2. BERITA BURUK

28 23 42
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.




Banyak yang hilang, entah itu diriku atau hati yang kuserahkan padamu. Ternyata kamu pun sudah hilang dari lingkup jangkauanku.

[]

Eugene menghela nafas dan mengembangkan senyum lebarnya sebelum kemudian berbalik untuk menghadapi Oris yang baru terbangun.

"Tidurmu nyenyak, hm?" tanya Eugene sembari mengelus puncak kepala Oris.

Oris tersenyum kemudian meraih lengan Eugene dan menariknya ke arahnya. Oris memeluk Eugene erat.

"O ... Oris?" Eugene jelas mempertanyakan perilaku Oris padanya, Oris tampak aneh di matanya. Namun, sensasi dingin dan lembab menyapa dadanya, membuat atensinya teralih. "Oris? Kamu menangis?"

Eugene menarik wajah Oris agar menjauh dari dada bidangnya, dan benar saja, wajah Oris memerah dan sembab. Eugene menepuk pipi keponakannya pelan, "Kenapa menangis? Aku sudah di sini!"

Tanpa terduga Oris memukuli dada Eugene, "Oris kangen, tahu! Kenapa pulangnya ga dari dulu?!" jerit Oris di tengah isakannya.

Eugene menarik anak rambut Oris ke belakang telinga, ia tersenyum lembut kepada Oris. "Hei, aku ke sini juga curi-curi waktu loh, kalo aku dimarahin aku balik aja gimana?" goda Eugene.

Oris menjerit kesal, ia mencakar lengan Eugene dan menangis lagi dalam pelukan pamannya. "Jangan, ih! Masih kangen!"

Eugene terkekeh, lalu mengacak rambut Oris, "Ya udah, yuk turun."

Oris menggeleng menolak, "Di sini aja dulu!"

Eugene geram, ia menyelipkan kedua tangannya di ketiak Oris dan mengangkat tubuh Oris yang terasa amat ringan. Oris terpekik ringan dan mencengkram lengan Eugene.

"Onkle!" protes Oris dengan wajah tertunduk, tatapan matanya terarah kepada Eugene, sebal dan malu.

"Makan yang banyak dong, badanmu kaya kapas tau," ledek Eugene.

Oris menarik leher sang paman dan bergelayut di sana, ia mengeratkan pelukannya, "Kalo turun, ya turun aja, Oris males jalan pokoknya," cetus Oris bodo amat.

Eugene tersenyum serba salah, tangannya menahan pantat Oris. "Ga malu?" tanya Eugene, berusaha dalam diam untuk membuat Oris turun dengan sendirinya.

Oris menggeleng, justru semakin mengeratkan pelukannya, membuat Eugene mendesis pelan, "Shit!" umpat Eugene.

"Turun ya, berat lho, ga kasihan sama aku? Aku capek tahu," paksa Eugene, ia merasa hawa panas melingkupi tubuhnya.

Tanpa aba-aba, Oris melepaskan tangannya yang melingkari leher Eugene, lalu menjauhkan tubuhnya hingga tubuhnya terbanting ke atas ranjang.

Eugene terbelalak, tak bisa menyembunyikan keterkejutannya, tapi ekspresi Eugene berubah menjadi datar ketika sorot mata tajam Oris ia dapatkan.

Eugene berbalik dan berjalan menuju pintu kamar, langkahnya berhenti sejenak ketika tangannya menggenggam gagang pintu, ia memutar kepalanya untuk menatap bagaimana ekspresi Oris. Namun, yang ia dapati adalah Oris yang tak berubah posisi sedari tadi.

SenJan [Senja & Hujan]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang