau nanti akan merontokkan gigi Azka. "Aku ada keperluan sedikit di luar, lebih baik Anda mengurus suami Anda di dalam kamar!"
Aska berdecak, "Membosankan," gerutu Azka lirih yang masih di dengar Dalfon.
"Membosankan? Tentu saja membosankan, siapa pula yang mau berada di suatu ruangan selama dua puluh empat jam penuh?" ledek Dalfon terkekeh. Meski Azka sedikit menjengkelkan di matanya, tapi ia selalu menikmati perdebatan tak bermutu seperti saat ini.
"Kamu ...."
Dalfon mengangguk lagi, "Anda tahu, kehidupanku bahkan lebih membosankan daripada Anda, sekolah ditambah pr yang semakin membebani otak, lalu Anda menambahinya dengan perdebatan yang membuang-buang waktu seperti ini," sarkas Dalfon membuat telinga Azka memerah.
"Dan juga, Anda masih bisa merelakskan pikiran dengan gigolo yang entah Anda sewa dari tempat mana, kehidupan Anda tampak lebih menyenangkan, bukan?" lanjut Dalfon membongkar aib Azka.
Beberapa pelayan yang berdiri di sekitar mereka tetap melanjutkan pekerjaannya dengan berpura-pura tuli, ia sudah mengetahui tabiat buruk nyonya mereka.
"Kamu ... jangan bicara macam-macam!"
Dalfon tersenyum tipis, "Anda ketakutan? Begini saja, aku bisa saja bungkam jika Anda tak menahan-nahan saya seperti ini atau mencampuri urusan saya lagi." terang Dalfon mencoba bernegosiasi.
Azka mengeratkan rahangnya, "Kamu mengancamku? Hei! Kedudukanmu di rumah ini tak lebih kuat dariku, jika Raimond mati, yang dapat harta lebih besar juga aku! Kamu akan mengemis-ngemis padaku nantinya!" Azka berseru congkak.
Dalfon berpura-pura kaget, "Apa maksud Anda, Anda sedang menunggu kematian tuan rumah ini? Yang sekaligus juga adalah suami Anda?" tanya Dalfon dengan nada tajam.
KAMU SEDANG MEMBACA
SenJan [Senja & Hujan]
Teen FictionAku memang tak pandai merangkai kata, menyulam kalimat indah untuk mengungkapkan betapa dalam perasaanku padamu, lelaki pecinta hujan yang pernah kutatap malu-malu. Tapi percayalah, aku mencintaimu sebanyak tetesan hujan yang jatuh, sedangkan mungki...