Salma kembali memergoki Aisy yang baru saja turun dari mobil bersama dengan Fariz. Hatinya kembali memanas setelah melihat keduanya terlihat begitu akrab, terlebih wajah dokter muda itu tidak seperti biasanya, terasa lebih hangat dan menyenangkan.
"Aisy!" teriak Salma.
Gadis bernama Aisy yang merasa terpanggil pun segera melangkah menuju arah kakak sepupunya.
"Ada apa, Kak?" tanyanya sesaat sebelum lengannya dicekal oleh Salma dan dibawa ke ruangannya.
Salma menghempaskan lengan Aisy kasar, tidak peduli gadis di depannya merengek kesakitan karena perbuatannya.
"Kenapa kamu bisa bersama Dokter Fariz? Apa kurang jelas apa yang aku katakan padamu?" cerca Salma penuh emosi.
Aisy mengusap ujung netranya, "Tidak seperti itu, Kak. Aku tadi hampir saja celaka di jalan, untung saja ada Dokter Fariz yang menolongku."
"Tapi bisa kan, tidak mengambil kesempatan dalam kesempitan?" tanyanya.
"Maaf, Kak," ungkapnya sendu.
"Selalu saja begini. Hah! Lelah sekali aku dengar kata maaf tanpa tindakan apapun, besok pasti diulangi lagi kan?" tudingnya menatap tajam ke arah Aisy.
Aisy menggelengkan kepalanya, "Tidak, Kak. Besok aku akan jauhi Dokter Fariz, supaya Kakak percaya padaku, tapi tolong, jangan marah padaku lagi, Kak," ungkapnya menakupkan tangan di depan dada.
"Awas saja!" Ancamnya menajamkan netranya, "Sudah sana pergi," sambungnya mengusir adik sepupunya.
***
Sore harinya ketika Hafiz sedang mencari hawa dingin sore di sekitar perkebunan ia menemukan keberadaan Fariz yang sama saja sedang duduk di pinggir tanaman kentang.
"Boleh bergabung, Pak?" tanya Hafiz duduk di samping Fariz yang menoleh ke arahnya dan mengangguk tanda menyetujui permintaan pemuda di sampingnya.
"Udara sore di sini memang menenangkan, Pak. Dingin, kadang berkabut dan jarang sekali ada senja. Bapak suka senja?" tanyanya tanpa menatap ke arah lawan bicaranya.
"Tidak. Jangan panggil saya Bapak, kelihatan tua sekali," protes Fariz.
Hafiz terkekeh lalu mengangguk, "Saya harus panggil, Mas atau-"
"Cukup Fariz saja, Pak Guru."
"Haha ... kalau begitu, panggil saya Hafiz saja," putus Hafiz tertawa karena ulah Fariz.
"Baiklah."
"Kenapa tidak suka senja?"
"Masih dibahas juga, Fiz?" tanyanya tidak habis pikir.
"Penasaran saja."
"Tidak ada alasan, keindahan tetaplah keindahan meskipun tidak ada yang abadi kecuali diabadikan sendiri," ujarnya.
"Difoto atau buat video reels instagram?"
Fariz menggeleng, "Kacamata paling sempurna adalah indera penglihatan kita, sejelek atau seindah apapun hanya kita yang bisa menilai, Fiz."
"Benar juga."
"Kamu sendiri, suka senja atau lainnya?"
"Suka dia yang tidak pernah melirik saya, Riz," ungkapnya seolah menjadi pria paling menyedihkan.
Fariz menggelengkan kepalanya, ia tidak percaya dengan jawaban pemuda di sampingnya yang ternyata setelah lepas seragam dinas akan jadi sadboy juga.
"Bisa-bisanya. Mencintai itu pasti, tapi memiliki itu takdir."
"Begitu konsepnya?"
"Bisa jadi, kalau semua laki-laki dan wanita jatuh cinta dan bisa saling memiliki, tidak ada yang patah hati di awal atau tidak ada yang frustrasi, sebab salah satunya memilih laki-laki atau wanita lain."
"Pak Dokter pandai bucin juga, ya," ungkapnya membuat Fariz kembali dibuat heran oleh kelakuan Hafiz.
"Ilmu bucin sudah mendarah daging, Pak Guru. Semua orang akan bucin ketika bertemu dengan pasangan impiannya."
"Kalau sadboy atau sadgirl, bagaimana ceritanya?"
"Kalau itu risiko ditanggung masing-masing. Salah sendiri jatuh cinta, konsekuensinya kan patah hati."
"Dunia memang keras ya, Pak. Saya yang jatuh cinta, saya yang berjuang, saya yang ditinggalkan, saya juga yang patah hati," seolah memiliki tempat curahat baru, Hafiz dengan entengnya mengatakan hal demikian.
Fariz menepuk bahu pemuda di sampingnya, "Sabar, Pak. Akan ada masanya. Sekarang fokus saja mendidik anak Pak Guru, jangan diajari patah hati."
Hafiz dan Fariz sama-sama tertawa sebelum akhirnya memutuskan untuk kembali ke rumah masing-masing karena hari mulai gelap dan hawa dingin semakin terasa.
Hafiz menemukan sisi baik Fariz yang ternyata baru ia tahu setelah banyak bertanya pada dokter muda itu. Tidak ada rasa sombong meskipun ia sedikit canggung dan merasa harus dirinya dulu yang memulai. Ia pernah mendengar, ada orang yang harus dipancing bicara dulu agar keluar suaranya, ya dan benar, berbincang dengan Fariz membuat Hafiz tahu banyak hal.
Kadang orang dingin menyimpan banyak hal, selain masalah ia juga bisa mencari kunci dari masalah itu sendiri. Banyak kata yang bisa menenangkan meskipun dengan bahasa singkat dan itupun sangat jelas.
"Memang tipe-tipe manusia langka," monolog Hafiz sembari berjalan ke arah pintu rumahnya.
***
Aisy baru saja menyelesaikan kegiatan rutin di rumahnya. Semua seperti sudah biasa dan tidak ada yang membuat fisiknya terasa lelah. Memang ikhlas jaminannya kenikmatan yang tidak ada tandingannya.
"Alhamdulillah," gumam Aisy menyeka keningnnya yang berkeringat.
Sore hari memang waktunya memasak, biasanya akan selesai menjelang mahrib, tapi berhubung masih terlihat cerah dan sepertinya akan ada senja, jadi Aisy memutuskan untuk jalan-jalan, menghabiskan waktu sebelum matahari tenggelam. Ia ingin sedikit menjernihkan pikirannya agar bisa berpikir bagaimana caranya agar sang kakak tidak marah dan cemburu padanya.
Langkah Aisy terhenti ketika melihat dua pemuda sedang berjalan bersama meskipun tidak sejajar. Lebih pada Dokter Fariz yang di depan dan Hafiz mengikuti di belakangnya.
"Suka dengan kita berdua?" tanya Fariz yang berhenti melangkah hingga Hafiz pun ikut menghentikan langkahnya.
Aisy menggeleng keras, "Tidak, enak saja."
"Ayo Pak Guru, kita lanjutkan." Ajak Fariz sembari merangkul bahu Hafiz yang hanya bisa menurut ketika menatap Aisy dan Fariz yang sama-sama bersikap aneh di matanya.
"Menyebalkan!" umpat Aisy sebelum melanjutkan perjalannya.
Langkahnya kembali terhenti di depan kebun yang menyajikan hijaunya sayuran yang dipadukan awan jingga menjelang matahari tenggelam.
"Subahanallah," gumamnya takjub melihat keindahan sore hari ini.
"Andai saja semua manusia bisa bersyukur dan menikmati setiap waktu yang ia lewati, meskipun pahit, pasti akan ada hikmah yang membuatnya manis,"
***
Tbc. Tbc hehe
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisterlillah
ChickLitMencintai pria yang sama? Tidak pernah terlintas dipikiran sepasang saudara sepupu, cara mereka mencintaipun berbeda. Akankah mereka bisa tetap bersama meskipun mencintai pria yang sama? Dan akankah mereka bisa saling ikhlas jika nantinya hanya sala...