Malam hari setelah makan kami duduk di kamar lantai 2 sambil menikmati pemandangan dan minum wine.
Aku dan Han banyak bercerita lebih dalam tentang keluarga dan kehidupan masing-masing.
"Kita berdua lucu ya, baru kenal tapi udah seakrab ini," ujar Han sambil memutar gelas ditangannya.
Aku tersenyum singkat, "Iya, kita bahkan nggak pernah nyangka bakal ketemu di Canggu, trus ngobrol dan sekarang deep talk kayak gini."
Han menghela nafas sambil menatap langit-langit bungalow, "Tapi habis ini kamu balik. Dan aku sendirian lagi,"
Aku terdiam mendengar Han, aku nggak tahu harus merespon seperti apa. Karena pada dasarnya aku ke Bali juga hanya untuk healing dari peliknya masalahku dengan Lino.
Sambil mengisi ulang wine di gelasku, aku menatap Han yang kelihatan seperti muram, mungkin.
"What happens in Bali, stays in Bali." ujarku. Han menoleh dengan tatapan penuh arti.Han tersenyum tipis.
"Kamu nggak suka yaa ketemu sama aku?" tanya Han.
"Nggak gitu, Han. Aku tau kita ketemu kayak gini juga emang udah jalannya. Maksud aku, kan ...""Iyaa, Kala, aku bercanda." potong Han. Aku terdiam. Bukan. Bukan karena Han memotong ucapanku. Tapi karena tatapan Han yang begitu dalam.
Aku meminum wineku dalam sekali teguk dan berpura-pura menuangkan lagi. Namun sayang, wine di botol sudah habis.
"Yah, habis." ujarku sambil merasakan sedikit pusing dikepalaku.
Han tergelak, "Muka kamu udah merah. Stop ya?"Aku menggeleng, "Nanggung. Masih ada sebotol lagi. Besok kan checkout." kataku sambil berusaha bangun.
Han menahan tanganku, "Biar aku aja yang ambil, Kal. Kamu udah tipsy kayaknya."
Han beranjak dan segera turun untuk mengambil wine. Seperginya Han aku menatap ke langit sambil menghirup udara malam.
Aku memikirkan saat aku meninggalkan Bali, aku akan kembali menjalani hidupku seperti biasa. Kembali ke kantor dan tentu saja aku akan bertemu dengan Lino.
Aku nggak bisa membayangkan gimana canggungnya bertemu Lino di kantor.
Kutatap layar ponselku, kubaca lagi pesan Lino yang masuk tadi pagi.
Kala, besok aku susul ke Bali ya.
Kita ngobrol.Aku meniup nafasku kasar.
"Berat banget beban hidup kayaknya," celetuk Han di belakangku. Aku menoleh dan tertawa.
"Han, mau nggak kamu pura-pura jadi pacar aku?" tanyaku sontak saat Han duduk disampingku membuka botol wine.
"Sure, why not? Pacar beneran juga nggak papa."
Aku tertegun mendengar jawaban Han, sedangkan malah dengan santainya menuangkan wine ke gelas kami."Cheers for our relationship." ujar Han sambil mengacungkan gelasnya ke arahku.
Aku yang masih tertegun sontak menempelkan gelasku padanya "Cheers."
Han tersenyum sambil mengarahkan pandangannya ke langit.