Bukan pergi, tapi aku sedang butuh sunyi yang tak pernah kudapat ketika aku bersamamu.[]
Bam.
Pintu ditutup Oris secara kasar, ia tak lagi peduli pada etika atau tetek bengek semacamnya, ia tak akan peduli lagi jika nanti mendapat hukuman dari pengasuhnya atau Arsya akan turun tangan langsung.
Ia mati-matian membunuh hatinya sendiri agar tak jatuh cinta pada lelaki lain, berharap Eugene yang selalu pengertian menyadari perasaan terpendamnya, tapi apakah ini akhir baginya?
Tubuh Oris merosot hingga terduduk di lantai, ia ingat jelas ucapan guru etika, bahwa merupakan pantangan bagi seorang putri duduk di atas lantai, kecuali sedang menjalan hukuman. Dan Oris sedang menghukum dirinya sendiri, menghukum kebodohannya karena mempercayakan cinta pada lelaki yang pergi terlalu jauh seperti Eugene.
Pintu diketuk pelan, membuat Oris menegak dan menempelkan punggungnya pada daun pintu, siapa pun dibalik pintu itu, Oris tak akan mau membukanya.
"Oris, kita bicarakan dengan tenang, ya? Buka pintunya, Oris," pinta Eugene.
Rahang Oris mengeras, ia harus menutup Indra pendengarannya dari suara Eugene yang sangat mengganggunya.
"Oris, kita perlu bicara!"
"Oris, ada banyak yang harus kukatakan padamu!"
"Oris, buka pintunya, kumohon!"
Oris menutup telinganya dengan tangannya yang sudah bergetar menahan amarah, lihatlah, Onkle kesayangannya yang tampak selalu menyenangkan itu memohon padanya. Oris menjatuhkan kepalanya di atas lipatan kakinya, berusaha tenang.
"Oris, ayolah ... ada banyak yang harus kukatakan padamu," rengek Eugene dengan ketukan semakin keras.
Suara derap kaki terdengar semakin dekat, "Itu pasti mom dan dad," tebak Oris dengan tubuh semakin menggigil ketakutan.
"Kenapa dengan Oris, Eugene?" tanya Arsya dengan nada khawatir.
Eugene diam, takut salah menjawab. Sedangkan Oris di dalam kamar berusaha menghentikan debaran jantungnya yang suaranya memekakkan pendengarannya.
"Eugene, katakan pada kami apa yang terjadi!" perintah Tyaga.
"Tadi ... tidak, Oris hanya kaget ketika mendengar pamannya akan menikah, dia marah padaku karena tidak mengatakan terlebih dahulu padanya," dusta Eugene dengan nada menenangkan.
"Dia marah padamu? Kalau begitu, biarkan saja ia menenangkan dirinya dulu, jika amarahnya sudah reda ia akan membuka pintu dengan sendirinya," sahut Arsya.
Oris yang mendengar itu tersenyum bengis. Siapa yang bilang Oris akan membuka pintu? Kalian lah yang akan mendapati kamar ini kosong tanpa Oris di dalamnya, batin Oris penuh kemarahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
SenJan [Senja & Hujan]
Teen FictionAku memang tak pandai merangkai kata, menyulam kalimat indah untuk mengungkapkan betapa dalam perasaanku padamu, lelaki pecinta hujan yang pernah kutatap malu-malu. Tapi percayalah, aku mencintaimu sebanyak tetesan hujan yang jatuh, sedangkan mungki...